Berselang beberapa hari setelah Pemerintah Australia mengumumkan akan memotong pendanaan universitas, sebuah laporan mengungkapkan bahwa para mahasiswa di negara ini mengalami problem kesehatan mental yang lebih tinggi dibandingkan yang bukan seusai mereka yang bukan mahasiswa.

Laporan lembaga bernama National Centre of Excellence in Youth Mental Health, Orygen, menyebutkan alasan utama mengapa mahasiswa mengalami hal tersebut.

BACA JUGA: Perubahan Syarat Berat Sapi Impor Permudah Peternak Australia

Di antaranya, kurangnya tidur, buruknya asupan makanan, jauh dari keluarga, rasa kesepian di kalangan mahasiswa internasional, tekanan akademik, ketidakpastian lapangan kerja, serta tekanan finansial.

Mengingat kurangnya data, laporan tersebut tidak secara langsung menyimpulkan bahwa mahasiswa kini merasa lebih stres. Namun laporan itu menunjuk bahwa konselor mahasiswa telah memperingatkan mengenai meningkatnya permintaan layanan mereka sementara sumberdayanya tidak cukup.

BACA JUGA: Memotret Tiga Keajaiban Alam di Langit Australia

Sebagian hal ini mungkin disebabkan oleh destigmatisasi kesehatan mental, artinya lebih banyak mahasiswa mendatangi konselor.

Namun menurut analis senior Orygen, Vivienne Browne, ada penyebab yang lebih besar dari hal itu.

BACA JUGA: Wanita Adelaide Tertangkap dengan 5,8 kg Kokain di Kolombia

"Kita tahu sejumlah mahasiswa khawatir mereka menumpuk hutang dalam jumlah besar untuk mendapatkan kualifikasi akademik," katanya.

"Mereka juga mengerti bahwa batasan untuk masuk ke dunia kerja kini menjadi lebih tinggi, dan tidak ada harapan mereka akan langsung bekerja," jelasnya.

Singkatnya, SPP yang lebih mahal dan kecemasan mengenai pekerjaan membuat mahasiswa stres.

Pendapat ini diperkuat oleh Jeremy Cass, psikolog dan manajer layanan konseling di Universitas RMIT di Melbourne. Dia memperkirakan ada peningkatan 10 persen permintaan layanan konseling di universitas tersebut pada tahun lalu.

"Yang utama adalah depresi dan kecemasan," katanya.

"Banyak mahasiswa mengalami stres karena kehidupan pada umumnya," jelasnya.

Kenaikan permintaan layanan konseling di RMIT terjadi pula di universitas lain. Pada tahun 2013, induk asosiasi layanan mahasiswa di Australia dan Selandia Baru, ANZSSA, menemukan bahwa layanan konseling melayani lebih banyak mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan mental.

Laporan Orygen itu disampaikan hanya dua hari setelah Pemerintah Federal mengumumkan rencana reformasi pendidikan tinggi. Biaya SPP akan naik 7,5 persen pada 2021, dan batas penghasilan untuk pelunasan pinjaman mahasiswa HELP akan turun dari $ 55.000 menjadi $ 42.000.

Mahasiswa akan memiliki lebih banyak hutang dan harus membayarnya dalam tempo lebih cepat.

Inilah potensi penyebab masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa di Australia:Tekanan finansial

Laporan Universities Australia pada 2013 menemukan sebagian besar mahasiswa saat ini hidup di bawah garis kemiskinan dan memiliki hutang 30 persen lebih banyak pada 2012 dibanding tahun 2006.

Dua pertiga mahasiswa S1 khawatir tentang situasi keuangan mereka.

Mahasiswa yang mengalami tekanan finansial dua kali lebih mungkin melaporkan kesehatan mental dibandingkan mahasiswa tanpa tekanan finansial.

Pekan lalu, sebuah laporan AngliCare menemukan keterjangkauan perumahan berada pada titik terendah sepanjang waktu. Tahun ini, dari 67.000 properti yang disurvei, penelitian tersebut menemukan bahwa kurang dari 1 persen yang terjangkau bagi para pensiunan dan mereka yang memiliki tunjangan Centrelink lainnya, atau mereka yang mendapatkan upah minimum.

Vivienne Brown mengatakan bahwa banyak mahasiswa harus bekerja penuh waktu atau paruh waktu.

"Artinya belajar sepanjang hari dan bekerja di malam hari," katanya.

