Luhut Binsar Pandjaitan: Bagi Saya, Narkotika Lebih Menyeramkan...

Kamis, 09 Juni 2016 – 09:58 WIB
Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui awak Jawa Pos di kantornya. FOTO: JAWA POS

jpnn.com - LUHUT Binsar Pandjaitan belum genap setahun menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Tapi dia telah menjalankan sejumlah kebijakan strategis. Mulai pemberantasan narkotika, penumpasan terorisme, penuntasan masalah Papua, hingga tax amnesty. Berikut petikan wawancara Jawa Pos dengan Luhut menjelang waktu berbuka puasa di Jakarta, Selasa (7/6). 

Seberapa berbahayakah narkotika sampai perlu diberlakukan status darurat narkoba?

BACA JUGA: Abraham: Kalau Itu Dianggap Aib, Lakukan Peradilan Tertutup

(Menghela napas dalam-dalam) kalau ditanya itu, saya tegaskan, narkoba superbahaya. Saat ini jumlah pengguna narkoba di Indonesia sudah 5,9 juta orang. Itu yang ketahuan. Yang tidak terdeteksi bagaimana?

Apa yang harus dilakukan?

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Nilai Program Andalan Jokowi Ini Mubazir

Saya rasa semua harus bertindak. Semua tokoh agama, pendidik, masyarakat harus bergerak bersama. Sebab, narkoba itu sudah menjerat siapa pun, dari agama apa pun, jabatan apa pun dan kelas apa pun. Mau Islam, Kristen, Hindu, Buddha, atau ateis sekalipun sudah ada yang terjerat narkoba. Saya rasa tidak ada yang mengklaim kelompoknya steril. Bupati dan kolonel pun sekarang terjerat narkoba. Teman saya ada yang (jenderal, Red) bintang tiga, dua anaknya kena narkoba.

Saya mengimbau kita semua duduk bersama. Melihat apa yang salah dari bangsa ini. Tiap hari 30–50 orang mati karena narkoba. HIV yang punya konektivitas dengan narkoba pun semakin meningkat. Di Papua yang terjangkit ada 2,4 persen, Papua Barat 3,2 persen, dan Jakarta 1,03 persen. Itu kan sudah epidemik. 

BACA JUGA: Curah Hujan di Daerah-Daerah Ini Bakal Meningkat sepanjang Juli-September

Narkotika sudah menjadi hantu tersendiri di tengah masyarakat?

Ya! Menurut saya, narkoba ini persoalan penting yang harus dipikirkan bersama-sama. Teroris memang berbahaya, tapi bagi saya, narkoba jauh lebih menyeramkan. Korban teroris tidak ada apa-apanya dengan narkotika. Drugs is very-very dangerous. Ini lebih kejam daripada terorisme. Kalau begini terus, bagaimana anak-anak muda kita. Saya juga mikirin cucu saya. Makanya, saya terus keliling mengampanyekan ini. Saya ajak semua tokoh bersatu melawan narkoba. 

Belakangan Bapak sering kampanye ke pondok pesantren?

Itu saya lakukan karena kerisauan saya. Pernah saya datang ke sebuah ponpes di Jember. Di akhir acara saya ditarik dan diajak bicara empat mata oleh pengasuh pesantren. Beliau bilang, dalam salatnya melihat wajah saya. Beliau memohon agar saya benar-benar turun menyikapi narkoba yang mulai masuk ke pesantren. 

Bagaimana ceritanya narkoba bisa masuk ke pesantren?

Ternyata narkoba masuk melalui santri. Dia dibujuk, dikasih barang yang katanya bisa membuat kuat zikir. Awalnya, satu dua kali mereka diberi ekstasi atau sabu-sabu. Berikutnya, setelah kecanduan, mereka disuruh beli oleh pengedarnya. Ini sangat bahaya. 

Tak hanya ke pesantren, ke gereja-gereja juga. Termasuk di kampung saya. Semua tempat kini bisa dimasuki narkotika. 

Saat ini terjadi pro dan kontra terhadap penanganan penyalahgunaan narkoba, mereka direhab atau dipenjara?

Kalau dia pengedar, harus kita penjara. Tapi, kalau dia pengguna, kita masih upayakan untuk rehab. Yang jadi pertanyaan, bagaimana kalau penggunanya 3–4 kali tertangkap. Itu yang masih kami cara jawabannya. Kalau kita masukan mereka semua ke penjara, lapas (lembaga pemasyarakatan, Red) kita tidak muat. Malah akan terjadi masalah di penjara kita.

Selama ini pemakai dan pengedar masih abu-abu?

Memang iya, kadang tipis sekali. Makanya, semuanya harus turun tangan karena presiden juga telah menyatakan darurat narkoba. Kadang kita sulit membedakan orang itu sudah jera atau belum. Freddy Budiman (terpidana mati kasus narkoba, Red) misalnya. Dari dandanannya (terkesan agamais, Red), kami sempat mengira dia telah sadar. Eh, ternyata saya dapat laporan dia masih mengendalikan narkoba setelah dipindahkan dari Lapas Gunung Sindur ke Nusakambangan. 

Jadi, pemerintah menyikapi ini lebih ke arah represif, pencegahan, atau jalan dua-duanya?

Kalau pengedar harus ditindak tegas (dengan nada tinggi dan telunjuk menunjuk ke langit-langit, Red).

Dari sisi pencegahan, kita punya masalah dengan perbatasan. Banyak daerah perbatasan yang rentan menjadi pintu masuk narkotika dan tidak bisa terdeteksi. Bagaimana Bapak menyikapi itu?

Itu benar. Sebagai negara kepulauan, pintu masuk memang menjadi masalah kita. Sebenarnya kita butuh uang agar punya satelit untuk mengontrol itu. Tapi, dana untuk itu tidak sedikit, butuh USD 700 juta. Kalau ekonomi kita bagus, lima tahun lagi mungkin bisa. Sekarang ini kan ekonomi dunia lesu dan kita ikut terdampak. 

Dengan kondisi seperti ini, berarti tingkat kerawanan kita masih tinggi?

Sangat tinggi. Makanya, kita harus bersama menyelesaikan masalah ini. Janganlah berkelahi, apalagi untuk urusan yang tidak penting. 

Jadi, apa langkah jangka pendek yang dilakukan pemerintah?

Saya kira BNN sudah bekerja sangat bagus. Tapi, perang terhadap narkoba perlu lebih masif dan bersama. Sebab, pelaku-pelaku bisnis narkoba juga berupaya memengaruhi pejabat kita. Mereka memberikan iming-iming uang yang cukup besar. Bisa ngiler juga kalau dipengaruhi uang besar. Kita juga terus kejar kejahatan narkoba dari sisi tindak pidana pencucian uang (TPPU, Red). (gun/c10/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ngeri! Mal di Surabaya Ditarget Mirip Bom Thamrin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler