jpnn.com - JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar kubu hasil Musyawarah Nasional (Munas) Ancol, Leo Nababan membeberkan sejumlah alasan mengapa pihaknya mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) terkait kepengurusan DPP Partai Golkar.
Leo mengatakan, hakim dinilai telah memutuskan sesuatu putusan yang melampaui batas kewenangannya. Majelis Hakim PTUN Jakarta, Senin (18/5) kemarin menyatakan hasil Munas Riau 2009 sah untuk memimpin Partai Golkar. Menurut Leo, Hakim PTUN tidak berwenang menyatakan SK hasil Munas Riau yang berlaku.
BACA JUGA: Politikus PKS Dorong Pemerintah Putus Hubungan dengan Myanmar
“Karena Hanya MPG (Mahkamah Partai Golkar) dan Pengadilan Negeri yang berwenang,” ujar Leo, di Jakarta, Selasa (19/5).
Menurut pria yang juga menjabat Pelaksana Tugas (Plt) DPD Golkar Sumut kubu Agung Laksono ini mengatakan, kewenangan Hakim PTUN Jakarta hanya mengadili Surat Keputusan Menkumham tertanggal 23 Maret 2015, terkait kepengurusan DPP Golkar.
BACA JUGA: Napi Narkoba Kabur, Ini Langkah Ditjen PAS
Alasan lain, hakim menurut Leo, dalam putusannya juga mempertimbangkan soal pilkada, sehingga menyatakan hasil Munas Riau 2009 masih berlaku. Padahal tidak ada di antara pihak terkait, baik itu penggugat maupun tergugat yang berbicara soal pilkada.
“Jadi hakim melampaui dari apa yang diminta para pihak. Hakim juga mengesampingkan penjelasan Prof Muladi tentang MPG. Padahal hakim meminta dia (Muladi) hadir di persidangan dan Muladi memberikan jawaban tertulis. Tetapi dikesampingkan dan tidak dijadikan dipertimbangkan,” katanya.
BACA JUGA: Amankan Demo Mahasiswa, Polri Terjunkan 8 Ribu Personel
Langkah banding menurut Leo, juga ditempuh karena menilai hakim mengesampingkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Dimana dalam aturan dinyatakan putusan MPG final dan mengikat sepanjang menyangkut perselisihan kepengurusan.
“Hakim mengatakan bahwa dia berwenang untuk menerobos prinsip final dan mengikat. Hakim juga menyatakan bahwa masih ada perselisihan di antara kubu ARB (Aburizal Bakrie) dan Agung Laksono di Partai Golkar. Padahal Menkumham sudah menerbitkan SK Pengesahan,” katanya.
Atas berbagai alasan yang ada, tidak heran jika kemudian Leo menilai hakim telah bertindak keterlaluan. Karena sengketa antara ARB dan AL sudah diselesaikan dan diputus di MPG. Baru setelah itu Menkumham menerbitkan SK pengesahan.
“Jadi Menkumham menerbitkan SK setelah meyakini putusan MPG final dan mengikat sepanjang menyangkut perselisihan kepengurusan. Itulah sebabnya Menkumham menerbitkan SK Pengesahan," ujar Leo.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Jonan: Selain Artis AA, Apa Lagi?
Redaktur : Tim Redaksi