"Ini berdampak pada kualitas tidur dan diet," jelasnya.'Standar yang naik' dan lapangan kerja rendah

Ada lebih dari 1,4 juta mahasiswa di Australia. Angka tersebut meningkat tajam sejak tinjauan pendidikan tinggi tahun 2008 menetapkan target 40 persen warga usia 25-34 tahun yang memiliki gelar sarjana atau pada tahun 2020. Hal ini meningkat pesat sehingga kita mungkin sudah mencapai target.

Salah satu konsekuensi kenaikan tersebut adalah nilai gelar sarjana di tengah meningkatnya jumlah lulusan. Gelar sarjana mungkin pernah menjamin Anda mendapatkan pekerjaan, namun sekarang Anda memerlukan gelar master. Tingkat pekerjaan lulusan sarjana juga telah turun.

"Sejumlah mahasiswa sadar bahwa, tidak seperti di masa lalu, mendapatkan gelar sarjana atau setara tidak cukup membuat mereka kompetitif dalam dunia kerja," kata Vivienne.

"Mereka harus terus maju dan melakukan studi lebih lanjut seperti master yang biayanya lebih mahal dan mendorong mereka berhutang lebih banyak," katanya.

"Ketidakpastian pekerjaan itu berdampak pada tingkat stres dan kesejahteraan," jelasnya.Tekanan akademis

Kajian tahun 2008 juga menetapkan target lebih banyak mahasiswa dari latar belakang sosial ekonomi yang rendah. Laporan Orygen menunjukkan bahwa para mahasiswa ini mungkin menghadapi peningkatan risiko masalah kesehatan mental karena tekanan akademis dan keuangan.

Terkait hal ini, persyaratan masuk universitas telah diturunkan - calon mahasiswa yang nilainya tidak cukup sekarang bisa kuliah.

Jeremy Cass dari RMIT mengatakan perubahan ini merupakan alasan utama kenaikan permintaan layanan konseling di universitas.

"Kami menerima mahasiswa yang secara historis tidak akan kuliah tapi sekarang semua orang ditawari tempat," katanya.

"Standarnya masih tinggi dan sebagian mahasiswa tidak mampu menghadapi kompleksitas dunia akademis," jelasnya.Mahasiswa internasional yang kesepian

Dasawarsa terakhir di Australia juga ditandai pertumbuhan besar jumlah mahasiswa internasional. Kini jumlahnya sekitar seperempat dari total mahasiswa dan biaya SPP mereka membantu mensubsidi mahasiswa domestik. Pendidikan adalah ekspor terbesar ketiga Australia, senilai sekitar $ 20 miliar.

Laporan Orygen menemukan bahwa karena budaya, bahasa dan prakik akademis, mahasiswa internasional berisiko tinggi mengalami kesehatan mental.

Hal ini diperparah oleh kondisi kesepian karena kehilangan kontak dengan keluarga dan teman.

Jeremy Cass mengatakan sekitar sepertiga mahasiswa yang mengakses layanan konseling RMIT adalah mahasiswa internasional.

"Anda akan berpikir jumlahnya mungkin lebih tinggi, tapi karena alasan budaya mereka mungkin tidak mengakses konseling," jelasnya.Banjiri konselor

Rasio mahasiswa terhadap konselor di Australia jauh lebih tinggi daripada di Amerika Serikat - sekitar 4.340 berbanding 1.527 mahasiswa per konselor.

Sebuah studi tahun 2016 menemukan bahwa tidak ada universitas besar di Australia yang memiliki jumlah konselor cukup untuk memenuhi rekomendasi internasional atau ANZSSA.

"Saya khawatir," kata Jeremy Cass kepada Program Hack TripleJ ABC. "Universitas telah meningkatkan jumlah mereka namun sumberdaya untuk konselor tidak meningkat."

"Di RMIT mereka tetap sama selama lima tahun terakhir," katanya.

Pada survei ANZSSA 2013, sebagian besar layanan konseling merasa tidak memiliki staf yang cukup untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diharapkan.

'Butuh program kesehatan mental di universitas'

Di antara rekomendasi lainnya, Orygen meminta Pemerintah Australia untuk memperluas program kesehatan mental generasi muda ke kalangan mahasiswa.

"Saat ini program pendidikan kesehatan mental yang didanai pemerintah tidak menjangkau melewati sekolah menengah," kata Vivienne Brown.

"Kami melihat bahwa kaum muda 18-25 tahun yang paling berisiko terkena penyakit mental, makanbya tidak masuk akal jika program pendidikan tersebut tidak diperluas," tuturnya.

Diterbitkan Rabu 3 Mei 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengungsi Etnis Karen Thailand Ikut Kursus Orientasi Kebudayaan dari Pemerintah Australia

Berita Terkait