jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al Habsyi siap mendorong Pansus Judi Online (Judol) untuk mengevaluasi kinerja perbankan dan lembaga keuangan nonbank terkait maraknya kasus judol melalui pendirian layanan jasa pembayaran oleh pemain judol.
“Hadirnya pansus untuk mengevaluasi kinerja perbankan dan lembaga keuangan non-bank yang diduga ikut membantu tranksasi pembayaran judol ini. Kami juga ingin tahu sejauhmana Bank Indonesia (BI) memberikan izin terhadap penyelenggara layanan jasa pembayaran dan bagaimana peran OJK mengawasinya?” kata Aboe merespons usulan Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri agar DPR membentuk Pansus Judol di Jakarta, Selasa (16/7)
BACA JUGA: Pemerintah Harus Jeli, Penyebaran Situs Judi Online tak Hanya di Internet
Politikus PKS ini mengaku prihatin akan maraknya transaksi Judol yang makin digemari masyarakat hingga anggota dewan.
Apalagi banyak kasus bunuh diri akibat judol. Oleh karena itu, dia akan membahas usulan pembentukan pansus judol ini bersama kawan kawan di Fraksi DPR.
BACA JUGA: Tegas, BRI Blokir 1.049 Rekening yang Diduga Terlibat Judi Online hingga Juni 2024
“Sosialisasikan akan kami lakukan dengan sejumlah fraksi agar Pansus Judol ini bisa dibentuk dan membongkar praktik jasa layanan pembayaran Judol yang diduga didukung oleh sistem perbankan dan lembaga keuangan nonbank,” ujar Aboe.
Aboe juga setuju jika dana transaksi judol dikembalikan ke negara. Artinya, bank tidak hanya sebatas memblokir rekening, tetapi bank wajib mengembalikan dana tersebut ke negara.
BACA JUGA: Gegara Joget-Joget Sambil Promisi Judi Online, 5 Orang Ini Ditangkap Polisi
Sebelumnya, Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri meminta perbankan mengembalikan pendapatan judol ke negara dan segera dibentuk Pansus Judol.
Selama ini, kata Deni, Bank Indonesia diduga ikut mempermudah izin pelaku judi online bertransaksi di perbankan. Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas perbankan, terkesan abai.
“OJK maupun BI wajib melakukan audit investigasi terhadap lembaga keuangan bank dan non-bank yang diduga terkait judol yang hingga saat ini luput dilakukan terhadap lembaga keuangan secara rutin," katanya.
Untuk mencegah pemilik judol memiliki layanan jasa pembayaran, Deni mengusulkan sejumlah hal.
Pertama, peningkatan kerja sama antarlembaga pemerintah seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), OJK, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penting untuk mengidentifikasi dan memblokir transaksi yang terkait dengan judi online.
Kedua, penerapan regulasi yang lebih ketat terhadap lembaga keuangan dan layanan pembayaran elektronik untuk memastikan bahwa mereka tidak memproses transaksi yang berkaitan dengan judi online.
"Ketiga, penggunaan teknologi analisis data dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi pola transaksi yang mencurigakan yang mungkin terkait dengan judol," kata Deni.
Keempat, pemblokiran akses ke situs judi online oleh Kominfo harus terus ditingkatkan, termasuk pemutusan akses ke situs yang baru teridentifikasi.
Kelima, penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku judi online, termasuk penyedia layanan pembayaran yang terlibat.
Keenam, edukasi publik mengenai risiko dan dampak negatif dari judi online, serta cara melaporkan aktivitas yang mencurigakan.
Ketujuh, mendorong lembaga keuangan untuk melaporkan aktivitas mencurigakan ke PPATK dan mengambil tindakan preventif seperti menutup rekening yang terlibat dalam judi online.
Kedelapan, memperkuat kerja sama internasional untuk menangani situs judi online yang beroperasi lintas negara.
Kesembilan, memperbarui dan memperkuat peraturan perbankan untuk mencegah rekening bank digunakan sebagai sarana untuk judi online.
“Kesepuluh, meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis para pekerja di sektor perbankan dan keuangan untuk mengenali dan menangani transaksi yang terkait dengan judol," paparnya.
Selain itu, kata Deni, Bank Indonesia lebih hati-hati agar tak kecolongan memberikan izin kepada penyelenggara jasa pembayaran yang dimiliki entitas judol. Pertama, memahami secara mendalam regulasi yang berlaku adalah kunci.
"BI segera menetapkan regulasi ketat terkait pemberian izin penyelenggara jasa sistem pembayaran, mencakup kehati-hatian dan kewajiban Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT). Termasuk menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC)," ujar Deni.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari