Lima Poin Penting Hal Teknis Hukuman Kebiri

Jumat, 27 Mei 2016 – 09:44 WIB
Sejumlah aktifis perempuan menentang segala bentuk kejahatan seksual. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur tambahan hukuman pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Dalam waktu dekat, aturan turunan soal teknis hukuman kebiri dan lainnya pun siap digodog. Bahkan, sudah ada sedikit gambaran soal penerapan hukuman kebiri nanti. 

BACA JUGA: Polisi dari Sejumlah Negara Terkagum-kagum Kemampuan Polri

Berikut beberapa poin penting seperti disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Sujatmiko.

Pertama, hukuman kebiri diberikan melalui suntikan. Dalam satu kali suntik, efeknya bisa muncul sampai tiga bulan. 

BACA JUGA: Ah, Kebiri Itu Bukan Hukuman Berat, Mirip Suntik KB

Oleh karenanya, penerima hukuman wajib datang untuk disuntik kembali. Lamanya, sesuai dengan vonis hakim saat vonis hukuman pokoknya. Dalam perpu sendiri disebutkan bila hukuman ini diberikan tidak permanen, maksimal hanya dua tahun. 

Kedua, hukuman kebiri bukan berarti memotong alat vital pelaku ya. “Di sini kami masih memperhatikan hak asasi manusia.  Tidak permanen. Teknisnya akan dijabarkan dalam PP,” tutur Sujatmiko pada pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, kemarin (26/5). 

BACA JUGA: Dibuka Jokowi, Rakernas PAN Bakal Kritisi Perpu Kebiri

Ketiga, sebelum eksekusi nanti, pelaku dipastikan mendapat pendampingan. Tugas pendamping adalah untuk memberikan pengawasan dan pendampingan terkait dampak suntik kebiri ini. Sehingga dampak negatif bisa diminimalisir. Ada ahli jiwa dan kesehatan yang akan ditugaskan melakukan hal tersebut. 

Keempat, kebiri dibarengi dengan rehabilitasi juga. “Jangan sampai suntikan kimia nanti menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya,” ungkapnya. 

Meski garis besar teknis tambahan hukuman ini sudah jelas, namun masalah eksekutor hingga kini masih belum clear.

Dalam perpu sendiri, hanya disebutkan bahwa pelaksana dilakukan dengan pengawasan kementerian terkait, yakni kementerian bidang hukum, sosial dan kesehatan. 

Sujatmiko sendiri pun masih belum dapat memberikan jawaban pasti. Dia mengatakan, hal ini akan diputuskan dalam perumusan aturan turunan dari Perpu perubahan kedua atas undang-undang 23/2002 tentang perlindungan anak. 

”Yang jelas tenaga profesional medis. Nanti kita putuskan,” tutur mantan duta besar Indonesia untuk Sudan itu. Disadari olehnya, masih ada pro kontra dari tenaga medis terkait hal ini. Masalah kode etik dan kekhawatiran soal adanya tuntutan hukum atas tindakan tersebut jadi latar belakang utama. 

Karenanya, dalam PP nanti, payung hukum juga disiapkan untuk memberikan perlindungan. ”Kita pikirkan tentu saja. Bagaimana nanti jalan terbaiknya untuk menghindari hal tersebut (tuntutan hukum, red),” sambungnya. 

Kelima, Untuk memastikan pelaku tak mengulangi perbuatannya, mereka akan dipasang alat deteksi elektronik berupa chip. Ada dua opsi untuk alat deteksi ini. Pertama ditanam dan kedua dipasang pada gelang yang wajib dipakai. (mia/byu/idr/lum/dyn/bay/sam/jpnn)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buka Pelatihan Kepala Daerah, Ini Pesan Luhut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler