LPSK: Upaya Pemerintah Lindungi Anak Sudah Optimal

Selasa, 19 Mei 2015 – 07:54 WIB
Ilustrasi. FOTO: ist

jpnn.com - JAKARTA Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Askari Razak mengatakan bahwa sebenarnya political will pemerintah Indonesia dalam melindungi anak-anak dinilai sudah dilakukan dengan baik. Hal itu bisa dilihat dari disahkannya undang-undang (UU) yang mengatur mengenai anak, mulai Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah direvisi melalui UU No 35 Tahun 2014, serta UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. 

Belum lagi dengan disahkannya UU No 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.

BACA JUGA: Kebangkitan Nasional Harus jadi Momen Revolusi Mental

Selain itu, Razak mengatakan, perlindungan terhadap anak juga tertuang khusus dalam Pasal 29A UU No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 

Hal itu disampaikannya dalam dialog bersama perwakilan ECPAT Indonesia dan ECPAT Belanda di kantor LPSK, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

BACA JUGA: Besok, Kementeriannya Susi Bakal Bikin Maling di Laut Merasa Ngeri...

ECPAT Indonesia diwakili Ahmad Sofyan, sementara dari ECPAT Belanda yakni Theo N. Sedangkan dari LPSK turut hadir dua wakil ketua lainnya, yaitu Edwin Partogi Pasaribu dan Lies Sulistiani didampingi jajaran.

Pada dialog tersebut, koordinator  ECPAT Indonesia Ahmad Sofyan mengajak LPSK untuk bersama-sama mendorong pemerintah melaksanakan protokol opsional konvensi hak-hak anak, prostitusi anak, dan pornografi anak yang telah diratifikasi melalu UU No 10 Tahun 2012. 

BACA JUGA: Pengamat Ini Sebut KPK Bisa Sadap Malaikat

Apalagi, antara ECPAT Indonesia dan LPSK sebelumnya sudah sempat bekerja sama, seperti menggelar seminar membahas kasus kekerasan seksual terhadap anak. “LPSK dan ECPAT bekerja di bidang yang sama, yakni memberikan perlindungan kepada korban, termasuk anak di dalamnya,” kata Sofyan.

Perwakilan ECPAT Belanda Theo menuturkan, pada dasarnya penanganan kasus kekerasan seksual anak hampir sama di setiap negara, yakni bagaimana memulihkan psikologi anak dan masa depannya. Meskipun payung hukum perlindungan bagi anak sudah tersedia, Theo mengakui, dalam implementasinya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Namun, sudah seharusnya ada prioritas dan tidak perlu menunggu sikap politisi dalam penanganan kekerasan seksual anak. “Indonesia negara besar dengan jumlah penduduk yang besar, jadi agak sulit mengomparasinya dengan Belanda. Hanya di Belanda, khusus kasus kekerasan anak, tersedia polisi khusus,” ujar dia.

Menurutnya saat ini di Belanda juga tengah diupayakan menyediakan dokter, polisi, dan psikologi dalam satu area khusus bagi penanganan anak korban kekerasan seksual.  

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, kekerasan seksual anak menjadi salah satu kasus prioritas yang ditangani LPSK. Ada banyak kasus melibatkan anak yang ditangani LPSK, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan, prostitusi, dan tindak pidana perdagangan orang. 

Namun, sesuai mandat Pasal 29A UU No 31 Tahun 2014, ada beberapa persyaratan yang harus dikantongi LPSK dalam memberikan perlindungan bagi anak, antara lain harus mendapatkan izin dari orang tua anak yang bersangkutan. Khusus dalam kasus di mana diduga orang tua sebagai pelaku atau berperan menghalang-halangi, LPSK tidak diwajibkan mendapatkan izin orang tua dan cukup perintah dari pengadilan. (mas/jpnn)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menurut Pakar HTN Ini, Kubu Agung Tamat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler