Legalitas Surat DPC Hanura TTU Dipertanyakan

Jumat, 03 Februari 2017 – 23:52 WIB
ILUSTRASI

jpnn.com - jpnn.com - Partai Hanura Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mundur dari Fraksi Persatuan Rakyat DPRD TTU. Namun surat terkait sikap Hanura tersebut dipertanyakan legalitasnya. Pasalnya, surat tersebut dinilai tidak sah, karena tidak dibubuhi tanda tangan Sekretaris DPC Partai Hanura TTU.

Anggota DPRD TTU asal Partai Hanura, Yasintus Lape Naif kepada Timor Express (Jawa Pos Group), menilai, surat tersebut sudah diterimanya tetapi setelah ditelaah dirinya kaget karena surat tersebut ditandatangani ketua dan sekretaris I DPC Hanura TTU.

BACA JUGA: Waketum Gemura Tolak OSO Pimpin Hanura

Dia mengaku, posisinya sebagai sekretaris partai, tentunya harus tahu administrasi keluar masuknya surat di partainya.

“Bagaimana saya sebagai orang kedua kok tidak tahu surat masuk dan keluar di partai. Surat tersebut saya perlu pertanyakan legalitasnya,” tandas Yasintus.

BACA JUGA: Hanura Sudah Siapkan Jagonya

Ia mengaku belum melaporkan hasil dokumen sidang seperti dokumen APBD 2017 termasuk pemandangan umum Fraksi Persatuan Rakyat, karena selama ini belum ada undangan rapat dari Partai Hanura, sehingga dirinya belum menyerahkan semua dokumen hasil sidang.

“Saya akan laporkan semua dokumen itu. Tetapi selama ini tidak ada undangan untuk rapat DPC, sehingga saya tunggu saja. Saya tidak melawan tetapi kalau ada undangan resmi tentu saya akan laporkan kepada induk organisasi partai,” jelasnya.

BACA JUGA: OSO: Anggota DPR Wajib Jadi Pengurus Partai

Yasintus menilai, surat penegasan dari induk organisasi partainya untuk menarik anggotanya dari fraksi, tentunya tidak mudah karena masih dikaji sesuai mekanisme dan regulasi aturan. Karena sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16/2010 Pasal 31 ayat (9) mengisyaratkan bahwa fraksi yang telah diumumkan bersifat tetap selama keanggotaan DPRD.

Dia mengaku, selama ini ada komunikasi dengan Ketua DPC Hanura TTU, tetapi tidak pernah disinggung ataupun diagendakan untuk rapat partai. Tetapi justru yang serius diperbincangkan adalah meminta dirinya untuk memperjuangkan sewa beli mobil dinas merek Toyota Kijang DH 73 D yang sebelumnya digunakan Ketua DPC Hanura TTU, Hermene Gildus Bone yang saat itu masih menjabat Wakil Ketua DPRD TTU.

“Tidak pernah singgung soal rapat partai tetapi justru beliau (ketua DPC Hanura TTU) berulang kali meminta saya untuk memperjuangkan mobil dinas yang sebelumnya digunakan saat masih menjabat pimpinan DPRD TTU,” katanya.

Yasintus juga membantah tudingan bahwa dirinya mewakili induk organisasi partai untuk merekomendasikan Fransikus Freites sebagai tenaga ahli Fraksi Persatuan Rakyat DPRD TTU. Dia mengaku, sebagai sekretaris fraksi hanya menandatangani usulan surat rekomendasi, yang sebelumnya sudah disepakati oleh Ketua Partai Hanura dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

“Saya kan hanya paraf usulan nama tenaga ahli itu. Pembahasan dan keputusan ada di pimpinan kedua partai koalisi fraksi dan bukan saya,” tandasnya.

Sekretaris DPRD TTU, Filipus Pala kepada Timor Express mengaku sudah menerima surat dari Partai Hanura tentang keberatan usulan tenaga ahli DPRD TTU. Tetapi surat tersebut tentunya bukan menjadi kewenangannya untuk membatalkan. Sebab, usulan rekomendasi nama tenaga ahli dari fraksi dan bukan dari partai.

“Tenaga ahli kita hanya tindaklanjuti usulan fraksi. Kalau keputusan tenaga ahli itu dibahas dan diputuskan di partai dan bukan urusan kita,” jelasnya.

Philipus mengaku sudah mendapat surat mundurnya Partai Hanura dari Fraksi Persatuan Rakyat DPRD TTU, yang tertuang dalam surat nomor 07/DPC.P.HNR/PF/TTU/I/2017 tanggal 24 Januari 2017. Tetapi untuk tindak lanjutnya, tergantung dari partai koalisi dan keputusan itu tentunya mengacu pada regulasi yang berlaku.

Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura TTU, Hermene Gildus Bone menuturkan surat yang dikeluarkan DPC sudah disepakati bersama di internal Partai Hanura, sehingga Partai Hanura lebih memilih menjadi non fraksi. Alasannya, selama ini Fraksi Persatuan Rakyat tidak mendengar suara partainya.

“Surat itu resmi karena yang tanda tangan itu wakil sekretaris. Yang bersangkutan bermasalah tidak mungkin beliau yang paraf,” ungkapnya.

Hermene menilai, apa yang disampaikan Sekretaris DPC Hanura, sangat tidak etis bahwa dirinya memperjuangkan mobil dinas. Dia menilai, sudah tiga tahun Yasintus bukan memperjuangkan aspirasi masyarakat tetapi yang diperjuangkan adalah kepentingan pribadinya.

Dia mengaku, mestinya sebagai wakil rakyat dari Hanura harus tahu induk organisasi partai dan memahami tupoksi sebagai sekretaris partai dan tupoksi sebagai wakil rakyat. Tugas sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan kebutuhan rakyat setelah mendengar suara ranting, PAC dan DPC Partai Hanura. Suara rakyat yang diusulkan wajib diperjuangkan melalui suara Fraksi Persatuan Rakyat DPRD TTU dan bukan atas kemauan sendiri.

“Sudah tiga tahun tidak pernah dengar aspirasi masyarakat melalui suara struktur partai, kalau tidak tahu kebutuhan rakyat, apa yang mau diperjuangkan,” katanya.

Hermene menilai, Yasintus lalai tidak menjalankan tugasnya sebagai sekretaris partai seperti menata kantor DPC, merencanakan usulan rapat partai bahkan tidak menyampaikan dokumen hasil sidang di DPRD TTU.

Dia menilai, kewenangan yang dilakukan Yasintus sudah melampui posisinya sebagai ketua partai dan melanggar AD/ART partai, karena selalu mengatasnamakan suara partai tanpa diketahui pengurus DPC, penasihat, termasuk OKK partai.

“Dia harus tahu posisi sebagai utusan rakyat. Misalnya, satu bulan sebelum sidang dewan wajib datang di sekretariat untuk kita bahas dan bicarakan kepentingan apa yang mau disuarakan melalui suara fraksi,” katanya.(mg24/ays)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gede Pasek Dinilai Tepat Jadi Sekjen Hanura


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler