Agustus lalu, spesialis kecantikan dan influencer dr Richard Lee berhasil meraup keuntungan sebesar Rp8M dalam waktu kurang dari tiga jam.
"Target cuma dua miliar dalam waktu dua setengah jam dapat delapan miliar rupiah!" ujar dr Richard dalam video di akun Shope Indonesia.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Gerbang Bersejarah di Jerman Disemprot Cat Oranye
Namun ini tidak menjadi yang terakhir kali.
Selang sebulan setelahnya, dr Richard berhasil meraup omzet Rp5,5M dalam waktu satu setengah jam saat menjual produk perawatan kulit.
BACA JUGA: Dinilai Bikin TikTok Untuk Menyindir Venna Melinda, Ferry Irawan Jawab Begini
"Tentunya mengejutkan sekali. Enggak nyangka juga," ujarnya ketika diwawancara Natasya Salim dari ABC Indonesia.
"Bahkan ada beberapa toko besar sekalipun omzetnya [harus menunghgu] satu bulan. Sedangkan kita bisa mendapatkan dalam waktu beberapa jam."
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Ginjal Babi Berfungsi pada Otak Manusia yang Sudah Mati
Fenomena 'live shopping' memang sedang ramai di Indonesia apalagi setelah melihat bukti para selebritis mampu mendapat omzet besar dalam waktu sekian jam saja.
Namun Pemerintah Indonesia berencana untuk menerapkan aturan ketat terhadap 'live shopping', dengan kekhawatiran dirugikannya para pedagang offline.
'Live shopping' terjadi ketika seseorang menjual produk dalam video yang disiarkan secara langsung di media sosial atau aplikasi platform belanja.
Selama berlangsung, pembeli dapat berkomunikasi dengan pembeli melalui fitur chat dan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan mereka.
Ketika mendapatkan omzet Rp8,8M, dr Richard menggunakan Shopee Live, platform streaming di Shopee App.
Ia mengatakan persiapannya untuk menjual produk melalui siaran langsung "sangatlah mudah", karena hanya membutuhkan dua atau tiga orang untuk mulai berjualan.
"Kemudahannya adalah kita juga tidak memerlukan tempat. Jadi kita benar-benar di rumah aja, modal handphone sudah bisa jualan," katanya.'Karena dia offer promo dan lumayan jadi saya ikutan beli saja'
Menurut perusahaan survei Populix, Shopee Live adalah platform paling populer yang digunakan warga Indonesia untuk belanja melalui streaming, disusul TikTok Live.
Survei Populix lainnya terhadap konsumen Indonesia yang diterbitkan pada bulan Mei menemukan bahwa 800 dari 1000 konsumen pernah mencoba berbelanja di media sosial, dan TikTok Shop adalah situs belanja media sosial paling populer.
'Live shopping' menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia karena pertumbuhan internet yang pesat, ditambah dengan terus bertumbuhnya populasi generasi milenial dan Gen Z.
Avi yang bekerja di perusahaan e-commerce Indonesia bernama Tokopedia kerap berbelanja secara impulsif di TikTok Live.
Ia meminta namanya disamarkan ini karena TikTok Shop adalah saingan perusahaannya.
"Behaviour saya ketika belanja di TikTok itu bukan ketika memang ada yang dibutuhkan terus saya cari di TikTok, tapi memang saya kan suka scrolling TikTok saja, dan ketika lagi scroll tiba-tiba muncul video live," katanya.
Sejauh ini, Avi sudah belanja impulsif selama sekitar 10 kali dan membeli barang-barang seperti gantungan kunci, bantal, dan pakaian yang sebelumnya tidak direncanakan untuk dibeli.
"Kayak misalnya saya ngelihat gantungan kunci kecil yang lucu, saya nonton live streamingnya sampai hampir 15 menit, dan akhirnya beli karena murah juga," katanya.
"Sesimpel kayak misalkan TikTok promo tisu, 10 pack dapet berapa, 10 ribu doang, saya bisa beli. Sebenarnya saya enggak butuh-butuh banget tisu, tapi karena dia offer promo dan lumayan jadi saya ikutan beli saja."
Selain itu, Avi juga mengatakan keseriusan para pembawa acara live streaming berhasil mendorongnya untuk berbelanja.Rencana pemerintah memperketat aturan 'live shopping'
Meskipun penjualan produk dengan 'live shopping' terus meningkat, pemerintah berencana untuk melarang transaksi di media sosial dan mengeluarkan peraturan perdagangan baru.
Para menteri telah berulang kali mengatakan bahwa penjual e-commerce yang menerapkan harga predator pada platform media sosial mengancam pasar offline di Indonesia.
Peraturan perdagangan yang ada saat ini belum secara khusus mengatur transaksi langsung di media sosial.
"Media sosial dan perdagangan tidak dapat digabungkan," ujar Jerry Sambuaga, Wakil Menteri Perdagangan, dengan menggunakan contoh penjual yang menggunakan fitur live di TikTok untuk menjual barang.
"Revisi peraturan perdagangan yang sedang berjalan akan secara tegas dan eksplisit melarang hal ini."
Beberapa media juga sudah melaporkan bagaimana omzet pedagang kecil yang tidak berjualan secara online merosot karena pelanggan selalu membandingkan harga produk mereka dengan harga produk dalam 'live streaming.'
Juru Bicara TikTok Indonesia Anggini Setiawan mengatakan, memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda akan menghambat inovasi.
"Hal ini juga akan merugikan pedagang dan konsumen Indonesia," katanya.
Menurut perusahaan induk TikTok, Bytedance, TikTok memiliki 325 juta pengguna di Asia Tenggara yang aktif setiap bulannya, dengan 125 juta di antaranya berada di Indonesia.
Bytedance juga menyebutkan terdapat dua juta usaha kecil di TikTok Shop Indonesia.
Di situs ketenagakerjaan Indeed, terdapat lebih dari 200 iklan lowongan kerja untuk live streamer di Jakarta dan lokasi lain di Indonesia selama 30 hari terakhir.
Peneliti Center of Economic Studies and Law Studies (CELIOS) Yeta Purnama mengatakan, jika pasar belanja 'live streaming' terus berkembang, lowongan kerja juga akan semakin banyak.
Namun ia juga menyoroti kesenjangan pendapatan antara pedagang UMKM, dibandingkan usaha milik tokoh masyarakat atau influencer di platform 'live streaming.'
"Bisa saja mereka [pedagang UMKM] akan sepi penonton atau bahkan pembeli ketika melakukan live shopping," katanya.
"Sedangkan para influencer atau figur publik ini memiliki privilege tersendiri yang dapat mempengaruhi ketertarikan pembeli pada produk yang dijajakan."Start-up Indonesia yang terinspirasi Tiongkok
Popularitas live shopping di Indonesia juga mendorong pertumbuhan bisnis untuk mendukung tren ini.
Dua bulan lalu, sebuah video yang memperlihatkan beberapa penjual mempromosikan produk di ruangan yang dipisahkan oleh sekat menarik jutaan penayangan ditonton jutaan kali di Instagram dan TikTok.
Para penjual tampak sibuk berbicara dengan ponsel atau tablet yang dipasang pada tripod mini sambil memegang produk dagangan.
Video tersebut direkam dalam Social Bread, perusahaan teknologi start-up kreatif yang terinspirasi oleh model bisnis 'live streaming' di Tiongkok, menurut co-founder dan chief operating officer perusahaannya, Lydia Susanti.
"Kami bikin platform untuk menghubungkan UMKM dan local brand dengan local creator dan local streamer," ujar Lydia.
Kantor Social Bread di Jakarta memiliki dua lantai dengan total 14 "kotak" kecil dan besar untuk mengakomodir sekitar 20 streamer per hari.
Para streamer tersebut adalah "anak-anak muda yang punya talenta untuk bikin konten" yang diperlakukan sebagai mitra, dilatih, dan dibayar sesuai dengan proyek yang mereka tangani.
Mereka dibekali gadget dan perlengkapan syuting untuk sesi 'live streaming' menjual produk di TikTok Live selama dua jam.
Biaya manajemen media sosial bagi klien dimulai dari Rp6 juta hingga Rp7,5 juta per bulannya.
Lydia mengatakan pencapaian terbesar perusahaannya adalah saat membantu bisnis sepatu lokal menghasilkan Rp1,8M dalam satu bulan.
"Live shopping ini salah satu tempat yang pas banget kalau orang mau jualan," katanya.
"Live shopping itu sekarang juga interaksinya kan benar-benar live juga, jadi orang bisa langsung komunikasinya juga enak. Beda dengan kalau misalnya kita nonton live shopping di TV ... kan lebih kayak satu arah."
dr Richard melihat 'live shopping' sebagai masa depan.
"Saya bisa pastikan ini akan bertahan lama karena saya melihat ini sudah menjadi tren di mana toko offline menjadi sepi, live streaming menjadi ramai," tuturnya.
"Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, inilah yang akan dihadapi di Indonesia ke depan. Jadi kita sebagai pebisnis juga harus sudah mulai berubah ke digital."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kredibiltas Instan dan Tren Mewah Virtual Sneaker