jpnn.com - JPNN.COM – Manajemen Lion Air sangat menyayangkan adanya peristiwa ketidakselarasan hubungan antara manajemen dan beberapa oknum pilot. Hal itu disampaikan oleh Head of Corporate Lawyer Lion Air Group Harris Arthur Hedar.
Menurut Harris, sebagai perusahaan yang terdaftar di Indonesia, Lion air pasti mengadopsi dan menjalankan Peraturan Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
BACA JUGA: Ketum PKB: Full Day School Itu Sangat Tidak Efektif
Menurut Harris, perjanjian ikatan dinas penerbang di Lion Air juga tidak lepas dari pemahaman Undang-Undang. Termasuk isi dari perjanjian tersebut.
Dia melanjutkan, perjanjian ikatan dinas penerbang adalah kesepakatan kedua belah pihak. Yakni antara pilot dan perusahaan. Dalam perjanjian tersebut telah diatur hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
BACA JUGA: Mabes Polri Ungkap Peran Penting Teroris yang Ditangkap di Batam
Adapun yang diatur dalam perjanjian tersebut antara lain adalah, jangka waktu kerja dan ganti rugi terkait investasi pendidikan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Sehingga tidak mungkin adanya unsur paksaan pada saat penandatanganan kontrak tersebut.
“Tindakan indisipliner yang menyebabkan puluhan ribu penumpang terlantar merupakan tindakan yang melanggar peraturan perusahaan yang diadopsi dari UU dan Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang,” ujar Harris.
BACA JUGA: Menteri Archandra: Lebih Baik Pelan Sedikit, tapi Hasilnya Baik
Seperti diketahui, permasalahan ini bermula saat beberapa oknum penerbang Lion Air yang pada tanggal 9 Mei 2016 terbang ke daerah luar Jakarta dan pada keesokan harinya menolak secara mendadak untuk menerbangkan pesawat yang telah dijadwalkan.
Mereka diduga melakukan sabotase massal dengan menelantarkan puluhan ribu penumpang. Akibatnya perusahaan merasa dirugikan.
“Hal ini diyakini sebagai sebuah aksi kesengajaan dengan mengorbankan nama perusahaan dan yang terpenting mengorbankan para penumpang kami yang telah siap berangkat ke tujuannya masing–masing pada saat itu,” ujarnya.
Harris mengatakan, jika ada kebijakan atau tindakan dari perusahaan yang tidak sesuai dengan hak–hak para penerbang seharusnya menyampaikannya secara kekeluargaan, tentram, dan penuh dengan musyawarah.
Namun pada kenyataannya, kesewenangan aksi menunda terbang tanpa pemberitahuan dengan alasan kondisi emosi dan psikis pilot sedang terganggu, diyakini sebuah agenda dengan motif untuk menjatuhkan kredibilitas perusahaannya.
Harris menambahkan bahwa beberapa pilot yang pada saat itu ikut melakukan aksi menolak untuk terbang, langsung menemui pihak manajemen pada keesokan harinya untuk meminta maaf dan mengaku bersalah karena telah dihasut oleh pilot lainnya.
Setelah diberikan pembinaan oleh manajemen maka saat ini mereka telah kembali terbang.
“Namun hingga kini masih ada beberapa pilot yang Perjanjian Ikatan Dinas Penerbangnya kami akhiri karena tidak melaksanakan kewajibannya yang telah disepakati. Antara lain melakukan aksi menolak untuk terbang dan melakukan penghasutan kepada para pilot lainnya,” ujarnya. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Resmikan Monumen Pendiri APDN Ir Soekarno
Redaktur : Tim Redaksi