Pemerintah Kota Melbourne memberikan bantuan bagi mahasiswa internasional berupa voucher senilai AU$200 (Rp2 juta) per orang, untuk dibelanjakan di Queen Victoria Market, salah satu pasar terbesar di kota tersebut. Voucher Belanja di Vic Market
BACA JUGA: Dua Perempuan Dibunuh di Pakistan Karena Terlihat Bersama Pria dalam Rekaman Video
Bantuan ini terutama ditujukan bagi mahasiswa yang kehilangan pekerjaan, kesulitan membayar uang sewa, atau yang kemampuan keuangannya terganggu karena pandemi COVID-19.
"Krisis COVID-19 telah menimbulkan dampak menyedihkan bagi kelompok [mahasiswa internasional] dan perekonomian mahasiswa internasional di Victoria yang bernilai $9.1 miliar per tahunnya," kata Walikota Melbourne, Sally Capp.
BACA JUGA: Ilmuwan Indonesia Merasa Tidak Dilibatkan dalam Menangani Virus Corona
"Kami menanggapi hal tersebut dengan mengeluarkan stimulus langsung untuk membantu mahasiswa dan menyediakan pendapatan bagi pedagang di Queen Victoria Market."
Mendengar kabar tersebut, Fahrida Fitria Ihsani, atau Ida, mahasiswi S1 di Melbourne Polytechnic yang kehilangan pekerjaan paruh waktunya di restoran karena pandemi, merasa senang.
BACA JUGA: Cara Pemerintah Australia Memerangi Corona Bikin Warga Pribumi Muak
"Ini [akan] membantu banget, sih. Jujur, aku sering belanja di Queen Victoria Market, karena makanannya yang 'fresh' dan terkadang lebih murah daripada Coles dan Woolworths."
Kepada ABC, Ida yang membiayai uang kuliahnya sendiri ini mengatakan sudah mendaftarkan diri untuk menerima bantuan bagi mahasiswa internasional di Victoria yang diumumkan 29 April lalu.
Namun, setelah menunggu dua minggu, perempuan yang kini mengandalkan uang tabungan dan bantuan komunitas untuk bertahan hidup ini, baru menerima balasan konfirmasi registrasi beberapa hari yang lalu. Photo: Ida baru menerima konfirmasi pendaftaran bantuan mahasiswa internasional dua minggu setelah mendaftar. (Foto: Supplied)
"[Dari e-mail tersebut dikatakan] kami harus menunggu lagi, tidak ada [bantuan] langsung proses dari mereka." Perlu ada yang lebih diutamakan
Respon yang sama juga dialami Tiyon Novaidin, mahasiswa S2 Akuntansi dan Keuangan di La Trobe University, yang hidup bersama istri dan kedua anaknya di Melbourne.
Tiyon yang mengandalkan pendapatan dari pekerjaan paruh waktunya sebagai karyawan pelayanan fasilitas untuk membiayai uang sekolahnya dan anaknya, akhirnya menunggu bantuan dana dari universitasnya.
"Kemarin dari yang [bantuan] dari kampus, harapannya sudah di bawah 50 persen," kata Tiyon kepada Natasya Salim dari ABC News.
Menurut Tiyon yang tidak menerima beasiswa, bantuan bagi mahasiswa internasional yang kini sedang beredar baik dari Pemerintah atau universitas, belum memprioritaskan mereka yang sudah berkeluarga. Photo: Bagi mahasiswa internasional yang tinggal bersama istri dan anaknya seperti Tiyon (kiri) bantuan Pemerintah dirasa kurang mencukupi. (Foto: Supplied)
"Saya tidak tahu cara memilih mereka [pihak universitas] seperti apa, karena mereka tidak mengakomodasi [pilihan mahasiswa] yang 'single' atau 'family' di dalam form nya," kata Tiyon, yang istrinya juga kehilangan pendapatan sejak pandemi COVID-19.
"Akhirnya mungkin [siswa] yang duluan 'apply', yang akan dapat lebih dulu. Akhirnya, yang lebih membutuhkan tidak dapat."
Tiyon namun merasa bersyukur telah menerima bantuan dari komunitas, berupa bantuan pangan, yang turut meringankan beban keluarganya. Voucher makanan dinilai efektif
Menurut Philip Le Liu salah seorang pejabat yang bekerja di Dewan Kota Melbourne, saat ini mahasiswa internasional di Melbourne merupakan salah satu yang paling merasakan dampak pandemi COVID-19.
"Ribuan mahasiswa internasional berada di kota kita, kebanyakan dari mereka telah kehilangan pekerjaan dan memiliki akses terbatas terhadap bantuan pemerintah," kata Phillp Le Liu.
"Program voucher makanan ini sederhana namun diperkirakan efektif dalam membantu meringankan beban stress di masa ini." Photo: Ida merasa akan sangat terbantu dengan voucher belanja yang dibagikan Pemerintah Kota Melbourne bagi mahasiswa internasional di sana.
(Foto: Supplied)
Program ini pun dilihat penting oleh Ida yang melihat kesulitan teman-teman mahasiswanya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, ia berharap agar ke depannya, Pemerintah dapat membantu mahasiswa internasional dengan meringankan biaya sekolah mereka.
"[Sudah ada] banyak [bantuan] untuk [keperluan] konsumsi ya, tapi kalau misalkan [ada juga] bantuan untuk 'funding', atau 'cost tuition fee' [bantuan uang sekolah] sepertinya akan membantu sekali."
Sementara itu, belum ada tindakan lebih lanjut terhadap program bantuan mahasiswa internasional bernama "International Students Emergency Relief Fund" yang dikeluarkan oleh Pemerintah Negara Bagian Victoria dua pekan lalu.
Dalam program bantuan tersebut, bila memenuhi syarat, mahasiswa internasional yang terdampak secara keuangan karena COVID-19, dapat menerima bantuan keuangan sebesar AU$1,100 (Rp10,5 juta).
ABC sudah menghubungi pihak Study Melbourne, lembaga pendukung mahasiswa internasional di Victoria, namun hingga artikel ini terbit, mereka belum memberikan respon.
Simak berita lainnya di ABC Indonesia dan ikuti kami di Facebookdan Twitter.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inovasi Berbasis Teknologi dari Indonesia untuk Menangani Virus Corona