jpnn.com, JAKARTA - Komandan Lapangan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Letnan Kolonel (Letkol) Muhammad Arifin menceritakan beberapa pengalamannya saat menangani pasien positif tertulari virus corona.
Menurut dia, terdapat beberapa pasien positif Covid-19 yang sulit diatur demi kesembuhannya.
BACA JUGA: Begini Cara RS Covid Wisma Atlet Semangati Tenaga Kesehatan di Momen Hari Pahlawan
Misalnya, Arifin bercerita ketika menangani pasien positif Covid-19 klaster jemaah pengajian di Gowa, Sulawesi Selatan dan Kebon Jeruk, Jakarta.
Ketika itu, kata Arifin, beberapa pasien dua klaster tersebut menjalani perawatan medis di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet secara bersamaan.
BACA JUGA: Penting, Tata Cara Gunakan Hak Pilih di Pilkada pada Masa Pandemi
Selama menjalani perawatan, kenang Arifin, para jemaah itu sulit menerapkan protokol kesehatan.
Di sisi lain, pihak rumah sakit sudah mengingatkan mereka menerapkan protokol kesehatan agar virus tidak terus berputar di antara mereka.
BACA JUGA: Pilkada Serentak 2020, Kominfo Sosialisasikan Pemilih Cerdas
"Mereka tetap ngeyel tidak melaksanakan protokol kesehatan, walaupun sudah kami briefing dari awal datang apa yang boleh dilakukan," tutur Arifin saat menghadiri diskusi berjudul Berjuang dan Berbakti Menyembuhkan Negeri dari Pandemi yang disiarkan akun Youtube Kemkominfo TV, Selasa (10/11).
Arifin pun mencontohkan tindakan beberapa jemaah yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Misalnya ketika beberapa jemaah mulai tidak betah selama di rumah sakit.
Beberapa dari mereka ingin keluar untuk sekadar membeli rokok.
Namun, kata dia, tindakan itu dicegah pihak rumah sakit. Pasalnya akan membahayakan warga sekitar terkait penularan Covid-19.
Selain ingin membeli rokok, beberapa jemaah tetap melaksanakan salat berjemaah secara rapat-rapat. Bahkan, beberapa jemaah saling salaman setelah melaksanakan salat.
Dari situ, Arifin kemudian mengumpulkan para jemaah klaster Gowa dan Kebon Jeruk.
Dia menjalin komunikasi dan memberi pengertian kepada para jemaah.
Menurut dia, tidak melaksanakan protokol kesehatan sama saja bunuh diri yang mana tindakan itu tidak disukai Allah SWT dan berpotensi mendapatkan hukuman di akhirat kelak.
"Kalau tidak melaksanakan protokol kesehatan, berarti mereka bunuh diri. Semua kalau meninggal pasti masuk neraka, saya sampaikan seperti itu, karena tidak ada ikhtiar," ujar dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga (FKG Unair).
"Saya umpamakan sudah ada jurang di depan, sudah tahu jurang itu dalam, dia tetap terjun, mati. Itu sama saja bunuh diri. Pemahaman begitu mereka memahami dan melaksanakan protokol kesehatan. Salat di kamar masing-masing dan berjarak," kenang dia.
Cerita Arifin dalam menangani pasien positif Covid-19 tidak berhenti di situ.
Satu cerita lain yakni ketika dia mendadak menemukan seorang pasien positif yang ingin bunuh diri.
Menurut Arifin, pasien tersebut tercatat menjalani tes Covid-19 sebanyak delapan kali.
Selama delapan kali itu, tes terus menyatakan pasien tersebut positif.
Arifin lantas mengajak bicara pasien yang ingin bunuh diri itu.
Dia pun menyemangati pasien tersebut, seraya mengingatkan bahwa tindakan bunuh diri dilarang pada agama mana pun.
"Ini karena stres mau pulang (kampung, red). Waktu itu puasa sebulan penuh dan mau lebaran di kampungnya. Ceritanya begitu. Saya sampaikan jangan stres, harus gembira, akhirnya mengikuti kata saya dan lebaran negatif. Cuma terlambat, karena dia tidak bisa pulang kampung," pungkas Arifin. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan