jpnn.com, PONTIANAK - Selama dua hari delegasi pemerintah Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo melaksanakan kunjungan kerja di sejumlah tempat di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Kunjungan tersebut merupakan tindak lanjut hasil pertemuan The 3rd Meeting of the Partners of Global Peatlands Initiative (GPI-3) yang diselenggarakan oleh United Nations on Environment Programme (UNEP) di Brazzaville pada Maret 2018.
BACA JUGA: KLHK Selidiki Unggahan Foto Kijang Mati di Media Sosial
Pada pertemuan tersebut, paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya tentang pengelolaan ekosistem gambut Indonesia mendapat apresiasi tinggi dari 50 negara peserta.
Pertemuan itu sendiri menghasilkan Deklarasi Brazzaville dimana Pemerintah Kongo dan Indonesia menyepakati kolaborasi dan kerjasama yang mendalam terkait pengelolaan gambut berkelanjutan.
BACA JUGA: Pengelola Hutan Wajib Laksanakan Pengendalian Karhutla
Lembah Gambut Kongo (Congo Basin) merupakan ekosistem gambut dengan luasan terbesar kedua di dunia dan memiliki potensi menyerap karbon setara dengan tiga tahun emisi gas rumah kaca global.
Kehadiran pemerintah Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo ke Indonesia untuk mempelajari pengelolaan gambut.
BACA JUGA: Menteri LHK: Penanganan Global Pencemaran Laut Makin Penting
Hadir memimpin delegasi pemerintah Republik Kongo adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Pariwisata Republik Kongo, Arlette Soudan-Nonaults didampingi oleh Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Republik Demokratik Kongo, Jose Ilanga Lofonga.
Pada kunjungan kerja ke Markas Manggala Agni Daops Pontianak, Sabtu (27/10), Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Panjaitan berbagi pengalaman terkait upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menteri Arlette terkesan dengan keberhasilan Indonesia dalam pengendalian karhutla melalui pemanfaatan inovasi dan teknologi, hingga keterlibatan Masyarakat Peduli Api.
“Mereka adalah pahlawan yang sebenarnya dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan serta memastikan lingkungan hidup yang lestari,” ujar Menteri Arlette kepada perwakilan Masyarakat Peduli Api yang turut hadir di Markas Manggala Agni.
Bahkan, Menteri Arlette mengajak salah satu masyarakat adat Kongo untuk ikut dalam rombongan ke Indonesia sebagai wujud komitmen pemerintah Republik Kongo terhadap pentingnya peran masyarakat lokal dalam pengelolaan gambut.
Di Daops Manggala Agni Pontianak, Menteri Arlette beserta rombongan mempelajari pengolahan cuka kayu sebagai alternatif solusi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) serta demplot aplikasi cuka kayu.
Delegasi Kongo juga berkesempatan menyaksikan kegiatan simulasi pemadaman karhutla untuk memperlihatkan bagaimana teknis dan kerjasama Manggala Agni dalam melakukan pemadaman.
Setelah itu, rombongan delegasi Kongo juga berkesempatan melakukan penanaman buah di halaman kantor Daops Manggala Agni Pontianak.
Penanaman buah tersebut merupakan plot contoh pemanfaatan lahan secara efektif yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Pada hari Minggu (28/10), delegasi Kongo melanjutkan kunjungan ke kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT.Mayangkara Tanaman Industri di Sanggau Kabupaten Kubu Raya untuk melihat pengelolaan hidrologi di Kawasan Hutan Tanaman Industri meliputi infrastruktur, sarana pencegahan kebakaran hutan, dan alat SESAME sebagai alat pendeteksi awal kebakaran (fire danger rating system) berdasarkan data pengukuran real time tinggi muka air tanah gambut di area konsesi.
Menteri Arlette menyadari perlunya sinergi antara produksi dan konservasi yang diterapkan dalam satu sistem pengelolaan hutan tanaman industri.
Dengan keseimbangan antara produksi dan konservasi, potensi satwa yang terdapat di areal konsesi seperti Burung Hantu, Burung Kuncit Madu, Orang Utan, Burung Emporok, Burung Enggang, Ular Tetak Emas, Kura-kura Katup, Binturung dan Pelanduk bisa terus dilestarikan karena habitat yang baik.
Di akhir kunjungan, rombongan mengunjungi lokasi Aloe vera center yang berada di Pontianak. Aloe vera center ini merupakan salah satu UPTD Provinsi Kalimantan Barat yang secara khusus melakukan budidaya aloe vera atau lidah buaya dan memproduksinya dalam bentuk makanan maupun minuman.
Kunjungan ke Aloe Vera Center tersebut atas rekomendasi Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmadji.
Gubernur Sutarmadji menyampaikan bahwa Aloe vera memiliki keunggulan sebagai tanaman yang dapat berkembang biak dengan baik di areal gambut.
Selama kunjungan dua hari di Kaliamantan Barat, delegasi pemerintah Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo didampingi oleh rombongan KLHK yang dipimpin oleh Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI), Dr. Ir. Agus Justianto.
Turut hadir dalam rombongan KLHK adalah Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut Kementerian LHK. Rombongan juga terdiri atas perwakilan UNEP, FAO dan CIFOR.
Dalam kesempatan pertemuan dengan seluruh rombongan, Kepala BLI KLHK Dr. Agus Justianto mengatakan bahwa kunjungan pemerintah Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo merupakan apresiasi dunia internasional atas keberhasilan Indonesia dalam pengelolaan ekosistem gambut dan inovasi-inovasi yang dikembangkan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dalam pengelolaan ekosistem gambut.
“Indonesia siap untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam pengelolaan gambut secara lestari kepada dunia,” tutur Agus Justianto.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Meminta Pengadilan Eksekusi Perusahaan Perusak Hutan
Redaktur & Reporter : Natalia