jpnn.com - Nasib mantan muncikari yang dulu mangkal di tempat prostitusi Gang Sempit (GS) Desa Maribaya, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal kondisinya sangat memprihatinkan.
YERRY NOVEL - Tegal
BACA JUGA: Trik Mbak Kur agar Bisnis Haramnya tak Ketahuan Suami
Dia adalah pria inisial BP, 56. Bapak dari dua anak ini mengaku kesulitan mencari penghasilan tetap untuk menghidupi keluarganya.
Dia bahkan tidak memiliki pekerjaan sejak ditutupnya lokalisasi yang berada di tepi Jalan Pantura Kabupaten Tegal itu pada Mei 2017 lalu.
BACA JUGA: Mbak Kur Cari Uang dengan Cara Haram, Suami tak Tahu
“Saya cuma nganggur di rumah. Istri juga nganggur. Tapi anak saya masih tetap sekolah. Mereka masih duduk di bangku SD dan SMP,” kata BP, saat mengadu di kantor DPRD Kabupaten Tegal, Jumat (24/11).
Untuk menghidupi keluarganya, BP hanya mengandalkan sisa perabotan rumah tangganya yang dijual secara bertahap.
BACA JUGA: Di Depan Ulama, Anies Tegaskan Komitmen Antiprostitusi
Dari mulai perhiasan istri, televisi, hingga kendaraan motor roda dua. Dia tidak tahu akan sampai kapan kondisi itu berakhir.
Semula, dia merasa senang jika warga terdampak di tempat prostitusi akan mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Namun kini, bantuan yang pernah dijanjikan pemerintah itu, tak kunjung datang.
“Kalau nanti saya dapat bantuan dari pemerintah, rencananya mau saya gunakan untuk buka warung nasi,” tuturnya.
BP mengaku sudah menyiapkan sebidang warung sekaligus untuk tempat tinggal keluarganya di RT 1 RW 2, Desa Kramat, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal.
Namun demikian, warung tersebut belum ada peralatan dapurnya. Dia berharap, bantuan dari pemerintah untuk warga terdampak lokalisasi segera digelontorkan.
“Warga terdampak yang belum dapat bantuan itu banyak. Selain saya (muncikari), juga ada tukang parkir, pedagang, tukang ojek, tukang air, dan tukang cuci baju,” ungkapnya.
Dia mengaku ketika menjadi muncikari, penghasilannya tidak begitu banyak. Kala itu, sehari hanya mendapatkan uang sekitar Rp 100 ribu.
Jika dijumlah dalam sebulan, sekitar Rp 3 juta. Sedangkan kebutuhan hidup keluarganya, mencapai Rp 5 juta.
“Pengeluaran saya banyak. Untuk bayar listrik, makan, biaya anak sekolah, dan untuk bayar angsuran utang di bank,” bebernya.
Dia mengaku sudah meninggalkan wismanya yang berada di tempat prostitusi GS sejak ditutup oleh pemerintah. Saat ini, wisma tersebut kosong dan tidak ada yang menempati.
Bahkan, aliran listrik dari PLN di wismanya juga sudah disegel karena dirinya tidak kuat melunasi tunggakannya.
“Boro-boro untuk bayar listrik, untuk makan saja susah. Belum lagi untuk biaya anak sekolah. Saya bingung harus bagaimana ini, utang saya semakin banyak. Di bank juga belum lunas,” keluhnya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tegal Nurhayati mengatakan, bantuan pascapenutupan tempat prostitusi hanya diberikan kepada Pekerja Seks Komersial (PSK). Bantuan dari pemerintah pusat itu sebesar Rp 5,5 juta tiap PSK.
Selain mendapatkan bantuan berupa uang tunai, para PSK juga mendapat pelatihan ketrampilan.
“Tahun depan juga akan mendapatkan bantuan lagi. Tapi khusus PSK yang sudah benar-benar alih profesi. Rencananya, bantuan tiap PSK sebesar Rp 4 juta,” jelasnya. (*/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berhadapan dengan Hewan Buas, Menjebak Muncikari Malaysia
Redaktur & Reporter : Soetomo