jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah jorjoran memberi insentif karena produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi terus menurun.
Insentif diberikan kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama masa pencarian cadangan migas (eksplorasi).
BACA JUGA: Realisasi Investasi di Kawasan Timur Indonesia Melejit
Insentif fiskal tersebut diberikan dengan penerbitan PP No 27 Tahun 2017 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
Insentif yang diberikan adalah pembebasan seluruh kewajiban fiskal dan sebagian kewajiban fasilitas selama masa eksplorasi.
BACA JUGA: Pertahankan Lifting, SKK Migas Andalkan 9 Proyek
Kewajiban perpajakan yang dibebaskan, antara lain, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Selain itu, ada pajak penghasilan (PPh) 22 impor serta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB).
BACA JUGA: Kembangkan Bandara Hang Nadim, BP Undang Sebelas Investor Ini
Selama masa eksploitasi, pemotongan PBB bisa mencapai 100 persen sesuai diskresi menteri keuangan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Susyanto menyatakan, beleid itu diterbitkan untuk mempercepat penemuan cadangan migas, menggerakkan iklim investasi, memberikan kepastian hukum dalam kegiatan usaha hulu migas, serta memberikan fleksibilitas dalam penentuan bagi hasil.
’’Kalau insentif (yang diberikan selama ini) tidak baik, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah merespons apa-apa yang dikeluhkan investor,’’ ujar Bumi di kantor Kementerian ESDM, Rabu (19/7).
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah menuturkan, pembebasan pajak tersebut dipastikan menurunkan penerimaan negara.
Namun, dia tidak bersedia memerinci nilai penurunan potensi penerimaan negara tersebut.
’’Kami tentu punya hitung-hitungan mengenai penerimaan dari jenis pajak-pajak ini. Namun, saat ini tidak relevan untuk membicarakan angka tersebut. Yang pasti, kami melihat banyak multiplier effect yang tercipta dengan pemberian insentif ini,’’ katanya.
Menurut Yunirwansyah, kondisi harga minyak dunia saat ini tidak menarik minat investasi di sektor hulu migas.
Karena itu, pemerintah merasa perlu memberikan insentif untuk menarik minat investor.
”Setelah kami berikan insentif ini, kami ingin tahu apakah investasi hulu migas benar-benar meningkat,’’ ucapnya.
Berdasar data Indonesian Petroleum Association, nilai investasi di sektor hulu migas di Indonesia pada 2016 mencapai USD 11,15 miliar.
Artinya, terjadi penurunan 27 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai USD 11,15 miliar.
Penurunan nilai investasi di sektor migas tersebut berkorelasi pada susutnya cadangan migas dan lifting.
Pada semester pertama tahun ini, lifting minyak mencapai 802 ribu barel per hari.
Artinya, terjadi penurunan jika dibandingkan dengan semester pertama 2016 sebesar 817 ribu barel per hari. (dee/c20/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Investor Asing Ramai-Ramai Garap Pasar Kuliner Surabaya
Redaktur & Reporter : Ragil