BACA JUGA: Jadi Komandan Menwa, Tapi Tak Militeristik
Sebagai ganti, mereka menerima uang kompensasi yang jumlahnya menggiurkanLaporan SENTOT PRAYOGI, Denpasar
WAJAH Made Parwati siang itu (27/10) terlihat cerah
BACA JUGA: Hein Kaseke, Tuna Netra Pemimpin 3 Ribu Peserta Musik Bambu
Senyumnya mengembangSehari-hari Parwati berjualan aneka pakaian di Pantai Padang-Padang, di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung
BACA JUGA: Juragan Tas Berangkat Haji Naik Kuda
Sudah 11 tahun dia berjualan di sana.Ketika tempat tersebut dijadikan lokasi syuting film EPL, Parwati dan 29 pedagang di pantai itu pun mendapatkan rezeki nomplokOleh manajemen film EPL, lokasi Pantai Padang-Padang ditutup selama syutingProses syuting memakan waktu enam hariBerarti, para pedagang yang biasa berjualan di sana pun dipaksa libur.
Sebagai ganti, para pedagang tersebut mendapat uang kompensasi (ganti rugi)Jumlahnya beragam, sesuai posisi dan rata-rata penghasilan pedagang setiap hariKawasan yang disterilkan untuk syuting meliputi areal parkirPosisinya terpisah dengan pantaiKawasan pantai juga disterilkan.
Di areal parkir, ada dua warung sederhana yang menjajakan aneka minuman dan makananKepada media JPNN, salah seorang pemilik warung mengaku mendapat uang kompensasi Rp 1 juta per hariJika proses syuting dilakukan enam hari, berarti total dia menerima Rp 6 juta.
Di kawasan pantai, jumlah pedagangnya jauh lebih banyakMade Parwati adalah salah satunyaParwati mengaku, selama dipaksa libur, dia dan 29 pedagang lain mendapat kompensasi Rp 1 juta per hari.
Selain pedagang, yang mencari nafkah di pantai itu adalah para pemijatMereka juga dipaksa libur selama proses syuting EPLHanya saja, kompensasi yang diterima para pemijat jauh lebih sedikit ketimbang para pedagangPara pemijat dapat kompensasi Rp 6 juta per hari.
Total, mereka menerima Rp 36 jutaJumlah ini harus dibagi rata kepada 69 pemijat yang beroperasi di Pantai Padang-Padang"Dengan uang segitu, berarti satu pemijat hanya mendapat sekitar Rp 500 ribu selama enam hari," kata Parwati pula.
Padahal menurut pengakuan mereka, lazimnya dalam sehari para pemijat itu bisa meraup penghasilan hingga Rp 300 ribu"Kalau dihitung-hitung, sebagian dari kami memang dirugikanTapi, karena kadung terjadi, ya mau bagaimana lagi," kata salah seorang pemijat yang enggan disebutkan namanya.
Yang paling diuntungkan dengan dijadikannya pantai itu sebagai lokasi syuting EPL adalah para pemilik warung makanan permanen di sekitar pantaiMeski hanya berdagang di gubuk darurat, enam pemilik warung itu mendapat uang kompensasi Rp 2 juta per hari, atau Rp 12 juta selama enam hari"Dari semua pedagang, merekalah yang paling beruntung," ujar Parwati lagi.
Meski demikian, Parwati mengaku cukup senang dengan kompensasi yang dia terimaSebab, dalam sehari berdagang di bawah terik matahari yang menyengat, dia mengaku jarang memperoleh hasil hingga di atas Rp 500 ribu"Dengan adanya syuting ini, saya bisa mendapat Rp 6 juta dengan hanya duduk diam di rumah," beber ibu dua anak itu.
Parwati juga mengaku sangat beruntung karena dilibatkan oleh pihak manajemen EPL sebagai pemain figuran, meski menjelang pengambilan gambar, dia batal terlibat"Meski tidak jadi ikut main film, saya tetap mendapat bayaran sebagai pemain figuran Rp 650 ribu untuk empat hari terlibat," katanya banggaKalau ditotal, Parwati mengaku mendapat rezeki nomplok Rp 6.650.000 selama proses syuting EPL di Padang-Padang.
Ditanya soal film EPL sendiri, tidak banyak orang yang tahu di balik kisah nyata film yang diangkat dari novel berjudul sama ituParwati misalnyaMeski sudah 15 tahun berdagang di Pantai Padang-Padang, dia mengaku tidak pernah mendengar nama Elizabeth Gilbert yang konon pernah bertandang ke pantai tersebut"Saya tahunya film ini diangkat dari novel, ya baru-baru ini," sahutnya.
Begitu pula Nyoman, pemilik warung permanen yang menjual makanan semacam nasi dan mi instanDia mengaku tidak pernah mendengar nama Elizabeth Gilbert yang menulis novel EPL"Terlalu banyak orang asing yang datang-pergi ke pantai iniMana mungkin saya hafal nama-nama mereka," ujar Nyoman sambil menikmati pijatan kerabatnya siang itu.
Di antara sekian tempat yang dijadikan objek syuting, Kota Seni Gianyar termasuk paling banyak dimanfaatkanLokasi yang dipilih di Gianyar adalah Kecamatan Ubud dan TegallalangDi Ubud, syuting telah dilangsungkan di Banjar Bentuyung pada 15 Oktober lalu.
Syuting di Bentuyung sendiri merupakan syuting pertama Julia Robets di BaliPengamanan syuting tersebut sangat luar biasaLokasi pengambilan adegan disterilkan dalam radius 800 meterPara pecalang yang ikut mengamankan lokasi diberi rompi warna oranye yang bertulisan "Security X"Tanda X ditulis dengan warna hijau muda.
Karena masuk dalam komitmen, para pecalang pun enggan memaparkan letak lokasi syuting tersebut"Maaf, saya tidak tahu," ujar salah seorang pecalang di Bentuyung yang berada di ring paling luar, kepada media ini ketika itu.
Saat media kemudian berusaha mengambil gambar, mendadak larangan munculAda seorang sekuriti di luar pecalang yang melarang pengambilan fotoSekuriti bertubuh kerempeng itu meminta agar pecalang bergerakSementara, untuk bisa mengambil gambar pada hari pertama syuting itu, ada pula televisi swasta yang menawarkan Rp 100 juta kepada pihak yang bisa mendapatkan gambar Julia Roberts saat syuting, maupun kegiatannya sebelum dan sesudah syuting(sur/jpnn/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menabung 20 Tahun demi Haji
Redaktur : Tim Redaksi