jpnn.com - Rekor baru pecah di Inggris. Bukan rekor olahraga, tetapi rekor politik.
Perdana Menteri Liz Truss yang baru menjabat selama 44 hari mengundurkan diri, Kamis (20/10) setelah dua menteri yang menjadi anggota kabinetnya mundur.
BACA JUGA: Perdana Menteri Inggris Tolak Mempermudah Pengungsi Ukraina
Truss memegang rekor sebagai perdana menteri Inggris dengan jabatan terpendek, memecahkan rekor yang dipegang oleh George Canning yang menjadi perdana menteri selama 119 hari pada 1827.
Rekor Canning bertahan sampai hampir 2 abad.
BACA JUGA: Babak Belur, PM Inggris Liz Truss Akhirnya Mundur di Pekan Keenam
Pengunduran diri Truss mengagetkan karena banyak yang tidak menyangka akan secepat itu.
Akan tetapi, posisi Truss benar-benar tidak bisa dipertahankan lagi, karena dia sudah kehilangan kepercayaan dari publik dan tidak didukung oleh koleganya lagi.
BACA JUGA: PM Inggris Diadu Melawan Selada, Mana yang Lebih Tahan Lama? Ada Siaran Langsungnya
Truss yang berasal dari Partai Konservatif juga menorehkan catatan yag unik.
Dia diangkat pada masa kekuasaan Ratu Elizabeth II dan mengundurkan diri pada masa kekuasaan Raja Charles III.
Sesuai dengan tradisi Inggris perdana menteri harus menghadap dan melapor kepada penguasa monarki ketika diangkat dan ketika menyelesaikan masa jabatannya.
Pemerintahan Truss goyah karena ‘’kasus kecil’’, yaitu menteri dalam negeri salah memakai email pribadi untuk urusan negara.
Menteri Dalam Negeri Suella Braverman mundur dari jabatannya seusai insiden salah kirim email.
Dia mengirimkan email urusan kenegaraan menggunakan email pribadi.
Braverman hanya menjabat selama 43 hari saja sebagai Mendagri Inggris.
Mundurnya Braverman Rabu (9/10) makin membuat posisi Liz Truss sulit dan desakan mundur terdengar makin keras dari oposisi dan oleh politisi di internal partainya sendiri.
Posisi politik Truss sebelumnya sudah terdesak karena menteri keuangan juga mengundurkan diri.
Kebijakan pemotongan pajak yang diambil oleh menteri keuangan semula dianggap sebagai keputusan yang populis, tetapi ternyata keputusan itu tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak ditopang oleh perencanaan dan antisipasi yang baik.
Mendagri Braverman mengatakan dia mundur setelah menggunakan email pribadinya untuk mengirim dokumen resmi kenegaraan kepada rekannya.
Dia menyebut itu sebagai pelanggaran teknis. Akan tetapi, dia mengakui telah melakukan kesalahan dan menyatakan bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri.
Pengunduran diri Braverman membuat Liz Truss terpukul KO.
Sebelumnya, kondisi politik sudah gaduh akibat krisis terkait pemotongan pajak pemerintah oleh Menteri Keuangan Kwasi Kwarteng yang memberikan potongan pajak besar terhadap orang-orang kaya.
Ternyata ketahuan bahwa Liz Truss ialah pengagum Margaret Thatcher, The Iron Lady, si kupu-kupu besi yang menjadi perdana menteri Inggris terlama abad ini ketika menjabat pada 1979 sampai 1990.
Ketika itu Thatcher mempunyai pasangan ganda campuran yang serasa dengan Ronald Reagan, Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, yang sama-sama punya kebijakan ekonomi pro orang kaya dengan jalan memberi banyak insentif pajak kepada orang-orang kaya.
Partai Republik di Amerika dan Partai Konservatif di Inggris dikenal sebagai partai orang kaya dan aristokrat yang tidak pro-wong cilik.
Dengan memotong pajak orang kaya diharapkan menghasilkan insentif ekonomi yang membuat ekonomi tumbuh lebih produktif.
Pendekatan ekonomi Reagan dan Thatcher ini disebut sebagai ‘’supply side economy’’ dengan keyakinan teoretis bahwa supply dengan sendirinya akan memunculkan demand-nya sendiri.
Model ekonomi ini oleh pers disebut sebagai ‘’Reaganomics’’, yaitu kebijakan ekonomi yang keringanan pajak kepada orang-orang kaya yang menyebabkan jumlah orang kaya dan kekayaannya meningkat tajam.
Di bagian lain kebijakan melahirkan penderitaan bagi orang-orang miskin.
Masa-masa itu banyak sekali muncul pengangguran dan orang-orang yang homeless, tidak punya rumah, dan menjadi gelandangan.
Meski demikian, Reagan dan Thatcher dipuji karena mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan angka inflasi yang terkendali.
Di Inggris, Thatcher menghadapi serangan gencar dari lawan-lawan politiknya, terutama Partai Buruh yang beraliran kiri.
Akan tetapi, Thatcher dapat mempertahankan dirinya dengan kokoh dan bertahan menjadi perdana menteri selama 11 tahun, sebuah rekor terpanjang di abad ke-20.
Sebagai politikus Konservatif, Liz Truss mengidolakan Thatcher dan ingin meniru langkahnya.
Dia setuju dengan kebijakan Menkeu Kwasi Kwarteng untuk memotong pajak bagi orang-orang kaya, dengan tujuan untuk menciptakan insentif yang bisa menghasilkan investasi yang mendorong munculnya lapangan kerja.
Akan tetapi, efek yang terjadi tidak sama dengan era 1980-an.
Ekonomi Inggris terpuruk dan mata uang pound sterling jatuh.
Niat Liz Truss ingin meniru Thatcher untuk berkuasa selama 11 tahun ternyata hanya terealisasi selama 44 hari.
Truss tidak bisa melanjutkan kepemimpinan karena kehilangan dukungan dan kepercayaan publik.
Standar moral dan etika di negara demokrasi liberal mengharuskan seorang pemimpin untuk mundur ketika mendapat tekanan publik.
Hal ini menunjukkan standar moral dan etika yang tinggi di negara liberal itu.
Di Indonesia, tradisi itu tidak menjadi kode perilaku yang dipegang oleh para pemimpin.
Banyak sekali pemimpin yang melakukan pelanggaran etika tetapi masih ngotot mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara.
Kasus Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan--yang menolak mundur dari jabatannya setelah Tragedi Kanjuruhan--bisa menjadi contoh bagaimana standar moral dan etika kepemimpinan di Indonesia dibanding dengan Inggris dan negara-negara demokrasi liberal lainnya.
Para elite politik sering berlindung di balik alasan bahwa tradisi mengundurkan diri tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Ada yang bahkan mengutip pepatah Jawa ‘’tinggal glanggang colong playu’’, mengundurkan diri dari jabatan sama saja dengan menghindarkan diri dari tanggung jawab.
Hal itu sama saja dengan lari meninggalkan gelanggang perang.
Penerapan pepatah itu salah kaprah, dan hanya dipakai sebagai alasan untuk mempertahankan kekuasaan saja.
Tragedi Kanjuruhan menewaskan 133 orang dan ratusan orang luka-luka dan puluhan ribu mengalami trauma.
Akan tetapi, ketua umum PSSI merasa bahwa dia tidak perlu mengundurkan diri.
Elite politik Indonesia yang sering membanggakan budaya yang adiluhung ternyata standar etikanya rendah dibanding standar moral dan etika Barat.
Penggunanan email pribadi untuk kepentingan urusan negara oleh Mendagri Suella Braverman adalah pelanggaran kecil dalam standar etika di Indonesia.
Akan tetapi, di Inggris dan Amerika mencampuradukkan urusan private dengan urusan dinas adalah pelanggaran yang serius, yang bisa berakibat hukuman pidana.
Itu sebabnya Braverman harus mundur.
Hal yang sama pernah dialami oleh Hillary Clinton pada kontestasi Pemilihan Presiden Amerika Serikat, 2016.
Ketika itu, Clinton berhadapan dengan Donald Trump.
Kubu Trump membongkar kasus penggunaan email pribadi Hillary Clinton untuk kepentingan dinas semasa masih menjadi menteri luar negeri semasa kepresidenan Barrack Obama.
Email pribadi itu dipakai untuk mengirim data rahasia.
Hal ini dianggap membahayakan keamanan negara, dan Hillary Clinton sampai harus diinterograsi oleh lembaga intelijen Amerika FBI.
Kasus ini dieksploitasi habis-habisan oleh Trump.
Dalam berbagai pidato kampanye Trump menyerang Clinton dengan tuduhan telah membahayakan keamanan negara dan Trump menyerukan supaya Clinton ditangkap dan dipenjara.
Hillary Clinton akhirnya kalah gegara ‘’kesalahan kecil’’ ini. Liz Truss juga harus membayar mahal dan mengubur mimpinya gegara ‘’kesalahan kecil’’ ini.
Standar moral dan etika yang sangat tinggi itu masih menjadi barang mewah dan langka di Indonesia. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror