Lihat, Warga Badui Tinggal di Bawah Terpal

Senin, 23 September 2019 – 21:07 WIB
Deretan rumah terpal warga Suku Badui korban kebakaran di Kampung Kadugede, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Minggu (22/9). Foto: Banten Raya

jpnn.com, LEBAK - Sebanyak 57 kepala keluarga Suku Badui Luar di Kampung Kadugede, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, tinggal di tempat hunian sementara (huntara) beratapkan terpal. Tempat ini dibangun secara bergotong-royong oleh warga Badui pascakebakaran.

Kaur Umum Desa Kanekes Arie Kuncoro mengatakan, 57 huntara itu dibangun di atas lahan satu hamparan di Kampung Kadugede. "Bantuan yang paling mendesak dibutuhkan berupa kebutuhan primer atau pokok. Seperti peralatan memasak, rupa pakaian sesuai adat Badui," katanya.

BACA JUGA: Puluhan Rumah Suku Badui Terbakar

Sedangkan bantuan pangan sementara ini masih mencukupi karena memang banyak lembaga maupun perorangan yang memberikan bantuan. Bantuan datang dari Pemkab Lebak, Palang Merah Indonesia Lebak, Dompet Dhuafa, Ketua Persit Kodim Lebak, Taman Mandiri Syariah Bintaro, Ketua Persit Korem, Baznas Lebak, Dompet Dhuafa Banten, Harapan Dua.

"Bantuan juga datang dari Kemensos (Kementerian Sosial), telah ada rencana untuk pemberian bantuan tempat tinggal. Saat ini pendataannya oleh Pemdes Kanekes dibantu TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) Leuwidamar," katanya.

BACA JUGA: Perajin Badui Memasarkan Kain Tenun Melalui Media Sosial

Lebih lanjut Arie menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterima, bentuk bantuan dari Kemensos berupa uang sebesar Rp 25 juta. Bantuan itu untuk setiap satu unit rumah.

"Nanti simbolisnya diberikan kepada Kades Kanekes. Kalau tidak ada halangan dijadwalkan pada tanggal 26 September 2019 ini," katanya.

Staf BPBD Kabupaten Lebak Tito menuturkan, warga Suku Badui yang menjadi korban kebakaran memiliki tali persaudaraan yang sangat kuat.

"Sehari pascakebakaran mereka langsung mendirikan tempat tinggal sementara beratapkan terpal (bantuan BPBD Lebak). Cara kerjanya cepet dalam sehari bisa selesai karena dikerjakan secara bergotong-royong," katanya.

Tito mengatakan, tempat tinggal sementara pertama kali dibangun untuk warga sudah berusia lanjut dan anak-anak. Setelah itu selesai mereka membangun untuk tempat tinggalnya masing-masing. "Semua huntara sama beratapkan terpal dengan penyangga dari kayu dan bambu. Karena memang rumah mereka tempati tidak boleh pakai besi," katanya.

Huntara yang dibangun mirip dengan tenda pengungsian BPBD. Bedanya tenda BPBD semua penyangganya dari besi. "Warga Badui memilih tidak tinggal di tenda berpenyangga besi, tetapi di rumah tetangganya. Tapi ada juga beberapa warga tidur di situ yang kebetulan mendapat tugas menjaga logistik, kalau yang lainnya tinggal di tendanya masing-masing," katanya. (purnama)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler