jpnn.com - JAKARTA - Komisaris Jenderal Tito Karnavian akan dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Kepolisian menggantikan Jenderal Badrodin Haiti, Rabu (13/7) pukul 14.00 di Istana Negara.
Tito memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang sudah menantinya. Baik program dan kegiataan yang belum selesai saat Haiti menjabat, maupun PR lainnya.
BACA JUGA: Peduli Pelepasliaran Orangutan Di Kaltim, BCA Berikan Donasi
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Muradi mengatakan, PR dan tantangan itu meliputi penataan internal, pemberantasan terorisme, penindakan kelompok aksi intoleran dan antipancasila. Kemudian, implementasi 'pemolisian' masyarakat serta hubungan polisi dan publik, hingga pengawasan kinerja efektif kepolisian.
Muradi mengatakan, sebagai Kapolri baru Tito harus mampu menata kelola internal dalam ruang gerak yang sama.
Menurutnya, hal itu untuk memastikan terselenggaranya pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) dan keamanan dalam negeri (Kamdagri) serta pelayanan publik bidang kepolisian yang prima.
BACA JUGA: Hadir Di Acara FAO, Ini Yang Disampaikan Menteri Susi
Hal ini berkaitan dengan tata kelola pendidikan dan pelatihan, penyebaran SDM yang efektif. Termasuk di dalamnya kenaikan pangkat dan promosi yang tidak hanya memerhatikan kedekatan dengan pimpinan dan tour of duty. "Tapi juga rekam jejak yang baik," kata Muradi, Rabu (13/7).
Pemberantasan terorisme harus tetap menjadi perhatian Kapolri baru. Selain karena jaringan Santoso belum sepenuhnya tertangkap, Kapolri juga dihadapkan menguatnya jejaring dalam bentuk dan karakteristik baru. Misalnya kelompok Katibah Nusantara (KN) yang jejaringnya lebih massif dari jaringan Santoso.
BACA JUGA: Hingga H+6, Kendaraan Yang Melintas Di Cipali Masih Tinggi
"Akan baik jika setelah Santoso tertangkap atau terbunuh, maka bidikan berikutnya adalah menghajar kelompok KN yang juga telah berbaiat ke ISIS," katanya.
Penertiban kelompok intoleran dan anti Pancasila juga menjadi tantangan dan pekerjaan rumah Kapolri baru. Sejauh ini surat edaran Kapolri terkait ujaran kebencian, dianggap belum cukup efektif menggerakan pimpinan Polri di level kabupaten, kota, provinsi menindak perilaku kelompok intoleran dan anti Pancasila tersebut.
"Kapolri baru harus bisa menegaskan bahwa kelompok-kelompok intoleran dan anti Pancasila tersebut telah membuat stabilitas Kamdagri terganggu sehingga secara efektif harus ditertibkan," ungkapnya.
Keempat, implementasi pemolisian masyarakat dan pola hubungan antara polisi-publik akan sangat memengaruhi arah gerak keberhasilan Kapolri baru ini. Tito harus mengefektifkan program polmas agar terbangun hubungan yang baik antara polisi dan publik. "Sejauh ini program tersebut tidak berjalan efektif dan massif," katanya.
Padahal dalam konteks kepolisian modern, polmas serta pola hubungan antara polisi dan publik akan memberikan pondasi keberhasilan bagi program-program kepolisian.
Salah satu yang mungkin patut dicoba adalah pengefektifan pemasangan CCTV terintegrasi dengan publik dan pemerintah daerah. "Karena ada pendekatan partisipatif antara Polri, Pemda dan warga," jelasnya.
Kelima adalah mekanisme pengawasan kinerja Polri. Pada titik ini Tito bisa menegaskan mekanisme internal atas kinerja kepolisian bisa diefektifkan. Hal ini berbasis pada keyakinan bahwa kinerja Polri akan baik dan terawasi secara efektif manakala internal Polrinya lebih responsif atas kemungkinan kinerja yang tidak cukup baik di mata publik. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rapimnas di Depan Mata, SK Golkar Belum Terbit Juga
Redaktur : Tim Redaksi