jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengapresiasi anak muda yang fokus mengembangkan agribisnis. Dia menyebut banyak petani milenial yang akhirnya memilih bertani daripada menjadi karyawan.
Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang itu juga menyampaikan kekagumannya kepada seorang pemuda yang kini sukses menjadi eksportir tanaman hias di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat. “Namanya Kang Aldy Ridwan,” tegasnya.
BACA JUGA: Kementan Paparkan Komitmen Membangun SDM Petani Milenial di Forum Internasional
Dia menjelaskan Aldy memang masih muda tetapi sudah berpenghasilan ratusan juta rupiah per bulan. Oleh karena itu, Prihasto mengakui sangat kagum dengan anak muda seperti ini. “Makanya saya yakin, pertanian ini akan sukses di tangan petani milenial,” jelasnya.
Prihasto mengatakan, anak milenial tidak suka diarahkan atau hanya mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja. Menurutnya, anak milenial ingin bebas berkarya, mengerjakan apa yang mereka sukai.
BACA JUGA: Kementan Kembangkan 1000 Kampung Hortikultura Demi Tingkatkan Ekspor
“Apalagi, dia menguasai teknologi, sehingga dunia pemasaran digital itu sudah jadi mainan mereka. Makanya, ekspor pertanian itu kan hampir dikuasai anak-anak muda,” paparnya.
Sementara itu, Aldy Ridwan mengaku meninggalkan kariernya sebagai spesialis di salah satu perusahaan ternama yang bergerak di bidang gas alam dan menjatuhkan pilihan menjadi petani. Sebab, dia melihat ada peluang bisnis yang menjanjikan di dunia pertanian, khususnya bertani komoditas hortikultura.
BACA JUGA: Petani Milenial Sangat Menentukan Keberhasilan Pembangunan Pertanian
Aldy memulai usahanya dengan bertani kaktus di tempat kelahirannya Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Aldy mengawali kariernya sebagai eksportir kaktus sejak 2015 dengan tujuan ke beberapa negara di dunia.
Kaktus asal Lembang yang dikelola Aldy, merupakan jenis tanaman dalam klasifikasi mahal. Dia tak membantah harga tanamannya ada yang menembus ratusan juta rupiah per pohon.
“Kami punya koleksi kaktus. Koleksi saya ini cukup langka dan unik, sehingga harganya mencapai puluhan juta rupiah. Namun kalau yang diekspor ke beberapa negara itu harganya di kisaran USD 5 – USD 10,” jelasnya.
Aldy mengaku sangat tertarik menggeluti tanaman kaktus karena harga jual di pasar ekspor terbilang mahal. Oleh karena itu, bisnis ini dianggap sangat menjanjikan, apalagi permintaan luar negeri hampir ada setiap bulan.
"Ya, Alhamdulillah mas, kaktus ini sudah kita ekspor ke Australia, USA, Kanada, Filipina, Thailand, Singapura, Korea Selatan, Brunei Darussalam, Afrika Selatan dan Inggris,” katanya.
Aldy menambahkan dalam waktu dekat atau Jumat 30 April 2021, akan melakukan ekspor ke Rusia sebanyak 1.836 pcs senilai USD 7.324, atau Rp 102,5 juga. Bulan depan, kami akan ekspor ke Australia 1.300 pcs,” tegas Aldy.
Omzet yang dihasilkan dari penjualan kaktus memang tak menentu. Namun, karena konsumennya merupakan pehobi tanaman yang sudah berbentuk komunitas atau paguyuban, maka penjualan kaktus ini tetap bagus.
Menurutnya, di era pandemi Covid-19 ini penjualan offline menurun. Namun, penjualan secara online meningkat hingga 500 persen. Aldy juga mengungkapkan bahwa perawatan kaktus cukup gampang. Sebab, tanaman ini terbilang gampang tumbuh.
“Kaktus ini termasuk tumbuhan yang gampang perawatannya, paling disiram itu ya seminggu sekali. Air yang dibutuhkan juga enggak banyak-banyak, terus proses packaging produknya juga tidak sulit," ujarnya.
CEO CV Istana Bunga Kaktus itu juga merasa senang bisa merangkul para petani milenial di lingkungan sekitar, mengajarinya bertanam, perawatan, hingga mekanisme ekspor.
Kini, beberapa anak muda yang pernah belajar dengan Aldy, usahanya sudah mandiri dan bisa ekspor. Bagi Aldy, kesuksesan petani milenial di wilayahnya untuk merambah pasar ekspor adalah impiannya sejak dulu. (*/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy