LBH Yusuf: Pencalonan Gibran Bertentangan dengan Putusan MK Nomor 141

Sabtu, 02 Desember 2023 – 21:37 WIB
Wali Kota Surakarta yang juga Cawapres Gibran Rakabuming Raka. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - PKPU Nomor 23 Tahun 2023 yang menjadi dasar syarat pencalonan capres-cawapres dinilai cacat formil. Sebab PKPU tersebut bertentangan dengan putusan MK No 141/PUUXXI/2023 yang dibacakan pada 29 November 2023 lalu.

Berdasarkan pertimbangannya, MK dalam putusan 141 itu mengakui bahwa terkait persyaratan capres/cawpres jika diperlukan perubahan syarat batas usia minimal, maka berdasarkan penalaran yang wajar adalah dapat dipilih pernah menjabat sebagai gubernur, yang persyaratannya ditentukan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang.

BACA JUGA: TPN Menduga Gibran Bakal Bermuka Pucat Jika Dipaksa Debat Cawapres

“Karenanya keputusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dengan berbekal syarat pernah berpengalaman sebagai wali kota bertentangan putusan MK No 141,” ujar Direktur LBH Yusuf, Mirza Zulkarnain dalam keterangannya kepada media, Jumat (1/12).

Menurut Mirza, secara substantif MK menyatakan bahwa ‘seharusnya hanya yang pernah atau sedang berpengalaman menjadi gubernur saja’ yang memenuhi syarat sebagai calon presiden dan wakil presiden.

BACA JUGA: Demi Menang Satu Putaran di Pilpres 2024, TKN Prabowo-Gibran Serius Menggarap Suara Generasi Milenial

Sementara berpengalaman sebagai bupati/wali kota, tidak memenuhi syarat. Lalu, jika mengikuti konstruksi Putusan MK 141, seharusnya putusan MK 90 tidak bisa langsung dijadikan dasar bagi KPU untuk mengeluarkan PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang penambahan syarat berpengalaman di pilkada bagi capres/cawapres.

Sebab Putusan 141 mengamanatkan implementasi dan pemaknaan lebih lanjut dari frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” adalah open legal policy yang menjadi ranah pembentuk UU.

BACA JUGA: Indra Charismiadji Anggap Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Program Ugal-ugalan

“Oleh karena itu DPR harus merevisi UU Pemilu terlebih dahulu dan menentukan pilihan hukumnya apakah syarat usia ditambahkan dengan berpengalaman di pilkada hanya sebatas pada level gubernur, atau meliputi juga bupati/wali kota,” jelasnya.

Kalau DPR sudah menentukan pilihan hukumnya, lanjut Mirza, baru KPU bisa mengeluarkan PKPU dengan merujuk pada hasil revisi UU Pemilu tersebut.

“Maka PKPU 23 Tahun 2023 cacat formil dan segala keputusan yang didasarkan pada PKPU itu juga cacat formil,” tegasnya.

Sebelumnya LBH Yusuf telah mengajukan uji materil terhadap PKPU 23 tersebut ke Mahkamah Agung karena memiliki cacat formil. Putusan MK 141, dengan demikian, menguatkan pandangan LBH Yusuf tersebut.

Sebagai informasi, MK pada Rabu 29 November lalu mengeluarkan Putusan No 141/PUUXXI/2023 terkait uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang persyaratan usia capres sebagaimana telah dimaknai oleh MK melalui putusan No 90/PUUXXI/2023.

Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada MK agar Pasal 169 huruf q UU 7/2017, sepanjang tidak dimaknai “atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat Provinsi, yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

MK kemudian menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Brahma Aryana itu. Namun demikian dalam pertimbangannya, MK berpendirian bahwa penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy). (dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler