jpnn.com - PACITAN - Nyawa para pelajar di wilayah pinggiran dan pelosok banyak yang tergadai di jalanan. Setiap hari mereka seolah harus bertaruh nyawa ketika pergi dan pulang sekolah. Sebab, kendaraan umum yang mengangkut mereka seolah tidak mengindahkan keselamatan penumpang, termasuk para pelajar.
Misalnya, yang saban hari dilakoni ratusan pelajar di Kecamatan Tulakan, Pacitan. Demi menuntut ilmu, mereka rela bergelayutan di kendaraan umum.
BACA JUGA: Yaelah.. Nongkrong Kok Sambil Bawa Senjata Tajam
Tempat yang seharusnya bukan untuk penumpang itu terpaksa ditempati. Mereka dengan santai duduk berdesakan di atap bus tanpa mempedulikan risiko jatuh saat kendaraan berjalan. Selain itu, bagasi barang turut dijadikan tempat duduk.
Risiko tersebut memang harus mereka tanggung karena terbatasnya sarana dan prasarana transportasi umum di kecamatan itu. Hanya ada sekitar 5-6 armada bus yang beroperasi di sepanjang Jalan Raya Pacitan-Tulakan setiap hari.
BACA JUGA: Innalillahi... Kejar Layang-Layang, Tiba-tiba Disambar Benda Besar dan Keras
Jumlah itu tidak sebanding dengan jumlah para pelajar yang ada. Tidak heran jika armada bus yang rata-rata berkapasitas 30 penumpang itu sering overload alias kelebihan muatan.
''Kalau pas ramai, ya terpaksa duduk di atap,'' kata Irwan, pelajar dari SMPN 1 Tulakan, kemarin (11/1). Memang tidak setiap hari Irwan harus bersila di atap bus. Tetapi, kondisi itu kerap dilakoni jika bus penuh penumpang. Dia memilih duduk di tempat yang tidak semestinya lantaran enggan menunggu lama.
BACA JUGA: Dokter Cantik yang Hilang itu Ditemukan di Kalteng, Langsung Dibawa ke Semarang
''Ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Soalnya, busnya yang ada cuma ini. Kalau menanti bus yang lainnya, harus menunggu lama,'' ucapnya.
Meski kebagian duduk di atap, ongkos yang harus dibayar Irwan sama dengan penumpang yang mendapat tempat duduk layak. Yakni, Rp 5 ribu-Rp 6 ribu sekali jalan. Namun, pelajar kelas IX SMP tersebut tampak cuek meski setiap hari harus berdesakan di bus. ''Sudah dua tahun naik bus ke sekolah. Tidak diantar orang tua karena mereka kerja,'' paparnya.
Meski sudah terbiasa berangkat dan pulang sekolah dengan duduk di atap bus, Irwan mengaku tetap waswas. Apalagi, jalan nasional tersebut jalurnya berkelok-kelok dan naik turun. ''Selama nggak ngalamun (melamun, Red) tidak apa-apa. Kan ada pegangannya,'' ungkap anak baru gede (ABG) asal Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, tersebut.
Sementara itu, Budi, salah seorang sopir bus jurusan Tulakan-Ngadirojo, menuturkan tidak kuasa melarang pelajar berdesakan di atas atap. Meski hal itu diketahui melanggar aturan.
''Mereka sudah saya ingatkan. Tapi, mereka justru bilang tidak apa-apa dan minta terus jalan. Saya sendiri jadi bingung,'' katanya. (her/yup/any/mas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Suami yang Tetap Setia Meski Melihat Istri Berhohohihi di Hotel dengan Temannya
Redaktur : Tim Redaksi