Lima Peristiwa Politik 2019, DPR Tanpa Fahri Hamzah Hingga Fadli Zon Tidak Lagi Wakil Ketua

Selasa, 24 Desember 2019 – 18:58 WIB
Fahri Hamzah. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah peristiwa politik mewarnai perpolitikan Indonesia sepanjang 2019. Mulai dari Fadli Zon yang tidak ditunjuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lagi, Fahri Hamzah yang tak mencalonkan diri sebagai legislator, La Nyalla Mahmud Mattaliti terpilih menjadi ketua DPD, serta Firli Bahuri yang dipilih menjadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ada pula proses DPR dalam memberikan persetujuan permohonan pertimbangan pemberian amnesti untuk mantan guru honorer Baiq Nuril Maknun oleh Presiden Joko Widodo. 

BACA JUGA: UAS Bercerai, Fahri Hamzah Bikin Twit Begini

Berikut catatan jpnn.com:

 

BACA JUGA: Respons Fahri Hamzah Terkait Sikap Presiden Soal Kilang Minyak dan Impor

1. Fadli Zon tidak Lagi Menjadi Wakil Ketua DPR
 

Fadli Zon harus melepaskan jabatan wakil ketua DPR yang telah dijalaninya selama lima tahun atau 2014-2019. Prabowo Subianto resmi menunjuk Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menggantikan Fadli Zon. Sufmi kemudian menjadi wakil ketua DPR periode 2019-2024 dari Partai Gerindra. Kabar penunjukan Sufmi Dasco menggantikan Fadli itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani.

BACA JUGA: Fadli Zon: Integritas Sebagai Kunci Pemberantasan Korupsi

"Pak Prabowo menyampaikan terima kasih atas sukses yang dilakukan Pak Fadli selama menjalankan tugas kepemimpinan sebagai wakil ketua DPR," ujar Muzani kepada wartawan sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Senin (30/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dia menegaskan Prabowo memberikan tugas baru di bidang lain kepada Fadli Zon. Soal alasan memilih Dasco, Muzani mengungkap karena senioritas.

"Pak Dasco merupakan pendiri partai, wakil ketua umum," jelas Muzani. 

Selain DPR, Prabowo juga memutuskan menunjuk Muzani di posisi pimpinan MPR.

Ditemui usai Rapat Paripurna DPR 2014-2019 yang terakhir, Senin (30/9), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Fadli mengatakan tidak akan pergi ke mana pun.

"Ya di DPR inilah, stand by saja," ungkap Fadli sembari tersenyum. Pria berkacamata itu menjawab diplomatis saat ditanya apakah pergantian itu karena dirinya selama ini terlalu vokal dan mengkritik pemerintah.

Menurutnya, pergantian ini lebih berdasarkan kebutuhan. "Saya  kira lebih pada kebutuhan, mungkin setiap periode kebutuhannya berbeda," jelasnya.

Ia berjanji akan tetap vokal meski tidak lagi duduk di posisi wakil ketua DPR. "Iya dong, masa membela kepentingan rakyat tidak vokal," tegasnya.

Saat ini Fadli duduk di Komisi I DPR. Dia juga didaulat sebagai ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR. Fadli juga tidak ditunjuk sebagai juru bicara khusus Partai Gerindra oleh Prabowo. Yang ditunjuk adalah Muzani, Sufmi Dasco dan Sugiono (Waketum Gerindra), Habiburrokhman dan Riza Patria (Ketua DPP Gerindra).

Kendati demikian, Fadli tak kecewa. Ia justru menegaskan dirinya adalah juru bicara rakyat.

"Saya juru bicara rakyat. Bertahun-tahu  jadi juru bicara Pak Prabowo, lalu juru bicara partai, dan sekarang saya juru bicara rakyat," kata Fadli kepada wartawan, Jumat 6 Desember 2019.

2. Fahri Hamzah tidak Jadi Dewan Lagi

Lain Fadli lain Fahri. Kalau Fadli tidak menjadi wakil ketua DPR, tetapi tetap sebagai anggota parlemen, Fahri Hamzah tidak demikian. Dia tidak kedua-duanya. Tidak menjadi anggota DPR. Tentu tidak juga menjabat wakil ketua DPR. Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu memang sebelum Pemilu 2019 memutuskan tidak mencalonkan diri lagi menjadi anggota legislatif. Salah satunya karena konflik berkepanjangan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Nama saya sudah tidak ada di daftar caleg PKS, tetapi saya tidak peduli soal itu," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 26 Januari 2018.

Fahri ogah pindah partai. Dia memastikan tidak akan menerima pinangan partai lain. Menurut dia, sudah banyak partai politik menawarinya untuk bergabung seperti Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura.

Dia juga ogah menjadi calon anggota DPD. "Aku memilih setia, tidak ada niat. Saya seperti ini saja," ungkap Fahri. "Saya memang begini orangnya, bertahan saja," tambahnya.

Fahri menjadi wakil rakyat selama tiga periode sejak 2004. Dia pernah menjabat wakil ketua Komisi III DPR. Pernah pula di Komisi VI DPR dan Badan Kehormatan (BK) DPR.  Senin 30 September 2019 merupakan hari terakhir Fahri menjabat. Pasalnya, dia tidak lagi dilantik bersama ratusan anggota DPR lain pada 1 Oktober 2019.

Ia membuat semacam perpisahan dengan meluncurkan buku berjudul Daulat Rakyat dan Arah Baru Pemberantasan Korupsi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9). "Memang  penting untuk sekadar duduk dan merayakan perpisahan karena saya bukan saja tidak menjadi wakil ketua DPR, tetapi tidak menjadi anggota karena saya tidak mencalonkan diri kembali," ujar Fahri.

Mantan wakil sekjen PKS itu sudah menginventarisasi barang pribadi dan milik negara yang ada di ruang kerjanya. Dia sudah mencatat semuanya. "Senin malam kami kembalikan semua  barang. Saya agak rapi soal ini," tutur mantan presiden Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) itu.

Fahri diketahui mendirikan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia bersama koleganya, mantan Presiden PKS Anis Matta.

Struktur inti kepengurusan Partai Gelora Indonesia secara resmi rampung disusun, Minggu 10 November 2019. Anis Matta menjabat ketua umum. Fahri  wakil ketua umum. "Tanggal 10 (November) hari ini tadi sudah selesai diumumkan bahwa ketua umum kami adalah Pak Anis. Saya wakil ketua umum, sekjennya Pak Mahfud Sidiq, bendahara umumnya Pak Ahmad Riyadi. Kami berempat ini memang pernah menjadi anggota DPR," kata Fahri, Minggu (10/11).

3. Amnesti Baiq Nuril

Kasus Baiq Nuril Maknun sempat menghebohkan publik pertengahan 2019. Mantan guru honorer di salah satu SMA di Mataram, NTB, itu divonis Mahkamah Agung bersalah dalam pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. MA menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Nuril. PK ini memperkuat putusan kasasi MA pada 26 September 2018 yang menghukum Nuril enam bulan penjara, denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan. Nuril dianggap bersalah karena merekam percakapan oknum kepala sekolah di Mataram. Dia dijerat dijerat Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU 11 Nomor 2018 tentang ITE.

Nuril meminta amnesti kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Presiden pun mengirim surat kepada DPR untuk meminta pertimbangan atas amnesti yang diajukan Nuril.

Pimpinan DPR meminta Komisi III DPR membahas permintaan presiden tersebut. Komisi yang membidangi hukum itu menggelar rapat. Mengundang Nuril, maupun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly.

Dalam perjuangannya, Nuril beberapa kali mengikuti rapat di Komisi III DPR. Perjuangan Nuril mendapatkan amnesti berbuah manis. Komisi III DPR memberikan pertimbangan menyetujui pemberian amnesti dari Presiden Jokowi kepadanya dalam rapat pleno, 24 Juli 2019.

Putusan diambil secara aklamasi dari sepuluh fraksi yang ada di parlemen. Dalam pengambilan keputusan, dihadiri enam fraksi. Hasil rapat pleno komisi yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan itu akan dibawa dalam Rapat Badan Musyawarah (Bamus), Rabu (24/7) malam untuk diagendakan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (25/7).

Baiq Nuril yang mendengar langsung pembacaan keputusan rapat oleh Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin tidak dapat menyembunyikan kesedihan dan rasa harunya. Saat Aziz menyatakan Komisi III DPR memberikan pertimbangan menyetujui pemberian amnesti, Nuril tertunduk dan menangis haru

Nuril hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepadanya. “Alhamdulillah, alhamdulillah. Saya hanya bisa bilang terima kasih, terima kasih, terima kasih. Mungkin tunggu besok ya, 25 Juli untuk pembacaan di sidang paripurna. Mudah-mudahan, alhamdulillah,” katanya di gedung DPR, Jakarta.

Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi putusan tersebut. Rieke tidak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungan seluruh rakyat Indonesia maupun Presiden Jokowi. “Terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, terima kasih kepada Presiden Joko Widodo, yang gigih hingga berkirim surat kepada kami di DPR,” ujar Rieke di gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/7).

Menteri Yasonna menyatakan bahwa Nuril dijerat Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE. Pengadilan Negeri (PN) Mataram, NTB membebaskan Nuril dari segala tuntutan pada 2017. Jaksa melakukan kasasi di MA  atas putusan PN Mataram tersebut. MA menerima kasasi jaksa, dan menghukum Nuril pidana enam bulan penjara, denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan. Putusan kasasi itu memantik gerakan penolakan dari masyarakat nasional dan internasional. Antara lain adanya #saveibunuril dan koin untuk Nuril. Akhirnya, Nuril pun mengambil langkah hukum mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Sayangnya, PK itu ditolak MA sehingga memperkuat putusan kasasi sebelumnya.

“Dengan tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh setelah proses pengadilan, Saudari Baiq Nuril Maknun mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden RI,” kata Yasonna dalam rapat.

Menurut Yasonna, mengingat kasus ini menjadi perhatian masyarakat nasional dan internasional, dan setelah pemerintah mendapatkan masukan dari para penggiat pembangunan hukum, praktisi dan akademisi memandang perlu meneruskan permohonan amnesti Nuril untuk mendapatkan pertimbangan DPR.

Yasonna menjelaskan, amnesti secara etimologi berasal dari amnestia yang berarti lupa, atau amnestos yang berarti melupakan. Menurut dia, dalam terminologi hukum pidana amnesti mengandung makna suatu kekuasaan atau kewenangan melepaskan seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dari sanksi hukum atas suatu tindak pidana tertentu. “Dan akibat dari tindak pidana itu dihapuskan,” tegasnya.

Nah, lanjut dia, secara konstitusional amnesti bisa diberikan oleh presiden selaku kepala negara berdasarkan Pasal 14 Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945.  Menurut dia, pasal ini merupakan satu-satunya instrumen hukum yang berlaku untuk pemberian amnesti sebab UUD Sementara 1950 tidak bisa diterapkan lagi.

Dia menambahkan, mekanisme pengajuan amnesti berdasar Undang-Undang Darurat RI Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi yang mengacu Pasal 107 UUDS 1950 berbeda dengan Pasal 14 Ayat 2 UUD NRI 1945.  Mekanisme pertama itu adalah amnesti diberikan setelah presiden meminta pertimbangan MA. Sementara, mekanisme yang diatur Pasal 14 Ayat 2 UUD NRI 1945, amnesti diberikan setelah presiden meminta pertimbangan ke DPR.

Yasonna tidak menampik bahwa dalam proses permintaan amnesti untuk Baiq Nuril, ini masih terdapat berbagai pandangan klasik. Dia mencontohkan, pandangan bahwa amnesti hanya diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan melawan hukum terkait persoalan politik. Namun, lanjut Yasonna, berdasar dua kali focus group discussion (FGD) yang dilakukan bersama para penggiat hukum, praktisi dan akademisi menyimpulkan amnesti dapat diberikan kepada orang perseorangan yang mengalami permasalahan hukum seperti Nuril. “Hal ini secara nyata dikuatkan dalam memori  pembahasan amandemen pertama UUD 1945 yang melahirkan Pasal 14 Ayat 2, yang tidak ditemukan kalimat tersurat atau dapat dimaknai amnesti hanya diberikan pada mereka yang terkait permasalahan politik,” ujar Yasonna.

Sejalan dengan itu, lanjut Yasonna, dalam mendudukkan hukum secara responsif, maka persoalan politik juga tidak bisa dilihat sebagai permasalahan hukum karena perbedaan politik, tetapi tapi harus lebih luas dalam konteks pembangunan termasuk kebijakan pembangunan hukum. Menurut dia, program Nawacita Presiden Jokowi berkehendak menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga dengan prioritas antara lain peningkatan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan. “Sebagaimana yang kita saksikan bersama bahwa kasus yang dialami Baiq Nuril Maknun telah menimbulkan simpati dan solidaritas yang luas di masyarakat baik nasional maupun internasional,” jelas Yasonna.

Dia menambahkan, pada intinya masyarakat nasional dan internasional berpandangan bahwa pemidanaan Baiq merupakan upaya kriminalisasi dan bertentangan dengan rasa keadilan. Padahal,  kata dia, sesungguhnya perbuatan yang dilakukan Nuril semata-mata melindungi kehormatan dan harkat martabat sebagai seorang perempuan, ibu dan istri. “Dengan demikian maka langkah pemerintah untuk pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknun merupakan suatu bentuk pelaksanaan butir Nawacita Presiden Joko Widodo dalam melindungi perempuan dari tindak kekerasan,” kata Yasonna.

Akhirnya, Rapat Paripurna DPR, Kamis (25/7) permintaan pertimbangan Presiden Jokowi terkait permohonan amnesti Nuril.

Sepuluh fraksi aklamasi menyetujui surat presiden bernomor R28/Pres/7/2019 tentang Permintaan Pertimbangan Amnesti.  Dalam laporannya di Rapat Paripurna DPR, Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik mengatakan Nuril merupakan korban kekerasan verbal. Menurutnya, apa yang dilakukan Nuril adalah upaya melindungi diri dari kekerasan psikologis dan seksual sebagai diatur dalam Pasal 28B Ayat 2 UUD NRI 1945.

4.  Firli Bahuri jadi Ketua KPK

Firli Bahuri, yang saat itu masih menjabat Kapolda Sumatera Selatan dan berpangkat Inspektur Jenderal, terpilih menjadi komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023. Selain Firli, ada empat nama lain yang terpilih yakni Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata. Tak tanggung-tanggung dalam pemilihan komisioner KPK di Komisi III DPR, Jumat (13/9) dini hari, semua pimpinan dan anggota komisi yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan itu memilih Firli.

Dia mengantongi 56 suara lewat voting. Persis jumlah pimpinan dan anggota Komisi III DPR yang hadir. Pemilihan lima pimpinan dilakukan dengan cara voting oleh 56 anggota serta pimpinan Komisi III DPR yang hadir. Sebelum pemilihan, 10 calon hasil seleksi Pansel Capim KPK diuji kepatutan dan kelayakan. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya terpilihlah lima nama pimpinan lembaga antikorupsi jilid keempat itu. Nawawi meraih 50 suara, Lili 44 suara, Ghufron 51 suara, Alexander 53 suara dan Firli 56 suara.

Kemudian Luthfi Jayadi Kurniawan 7 suara, Sigit Danang Joyo 19, Roby Arya B, I Nyoman Wara, Johanis Tanak tidak mendapatkan suara. Kejutan terjadi dalam pemilihan ketua KPK oleh Komisi III DPR, Jumat (13/9) dini hari itu. Irjen Firli Bahuri akhirnya dipilih secara aklamasi sebagai ketua KPK periode 2019-2023. Penentuan Firli itu dilakukan setelah para kapoksi dan perwakilan fraksi di Komisi III DPR menggelar rapat.

"Dihadiri kapoksi dan perwakilan fraksi-fraksi menyepakati menjabat ketua KPK adalah pertama Firli Bahuri. Bisa disepakati?" kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin.

Semua anggota komisi yang membidangi hukum itu setuju. Sementara, wakil ketua KPK dijabat oleh Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron. Penentuan Firli sebagai ketua KPK tidak ada penolakan dari para anggota komisi yang membidangi hukum itu.

Pada 21 Desember 2019, Firli Cs dilantik Presiden Joko Widodo. Pelantikan itu bersamaan dengan dilantiknya lima Dewan Pengawas KPK. Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean (ketua merangkap anggota), dan Syamsudin Haris, Albertina Ho, Harjono, dan Artidjo Alkostar.

Saat ini, Firli selain ketua KPK juga merupakan jenderal aktif Polri. Pada November 2019, dia diangkat sebagai kepala Baharkam Polri. Pangkat Firli naik satu tingkat menjadi Komisaria Jenderal (Komjen) atau bintang tiga. Jelang pelantikan atau 6 Desember 201, Firli dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri.  Firli Bahuri lahit di Ogan Komering Ulu, Sumsel, 8 November 1963. Dia pernah bertugas sebagai Deputi Penindakan KPK.

5. La Nyalla Ketua DPD RI

Senator dari Jawa Timur La Nyalla Mahmud Mattalitti akhirnya terpilih menjadi ketua DPD 2019-2024. Nyallah mengalahkan tiga senator lain, Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan Bactiar Najamuddin dalam voting yang memperebutkan 134 suara pada Sidang Paripurna DPD 1 Oktober 2019.

Perolehan suara Nono dan La Nyalla saling kejar-kejaran. Kedua calon saling mengumpulkan suara. Keduanya sempat dibayang-bayangi oleh perolehan suara Sultan dan Mahyudin.

Pimpinan sementara Jialyka Maharani lantas membacakan hasil penghitungan suara. 

"Diperoleh hasil suara terbanyak pertama La Nyalla Mahmud Mattalitti dengan 40 suara," kata Jialyka dari meja pimpinan.

Nono meraih posisi kedua dengan 40 suara, Mahyudin di tempat ketiga meraih 28 suara, serta di posisi empat Sultan 18 suara. Satu suara abstainm "Jadi, total 134 suara," ungkap Jialyka.

Sabam Sirait mempertegss La Nyalla terpilih sebagai ketua DPD 2019-2024. "Yang terpilih dengan persetujuan sidang paripurna La Nyalla Mattalitti," kata Sabam.

Sementara, Wakil Ketua I DPD adalah Nono Sampono. Wakil Ketua II DPD Mahyudin. Wakil Ketua III DPD Sultan Bactiar.

Ketua dan wakil ketua DPD lansung  dilantik pada malam itu juga.

La Nyalla saat menyampaikan visi misinya meminta izin untuk memperlihatkan film dari video yang diputar di sidang. "Bapak ibu yang saya hormati jika saya dipercaya memimpin DPD RI, saya memiliki skala prioritas program jangka pendek menyangkut kepentingan anggota DPD RI yang akan saya perjuangkan," kata mantan ketua umum PSSI itu.

Nyalla memberikan beberapa catatan penting untuk DPD. Pertama, Nyalla menegaskan sejak DPD pertama kali berdiri hingga saat ini, hanya ada empat kantor di daerah. Yakni Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Nyalla akan membangun lagi kantor DPD di daerah. "Ini harus diteruskan. Saya akan berkoordinasi dengan beberapa gubernur.  Itu sudah disiapkan tanahnya sebagai hibah dsri pemda," ujar Nyalla.

Karena itu, Nyalla menegaskan, banyak anggota DPD dari daerah yang tidak memiliki rumah di Jakarta. Sementara, kata dia, anggota DPR disediakan rumah dinas. "Saya akan berbicara dengan menteri keuangan agar ada skema bantuan bagi anggota DPD," katanya.

Ketiga, Nyalla mengaku akan menghidupkan kembali kausus perempuan yang pernah ada. "Saya terus terang melihat banyak perempuan, tetapi yang dilantik tadi semuanya laki-laki. Miris buat saya," jelasnya.

Keempat, kata Nyalla, kunjungan kerja anggota DPD untuk keluar negeri harus dibiayai dengan sistem lumpsum, bukan at cost. "Anggota DPD yang bertugas di luar negeri harus mendapat fasilitas untuk membawa staf seperti yang terjadi di DPR RI," jelasnya.

Kelima, kata dia, dukungan tenaga ahli bagi anggota DPD selama ini hanya tiga staf. Padahal, ujar Nyalla, dapil DPD itu terdiri dari satu provinsi. "Menurut saya seharusnya ditunjuk minimal lima orang staf," papar Nyalla.

Lebih jauh Nyalla menegaskan dirinya percaya bahwa jabatan dan apa pun yang terjadi dalam diri seseorang adalah takdir  yang sudah ditetapkan. "Jika saya tidak mampu menjaga amanat insyaallah saya tidak terpilih, sebaliknya jika saya bertekad dan berikhtiar insyaallah takdir akan datang melalui hati nurani anggota, bapak ibu sekalian," pungkas Nyalla.

Sisi lain La Nyalla memerintahkan senator untuk mengangkat persoalan daerah ke tingkat nasional. Nyalla menjelaskan, DPD lahir dari konsensus politik nasional untuk memperkuat fungsi perwakilan daerah di tingkat nasional, di samping perwakilan politik DPR . Gagasan dasar pembentukan DPD adalah menjembatani kepentingan daerah dengan kebijakan nasional, sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam pengambilan keputusan politik yang berkaitan langsung dengan daerah.

"Karena itu saya menekankan kepada seluruh Senator untuk mengangkat persoalan daerah ke tingkat nasional. Bukan sebaliknya, membawa isu nasional ke daerah," kata Nyalla. saat membuka Press Gathering DPD bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/11). (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler