jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena meluncurkan link atau tautan untuk membeli 100 buku yang mewarnai sejarah dan budaya Indonesia sejak era kolonial hingga era saat ini.
100 buku fiksi dan non-fiksi tersebut sebelumnya dipilih melalui kriteria, survei dan penilaian para ahli pada akhir 2021 lalu.
BACA JUGA: Sejalan dengan Program Pemerintah, BTN Bidik Potensi KPR Subsidi 200 Ribu Mitra Gojek
Di antara 100 buku yang dipilih tersebut terdapat buku "Di bawah Bendera Revolusi" (1959) karya Bung Karno, "Renungan Indonesia" (1947) karya Sutan Sjahrir, dan "Demokrasi Kita" (1963) karya Bung Hatta.
Selain itu, ada juga buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" (1922) karya RA Kartini, "Siti Nurbaya" (1922) karya Marah Roesli, "Layar Terkembang" (1936) karya Sutan Takdir Alisjahbana, "Azab dan Sengsara" (1920) karya Merari Siregar dan "Perburuan" (1950) karya Pramoedya Ananta Toer.
BACA JUGA: Lewat Cara Ini Srikandi Ganjar Jatim Gali Potensi Milenial Perempuan di Pasuruan
“Itulah contoh buku fiksi dan non-fiksi yang memengaruhi batin, sejarah dan budaya Indonesia," ujar Ketua Umum Satupena Denny JA.
Dia menjelaskan bangsa yang besar dilahirkan oleh buku-buku besar. Bangsa yang besar juga melahirkan buku-buku besar.
BACA JUGA: Climate Reality Indonesia Merilis Buku Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi
"Tapi bagaimanakah cara mengakses dan membaca kembali buku-buku itu? Bagaimana cara kita dapat membaca kembali, misalnya, buku karya Bung Karno 'Di bawah Revolusi?' Atau buku Takdir Alisjahbana, 'Layar Terkembang?'," sambungnya.
Semula, Satupena berniat untuk menerbitkan 100 buku itu kembali. Namun ada kerumitan terutama soal copyright.
Di samping itu, banyak pula input dari pecinta buku yang menyatakan bahwa lebih baik mendayagunakan penerbitan yang sudah ada, dan toko online yang menjual buku-buku tersebut.
100 buku tersebut bisa dibeli dengan link yang tertera di situs resmi Satupena, yakni: https://www.satupena.org/daftar-100-buku-bernilai-sejarah-dan-budaya-indonesia-sejak-era-kolonial/
Lebih lanjut Denny JA menjelaskan dalam penentuan 100 buku tersebut, Satupena menetapkan beberapa prosedur yakni, 100 buku itu dipilih oleh forum penulis.
Untuk kategori non-fiksi, tim ahli terdiri dari Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Manuel Kaisiepo. Sementara itu, untuk kategori fiksi, tim ahli terdiri dari Nia Samsihono dan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti.
Sesuai usulan yang masuk, pilihan dipadatkan dan diperkaya menjadi 100 judul buku.
Tim ahli pun diberikan wewenang mengusulkan buku lain, termasuk menambah, mengurangi dari daftar itu agar lebih mendekati kriteria.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada