Legislator Curigai Sarat Kepentingan Politik

Rabu, 10 Agustus 2011 – 07:18 WIB

JAKARTA  - Rencana restrukturisasi  utang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) terus dipertanyakan kalangan DPRKemarin, anggota Komisi VII DPR RI Zulkieflimansyah menilai restrukturisasi utang TPPI kepada Pertamina  itu sarat nuansa dan kepentingan politik, sehingga proses tersebut harus dihentikan untuk menghindari kerugian negara.
    

"Proses itu memang sangat merugikan negara

BACA JUGA: Nazar Tertangkap, Isu KLB Mencuat Lagi

Pertamina tidak boleh lagi dirugikan dan pemerintah juga jangan berpura-pura tidak mengerti permasalahan," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/8).

Menurutnya, kalau tenggat waktu yang ada untuk menyelesaikan utang-utang itu sudah terlewati, maka Menkeu Agus Martowardoyo harus berani bertanggungjawab dengan mengambil alih persoalan itu
"Jangan ragu dan takut dengan berbagai tekanan politik yang ada," ujarnya.
     

Hingga saat ini TPPI masih menunggak pembayaran utang senilai USD 2 miliar atau sekitar Rp 17 triliun kepada sejumlah kreditor luar dan dalam negeri

BACA JUGA: Menhukham Diminta Tak Akui Amelia Yani Lagi

Sebanyak USD 548 juta di antaranya merupakan utang TPPI kepada Pertamina
Selain itu TPPI juga menunggak pembayaran utang konstruksi pembangunan kepada JGC Corporation dari Jepang senilai USD 189 juta di luar bunga tertunggak.

Untuk menyelesaikan tunggakan utang TPPI itu kemudian disusun "term of sheet" atau lembar persyaratan restrukturisasi utang yang nyata-nyata merugikan pemerintah, Pertamina, dan BP Migas

BACA JUGA: Demokrat Tak Perlu Lokalisir Kasus Nazaruddin

Karena "term of sheet" itu memberi berbagai perlakuan istimewa kepada TPPI.

Politisi PKS itu mengakui, dalam proses restrukturisasi utang tersebut sarat dengan konflik kepentingan sehingga harus segera dibatalkanSaratnya, konflik kepentingan dan nuansa politik tersebut di antaranya karena posisi Komisaris TPPI Hadiyanto yang saat ini juga menjabat sebagai Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, dan posisi Direktur Utama PT Tuban Petrochemical Industries, induk perusahaan TPPI, Amir Sambodo merupakan Staf Khusus Menko Perekonomian.

Lebih jauh, Zulkieflimansyah mengatakan, apabila pemerintah masih meneruskan proses restrukturisasi utang TPPI kepada Pertamina yang jelas-jelas akan merugikan negara, maka DPR pasti akan mempertanyakannya saat rapat kerja pada masa persidangan mendatang.

Di antara yang akan dipertanyakan itu adalah mengapa pemerintah tetap menyetujui "term of sheet" restrukturisasi utang tersebut, sementara berbagai persyaratan yang diajukan TPPI jelas sangat memberatkan posisi Pertamina dan negara.

Secara terpisah Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hasan Putro, menegaskan, dalam satu perjanjian bisnis harus ada keseimbangan di antara pihak-pihak yang terkait"Tidak boleh ada pihak yang mendapat keuntungan besar sementara pihak lainnya menderita kerugian besar," ujarnya.

Karenanya, dia menambahkan, prinsip akuntabilitas dan transparansi harus dikedepankan dalam berbagai proses bisnis itu, apalagi jika sudah terkait pula dengan uang-uang negara yang ada di BUMN.

Sesuai "term of sheet" restrukturisasi utang TPPI yang ditandatangani pada 9 Mei 2011 lalu, proses tersebut mencakup sejumlah hal, antara lain, Pertamina dipaksa membeli elpiji dan bensin (mogas) dari TPPI  selama 10 tahunDalam transaksi elpiji dengan volume pembelian 7,1 juta ton selama 10 tahun, maka kerugian Pertamina mencapai USD 1,02 miliarSebab, TPPI mengharuskan Pertamina membeli elpiji dengan asumsi harga penawaran sebesar  harga kontrak (contract price/CP) Aramco plus USD 150.

Padahal Pertamina hanya menghendaki harga pembelian elpiji dari TPPI sebesar harga patokan CP Aramco plus 0 dolar AS per tonAlhasil terdapat terdapat "potential lost" sebesar USD 150 per ton yang diderita PertaminaDi sisi lain, harga elpiji yang diminta Pertamina tersebut sudah sesuai dokumen penilaian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tertanggal 8 Juli 2011.

Selanjutnya, untuk transaksi  mogas atau bensin dengan total volume sebesar 900 juta barel selama 10 tahun, harga penawaran TPPI di Tuban adalah harga patokan di Singapura (MOPS) plus 1,22 persen atau setara dengan plus USD 1,53  per barelSementara harga Pertamina di Tuban hanya MOPS minus USD 2,52 per barel atau terdapat selisih harga lebih mahal USD 4,05 per barel.

Kalau volume total migasnya selama 10 tahun sebesar 900 juta barel, maka kerugian Pertamina adalah USD 3,65 miliarSehingga, total kerugian dari skema elpiji dan mogas tersebut mencapai USD 4,72 miliar(dms)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazaruddin Ditangkap, DPR Janji Tambah Anggaran KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler