jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki) menggelar aksi unjuk rasa di Bareskrim Mabes Polri, Kamis, (30/11).
Lemtaki juga bakal menggelar aksi demonstrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
BACA JUGA: Tambang Liar yang Tercemar Limbah Berat Disulap Jadi Tempat Wisata, Keren
Ketua Lemtaki sekaligus orator aksi Edy Susilo mendesak Kapolri menindak aparat kepolisian yang diduga menjadi backing dan terima setoran dari aktivitas tambang ilegal di Tasikmalaya.
"Jika tidak ada setoran ke aparatur, mengapa aparat kepolisian dan lainnya ogah-ogahan menindak tegas dan menangkap para penambang ilegal di Tasikmalaya dan seluruh Indonesia tersebut," kata Ketua Lemtaki Edy Susilo, dalam orasinya.
BACA JUGA: Sahabat Polisi Apresiasi Tindakan Kapolres Rokan Hulu Ungkap Tiga Kasus Tambang Ilegal
Edy juga menekankan agar gembong tambang ilegal di Tasikmalaya, segera ditangkap karena disangka telah melakukan tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Tindakan para pelaku penambangan ilegal dapat dijerat pidana penjara karena telah melanggar Rumusan Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar.
BACA JUGA: Geruduk Mabes Polri dan BPK, Massa Minta Tambang Ilegal di Sultra Diusut
Ada dugaan pelanggaran hukum yang dapat ditemukan dalam hal ini seperti kegiatan penambangan illegal di kawasan hutan tanpa izin atau persetujuan penggunaan kawasan hutan KLH, sementara aktivitas tambang illegal berada di dalam wilayah kekuasaan PERHUTANI.
Ada dugaan pelanggaran pada penambangan, pemanfaatan dan pengangkutan mineral di liar Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
Kemudian, terjadi pembiaran lahan pascatambang tanpa reklamasi, serta pembuangan limbah yang dapat merusak lingkungan.
Para penambangan emas dan timah illegal di Kedua kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya tersebut berpotensi melanggar undang-undang lainnya yang memiliki sanksi pidana bagi pemegang izin yang melanggar aturan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu, dalam Pasal 17 ayat (1) UU No.18 Tahun 2013 menyatakan, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bagi yang melakukan pelanggaran dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 20 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.
Dalam Pasal 161 UU No.3 Tahun 2020 dinyatakan sanksi pidana yakni setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengangkutan dan penjualan mineral yang berasal dari luar IUP dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Dalam UU No.32 tahun 2009 ditegaskan adanya sanksi pidana bagi pemegang IUP yang sengaja atau karena kelalaiannya mengakibatkan baku kerusakan lingkungan hidup. Pasal 9 ayat (1) menyatakan, mereka dapat dikenai sanksi dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Aktivitas tambang emas dan timah ilegal semakin marak di Kecamatan Cineam dan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya. Warga kedua wilayah itu berharap ada tindakan hukum karena tambang Ilegal telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan polusi.
Persoalan tambang ilegal ini telah dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Pemberantasan Penambang Ilegal (AMPP) ke Polda Jawa Barat awal 2023. Namun, hingga kini belum ada tindakan apa pun. Diduga laporan dipetieskan alias macet.
"Pertambangan ilegal itu sudah menyebabkan kerusakan Sungai Citambal, lahan pertanian dan juga mengganggu kesehatan masyarakat setempat. Sebab limbah tambang, khususnya zat kimia air raksa digunakan tanpa pengamanan dan prosedur yang benar," beber Edy. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh