jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengaku kaget atas pergantian jabatan Direktur Utama PLN dari Zulkifli Zaeni ke Darmawan Prasodjo.
Menurut Mulyanto, pergantian dirut dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PLN, Senin, 6/12/2021, di luar dugaan.
BACA JUGA: Gandeng PLN, SILO Siapkan Kawasan Sebuku Indonesia Industrial Park
"Kami hormati apa pun putusan RUPS PLN. Sebagai mitra kerja, kami berharap kondisi PLN bisa lebih meningkat lagi, baik dalam pengelolaan aset maupun pelayanan kepada masyarakat. Karena berlatar belakang parpol tertentu, PKS mendesak agar Dirut baru tidak mempolitisasi PLN, namun fokus pada kinerja”, kata Mulyanto.
Lebih lanjut, Mulyanto meminta Dirut baru PLN mempertahankan capaian kinerja yang sudah baik dan meningkatkan hal-hal yang masih kurang.
BACA JUGA: Gandeng PLN, BTN Wajibkan Pengembang Tanam Pohon di Setiap Unit Rumah
Selain itu, Dirut baru PLN diminta melanjutkan pembangunan ketenagalistrikan nasional yang makin memenuhi harapan rakyat.
Pasalnya, ada tiga pekerjaan rumah (PR) penting yang perlu diperhatikan oleh Dirut PLN.
BACA JUGA: PLN Uji Jalan Mobil Listrik, Tempuh 72 Km Hanya Rogoh Gocek Rp 10 Ribu
"Pertama adalah soal implementasi transisi energi bersih yang berkeadilan. Kedua adalah soal keadilan listrik bagi rakyat. RUPTL 2021-2030 menargetkan rasio elektrifikasi nasional sebesar 100 persen pada tahun 2022. Ketiga soal tarif listrik," kata Mulyanto.
Mulyanto menuturkan soal implementasi transisi energi hijau pemerintah jangan mau didikte oleh negara maju dengan berbagai komitmen energi bersih yang menjerat leher. Namun, di sisi lain bantuan pendanaan dari negara maju belum direalisasikan.
Rakyat Indonesia berhak menikmati listrik yang berlimpah dan murah untuk menjalankan roda pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Jangan sampai kita menyingkirkan PLTU secara semena-mena, padahal kita memiliki sumber batubara yang melimpah, lalu menggantikannya dengan listrik EBT yang pendanaannya sangat besar dan menghasilkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang mahal," jelas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan sesuai RUPTL 2021-2030, di mana porsi EBT sebesar 52 persen, maka BPP PLN akan naik dari Rp 1.423/ kWh pada 2021 menjadi Rp 1.689/kWh pada 2025.
Beban tambahan untuk subsidi dan kompensasi membengkak dua kali lipat lebih, dari Rp 71.9 triliun pada 2021 menjadi Rp 182.3 triliun pada 2025.
"Apakah Pemerintah punya uang untuk menanggung beban ini? Ini perlu kehati-hatian dan pentahapan yang baik," lanjut Mulyanto.
Politikus PKS itu mengingatkan juga agar keadilan listrik bagi rakyat harus teguh dilakukan pada program yang sudah ditetapkan.
RUPTL 2021-2030 menargetkan rasio elektrifikasi nasional sebesar 100 persen pada 2022. Rasio elektrifikasi diartikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik terhadap seluruh rumah tangga nasional.
Sekarang ini, kata Mulyanto, jumlah RT yang belum berlistrik sebanyak 483.012 rumah tangga (RT).
Tak kalah penting, Mulyanto menegaskan agar PLN tidak mengusulkan kenaikan tarif listrik di saat pandemi, di mana kondisi masyarakat termasuk industri masih lemah.
"Sudah lama memang belum ada penyesuaian tarif listrik PLN ini. Namun, sekarang bukanlah saat yang tepat untuk itu," tegas Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia