jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan kenaikan harga pangan memukul daya beli masyarakat.
"Mengendalikan harga pangan menjadi isu yang paling mendesak dalam menjaga tingkat inflasi," kata Riefky di Jakarta, Selasa (19/3).
BACA JUGA: Peran Generasi Muda dalam Mengatasi Krisis Pangan
Menurut Riefky, belakangan ini kenaikan harga pangan telah menjadi isu nasional selain kenaikan permintaan produk pangan menjelang periode Ramadan.
Walaupun solusi jangka pendek dalam bentuk peningkatan impor untuk mengurangi kelangkaan pasokan dan pengendalian inflasi secara aktif melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah telah diimplementasikan, tetapi strategi jangka panjang masih tetap dibutuhkan.
BACA JUGA: Pangan Bukan Komoditas Politik
Di sisi lain, El-Nino diperkirakan akan mulai mereda, dan musim panen akan segera terjadi antara akhir April hingga awal Mei 2024 yang berpotensi mengurangi kelangkaan pasokan pangan.
Namun, peningkatan risiko perubahan iklim berpotensi meningkatkan terjadinya disrupsi alam seperti El-Nino di masa mendatang dan mendorong perlunya ada kebijakan yang lebih konkret untuk memastikan ketahanan pangan yang krusial dalam keseluruhan manajemen inflasi di masa mendatang.
Pada Februari 2024, inflasi kelompok harga bergejolak tercatat sebesar 8,47 persen secara year on year (yoy), meningkat drastis dari 7,22 persen (yoy) di bulan sebelumnya dan mencapai titik tertingginya sejak Oktober 2022.
Lebih lanjut, inflasi inti Februari 2024 tercatat stabil di 1,68 persen (yoy), cenderung tidak berubah dari bulan sebelumnya. Inflasi inti mencapai pertumbuhan tahunan terendahnya sejak Januari 2022, mengindikasikan berlanjutnya tren pelemahan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan bulanan inflasi inti juga mengindikasikan tren serupa yang ditunjukkan oleh penurunan inflasi dari 0,20 persen secara month to month (mtm) di Januari 2024 ke 0,14 persen (mtm) di Februari 2024.
"Namun, tekanan pada daya beli masyarakat relatif termoderasi dengan adanya pemberian subsidi dan bantuan sosial dari pemerintah dan partai politik menjelang pemilihan umum (pemilu)," ungkap Riefky.
Di sisi lain, kelompok harga yang diatur pemerintah meningkat secara bulanan ke 0,15 persen (mtm) di Februari 2024 dari -0,48 persen (mtm) di bulan sebelumnya.
Kenaikan itu dipicu oleh komponen inflasi sigaret kretek mesin seiring dengan terjadinya transmisi kenaikan harga secara bertahap oleh produsen terhadap harga jual sebagai imbas dari kenaikan cukai rokok beberapa bulan lalu.
"Tetapi, tidak adanya penyesuaian harga secara signifikan oleh pemerintah pada Februari 2024 menyebabkan inflasi tahunan harga yang diatur pemerintah melandai ke 1,67 persen (yoy) dari 1,74 persen (yoy) pada Januari 2024," ucap Riefky.(antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul