Di Pariaman dan Padang terdapat kampung Keling, yang penduduknya adalah warga keturunan India muslimKampung mereka ikut porak-poranda oleh gempa 30 September lalu
BACA JUGA: Potret Semua Pengunjung, Anak Kecil Sasaran Interogasi
Mata M
BACA JUGA: Berpamitan untuk Selamanya
Pria keturunan India yang bermukim di kampung Keling, Pariaman, tersebut terlihat sedih dengan hancurnya bangunan di depannya itu akibat gempaBACA JUGA: Tak Lagi Bebas ke Mal, Larang Istri Praktik Advokat
Rumah besar itu merupakan peninggalan leluhur yang berusia lebih dari 100 tahunBelasan tahun lalu dia juga pernah tinggal di tempat tersebut.Bagi warga kampung Keling, bangunan itu amat bersejarahSejak warga India menginjakkan kaki di Pariaman, bangunan itulah yang konon kali pertama didirikanDi rumah itu pula generasi demi generasi menempatinya"Terutama bagi warga keturunan India yang tak memiliki rumah," terang Rapit
Memang, kata dia, rumah itu awalnya tak sebesar sekarangGenerasi demi generasi turut merenovasi dan menjaga pusaka leluhur itu"Bangunan ini mencatat sejarah kamiIni bukti bila leluhur kami sudah lama di sini," ujarnya.Namun, sekarang yang tersisa dari bangunan itu hanyalah rumah yang tak lagi utuhAtap bangunan hancur berantakanYang paling parah adalah bagian belakang bangunan yang seolah tak menyisakan puing"Yang tinggal di sini sebelumnya adalah paman sayaSekarang tidak mungkin lagi bisa ditempati," tutur pria 42 tahun itu
Kendati demikian, warga kampung Keling belum berniat membangun kembali rumah leluhurnya ituSebab, mereka masih konsentrasi memperbaiki tempat tinggal masing-masing yang juga dihajar gempaMemang kerusakan rumah mereka tak begitu parah"Hanya dinding-dinding yang retakTapi, kalau tak diperbaiki juga berbahaya," ujar bapak dua anak itu
Di kampung Keling, Kelurahan Lohong, tutur Rapit, saat ini bermukim sekitar 10 kepala keluarga (KK) warga muslim keturunan IndiaNamun, satu KK, kata dia, terdiri atas 9?10 orang"Maklum, orang India itu rata-rata keluarga besar," ungkapnyaDengan begitu, ada sekitar 100 warga keturunan India yang bermukim di kampung itu.
Keling sendiri, kata Rapit, adalah istilah bagi orang India yang merantauDia sejatinya tak mengetahui keturunan ke berapa dari moyangnya yang sudah lama menetap di kampung ituYang pasti, moyangnya datang dan mendirikan kampung itu lebih dari seratus tahun lalu.
Semula, warga India yang tinggal di situ cukup banyakNamun, lantaran Pariaman tak memberikan kesempatan mendapat hidup yang layak, satu per satu memilih merantau menuju kota-kota besarMisalnya, Padang, Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru, maupun Semarang"Di sini kesempatan untuk berkembang kecilSarjana menganggur saja banyakPenghasilan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," jelas RapitBanyak juga warga yang meninggalkan kampung itu karena kawin dengan orang luar
Dia menceritakan, mata pencaharian utama warga Keling adalah berdagangSebagian lagi memilih menangkap ikan di laut dan menjualnya di pasar"Karena di sini tak ada satu pun pabrik, ekonomi masyarakatnya lemah," ujarnyaPara suami umumnya berjualan di pasarSedangkan para istri mayoritas membuat emping melinjo
Hampir setiap rumah warga memiliki pohon melinjoMereka bisa memetik buahnya setiap saatKemudian, menjemur, menggoreng, dan menumpuk biji melinjo itu menjadi empingSatu kilogram seharga Rp 50 ribu"Emping itu kami bungkus dan ditaruh depan rumahNanti ada orang yang mengambil dan menjualnya di pasar," kata Rapit.
Kendati keturunan India, tak satu pun bahasa nenek moyangnya itu dikuasai warga Keling"Kalau bahasa India itu kan ada Bengali, Urdu, dan TamilSaya tidak bisa semuanyaSaya justru bisa bahasa Minang dan Indonesia," ungkap Rapit.Maklum, seumur hidup dia hanya belajar dua bahasa ituAdat India juga mulai pupus di tengah kehidupan merekaJustru adat Minang lebih melekat dalam hati dan kehidupan"Sejak kecil yang kami pelajari memang budaya Minang," ucapnyaMeski demikian, budaya India tak hilang sama sekaliBeberapa warga masih menyimpan alat musik khas India
Sejatinya, tutur Rapit, 20 tahun lalu ada satu budaya India yang masih diterapkan di kampung KelingYaitu, perempuan kerap membeli laki-laki untuk dipinangNamun, seiring bergeraknya zaman, budaya itu mulai lunturJustru orang yang tinggal di pedalaman Padang Pariamanlah yang masih memberlakukan adat itu
Meski sedikit berbeda dengan penduduk setempat, Rapit dan keturunan India lain tak pernah merasa dibedakan"Kami ini ya seperti bagian dari merekaYang membedakan, kulit kami lebih hitam dan berhidung mancung," ucapnya lantas tersenyum.Saat ini warganya amat berharap aktivitas sehari-hari bisa pulih kembaliAnak-anak bisa pergi sekolahPara suami kembali menangkap ikan di laut dan para istri menjual barang dagangan ke pasar"Sekarang kami masih khawatir ada gempa susulan," harapnyaDi kampung Keling, Kota Padang, meski penduduknya tak sebanyak di Pariaman, rumah penduduk yang hancur cukup parahDi Padang memang ada juga kampung KelingJumlah warganya sekitar 60 orang
Kampung yang lokasinya dekat dengan Pondok Pecinan itu juga hancurMayoritas bagian belakang rumah warga robohDinding rumah hancur, lantai mengelupas, atap juga terbuka semua.Muhammad Idris, salah seorang warga keturunan India muslim, yang membuka jasa angkutan barang di Kota Padang menuturkan, gempa membuat warga kampung Keling kalang kabutBetapa tidak, rumah warga rusak beratBahkan, sebagian warga memilih tidur di masjidTermasuk, Idris dan keluarganya
Bersyukur, kata dia, warga keturunan India memiliki toleransi tinggiMereka saling membantuTermasuk, warga India yang merantau di Medan dan Jakarta turut memberi bantuan"Alhamdulillah, kami tidak merasa kekurangan," ucap pria 58 tahun itu.
Meski rumahnya porak-poranda, dia bersama warga lain tak berencana pindahSebab, leluhurnya sudah lama tinggal di kampung itu"Kami ini sudah keturunan ke tujuh," ucapnya.
Meski sudah lama berbaur dengan warga lokal, Idris mengaku tak melupakan budaya aslinyaKetika acara pesta, dia sering mengenakan sari (pakaian khas wanita India)"Kami juga masih menggelar pesta ala India," ucapnya(nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Satu-satunya Rumah yang Selamat
Redaktur : Auri Jaya