jpnn.com, JAKARTA - Upaya pengurangan dan pengolahan sampah bukan hanya tugas satu pihak. Butuh kerja sama pemerintah, produsen produk berkemasan, konsumen, hingga masyarakat umum.
Kolaborasi dan dukungan dari pemangku kebijakan akan menguatkan tata kelola sampah serta ekonomi sirkular.
BACA JUGA: 5 Anak-anak Ini Melakukan Aksi Sadis, Tak Ada Belas Kasih
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Rosa Vivien Ratnawati mengatakan ada tiga pendekatan pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah, yakni minim sampah atau eco-living, ekonomi sirkular serta layanan, dan teknologi.
Wirausahawan sosial dan juga perusahaan swasta berperan penting dalam pendekatan ekonomi sirkular.
BACA JUGA: Rizal dan Rabusah Dituntut Hukuman Mati
"Tentunya pemerintah membutuhkan dukungan dari semua elemen pemangku kepentingan termasuk masyarakat agar pengelolaan sampah ini bisa teratasi,” kata Rosa dalam forum diskusi Indonesia Green Summit 2021 sesi Green Waste Management yang diadakan secara virtual baru-baru ini.
Salah satu perusahaan Indonesia yang menggalakkan ekonomi sirkular adalah produsen AMDK, Le Minerale.
BACA JUGA: Anggota Ormas Tewas Dibantai Debt Collector, Ini Tampang Para Tersangka, Lihat Sendiri
Sustainability Director PT Tirta Fresindo Jaya Ronald Atmadja mengatakan Le Minerale mendukung penuh upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah nasional dan ikut mengajak semua pemangku kepentingan untuk bersama mengelola sampah.
"Melalui program Gerakan Ekonomi Sirkular Nasional Le Minerale, kami berjuang untuk meningkatkan collection rate dan recycling rate tumbuh di atas 20 persen. Le Minerale akan terus mengedukasi konsumen untuk dapat memilah sampah, mengenalkan konsep ekonomi sirkular dan juga bermitra dengan siapapun yang mau bersama-sama mengelola sampah," kata Ronald seraya menambahkan saat ini Le Minerale terus menjajaki cara terbaik untuk mencapai sinergi optimal pengelolaan sampah plastik mulai dari pengumpulan hingga pemrosesannya.
Kerja sama multi stakeholder merupakan komitmen bersama untuk meningkatkan dan menggalakkan kegiatan sirkular ekonomi sebagai salah satu cara mengatasi sampah.
Kerja sama ini juga mencakup kegiatan mengedukasi dan mendukung waste management di rumah dan lingkungan masyarakat.
Sebagai negara yang luas dan jumlah penduduk yang besar, permasalahan sampah harus disesuaikan dengan tantangan di setiap daerah.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah setiap tahunnya. Setengahnya merupakan sampah organik rumah tangga dan sekitar 20 persen lainnya adalah sampah plastik.
Dengan jumlah sampah plastik tersebut, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) melihat Indonesia punya potensi bahan baku untuk pengelolaan limbah plastik.
Ketua Umum ADUPI Christine Halim menilai daur ulang limbah plastik adalah salah satu penggerak kegiatan ekonomi berbasis sirkular.
"Di dunia saat ini plastik jenis PET yang memiliki demand yang tinggi di industri daur ulang. Penggunaan bahan ini sejalan dengan visi pemerintah mengenai peta penanganan sampah melalui daur ulang dan pemanfaatan kembali dengan prinsip sirkulasi ekonomi," kata Christine.
PET adalah jenis plastik yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk plastik, seperti kemasan botol dan galon air minum karena sifatnya yang unggul, diantaranya berwarna jernih, ringan, mudah dibentuk, tidak mudah pecah.
Kemasan plastik yang berbasis PET juga lebih higienis dan aman digunakan, serta mudah didaur ulang, dan bernilai ekonomis relatif tinggi.
"Kami melihat di China pengelolaan limbah plastik bisa menjadi bahan dasar seperti untuk pembangunan jalan tol. Kami harapkan ini bisa juga diadopsi di Indonesia nantinya," jelasnya. (rhs/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti