Sepuluh mahasiswa Universitas Flinders, Australia Selatan, berkesempatan membagi ilmu dan menelusuri fenomena penyebaran HIV/AIDS di Jawa Timur. Tak hanya berbagi pengetahuan, mereka-pun menemukan realita HIV/AIDS yang berbeda dengan Australia.
Tanggal 1 Desember diperingati warga dunia sebagai Hari AIDS. Menurut data Badan Kesehatan PBB (WHO), di tahun 2014 -walau kasus kematian sehubungan AIDS terus mengalami penurunan -ada sekitar 1,2 juta orang yang meninggal akibat virus HIV penyebab AIDS.
BACA JUGA: SurfSpeak Panduan Berkomunikasi Mudah dengan Tim Penyelamat Pantai
Hingga akhir tahun lalu, ada 36,9 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV/AIDS (atau biasa disebut ODHA). Hal itu membuat HIV/AIDS masih menjadi isu kesehatan global yang berusaha ditangani banyak negara. Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan RI, tercatat ada sekitar 205.000 ODHA hingga September 2014.
Mahasiswa Universitas Flinders Adelaide mengunjungi Rumah Sakit Tropik Infeksi di Surabaya. (Foto: Wendy Abigail)
BACA JUGA: Musisi Tunanetra Australia Tampil di Hadapan Siswa SLB Jakarta
Berbekal data tersebut, Universitas Flinders di Adelaide, Australia Selatan -berkolaborasi dengan Universitas Airlangga (UNAIR) di Surabaya –mengirimkan 10 mahasiswa Ilmu Kebidanan dan Keperawatan ke Indonesia untuk memahami penanganan fenomena HIV/AIDS di negara tetangganya ini.
Di bawah program ‘Asia Bound’ yang berlangsung pertengahan Oktober 2015, kesepuluh mahasiswa tak hanya menelisik fenomena HIV/AIDS tetapi sekaligus melakukan kampanye penyadaran di tengah masyarakat dan membagi pengetahuan seputar pendidikan kesehatan. Apalagi, transmisi dari ibu ke anak ditemukan sebagai kasus yang cukup banyak ditemukan.
BACA JUGA: Chris Brown Batalkan Turnya di Australia
“Proyek kami di Surabaya memiliki fokus pada transmisi ibu ke anak. Kami bertemu dengan para penderita HIV, baik itu keluarga, perempuan, anak-anak, seorang ayah, mereka semua terbuka dan mau berbagi cerita kepada kami, ini sungguh melegakan,” ujar Alice Welby- mahasiswa ilmu kebidanan –yang turut menjadi delegasi Flinders di Surabaya.
Lebih lanjut Alice menuturkan fenomena serupa di negara asalnya.
“Di Australia, kasus HIV/AIDS tak sebesar di Indonesia, walau masih ada perasaan tabu untuk membicarakannya. Tapi di negara kami, stigma terhadap penderita HIV/AIDS hampir tak bisa diterima karenanya mereka tak diperlakukan buruk, di Australia penderita hanya merasa tak nyaman untuk membicarakannya tapi mereka tak dikucilkan karena hal itu.”
Kiri: Wendy Abigail dosen Universitas Flinders sampaikan presentasi di depan mahasiswa Keperawatan di Universitas Darulââ¬â¢ulum, Jombang. Kanan atas: kunjungan mahasiswa Flinders ke salah satu Puskesmas di Surabaya (mahasiswa menghadap kamera: Alice Welby). Kanan bawah: mahasiswa Flinders melakukan presentasi akhir di Universitas Airlangga, Surabaya (dari kiri ke kanan: Mia Darling, Corrine Harrison, Allison Berry, Jodi-Lyn Benjamin). (Foto: Wendy Abigail)
Ia lantas membandingkan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia dengan di Australia.
“Orang-orang yang kami temui di Indonesia, sebagian besar terinfeksi melalui penggunaan jarum suntik narkoba atau melalui suami yang tidur dengan pekerja seks komersil atau seperti yang saya jelaskan tadi, melalui transmisi ibu ke bayi,” jelasnya kepada Australia Plus melalui sambungan telepon.
“Sementara di Australia, itu lebih disebabkan oleh transmisi antar lelaki, itu yang tertinggi. Transmisi dari ibu ke anak sangat rendah di Australia, berbeda dengan Indonesia,” tambahnya.
Mahasiswa Flinders lainnya, yakni Jody-Lyn Benjamin, menemukan hal lain seputar HIV/AIDS di Indonesia.
“Perbedaan terbesar yang saya amati pada penderita HIV di Indonesia ada di populasi transgender. Di sini (Indonesia), mereka tak bisa punya pekerjaan seperti guru, tapi di Australia, anda bisa saja memiliki pekerjaan seperti itu bahkan jika anda terserang HIV atau seorang transgender,” ungkapnya.
“Informasi seperti itu sangat berharga karena saya ingin mempelajari HIV lebih dalam,” akunya.
Perbedaan budaya dianggap sebagai salah satu faktor mengapa pola penyebaran di kedua negara begitu berbeda.
“Kami (di Australia) sangat gencar dengan kampanye seks aman melalui penggunaan kondom, bahkan sebelum menikah. Di budaya Indonesia, seks pra-nikah tak bisa diterima, bahkan ketika mereka melakukannya, mereka tak menggunakan kondom, mungkin dari situ perbedaan penyebaran HIV di 2 negara muncul. Itu yang saya tangkap dari orang-orang yang kami temui,” jelas Alice.
Sepakat dengan rekan satu tim-nya, Jody-pun menimpali, “Ya, budaya memiliki dampak yang besar. Di Indonesia, kontrasepsi harus disetujui oleh suami dan perawatan atau tes HIV-pun tak akan dilakukan jika tanpa izin suami.”
Ia melanjutkan, pembicaraan yang ia lakukan bersama penderita dan tenaga kesehatan di Indonesia membuatnya belajar banyak tentang fenomena HIV/AIDS dan pengalaman itu ia nilai akan sangat bermanfaat jika dibagi dengan teman-teman sekampusnya di Australia.
“Di sisi lain, kami datang juga untuk membagi cara pencegahan yang bisa mengurangi penyebaran HIV,” terang Jody.
Selain Surabaya, delegasi Universitas Flinders ini juga berkesempatan untuk berkunjung ke kota lain di Jawa Timur, melakukan penyuluhan kesehatan dan pencegahan HIV/AIDS.
Menurut Wendy Abigail, dosen Universitas Flinders yang juga Koordinator ‘Asia Bound’, program ini ingin menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang mereka temui di Jawa Timur.
“Sistem kesehatan di Australia dan Indonesia sangat berbeda. Banyak tempat yang kami kunjungi di sini (Jawa Timur) hanya memiliki fasilitas yang terbatas, utamanya di daerah kecil. Bagaimana Australia bisa mengisi celah ini? Lewat penyuluhan dan pengetahuan yang kami bagi, kami harap masyarakat bisa memetik manfaat,” kemukanya.
“Karena kami tak hanya berbagi di level professional, tapi juga melakukannya di level komunitas, mudah-mudahan ini memberi perubahan kecil di sistem kesehatan setempat. Tentunya, kami juga belajar banyak dari kunjungan ini, salah satunya lewat pertemanan yang kami jalin selama program,” tambahnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... VIDEO: Taman Kota Barangaroo di Sydney Memberikan Ilmu Sejarah Aborigin