Mahfud MD Heran Kok Fahri Hamzah Baperan

Kamis, 21 September 2017 – 12:42 WIB
Mahfud MD. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perdebatan perihal penyadapan dan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, antara

Mantan Ketua MK Mahfud MD dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saling sahut menyahut di media Twitter. Mereka berdebat soal penyadapan dan operasi tangkap tangan KPK.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Ungkap 3 Alasan KPK Wajar Dibekukan

Mahfud menulis, sebenarnya dia malas berdebat. Namun, ada hal yang perlu diluruskan supaya masyarakat diberikan pemahaman yang sesungguhnya terkait hal itu. Dalam tradisi ilmiah, lanjut dia, wacana untuk pendalaman dibolehkan, tapi debat kusir yang bertujuan untuk mau menang sendiri harus dihindarkan.

"Sebenarnya saya malas berdebat kusir tentang OTT dan penyadapan dengan Pak @Fahrihamzah, tapi agar masyarakat tidak tersesatkan saya jawab sekarang," kata Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis (21/9).

BACA JUGA: Marak OTT KPK, Begini Kata Pak JK

Dia menjelaskan konstruksi debatnya dengan Fahri. Semula kata dia, Fahri bertanya mengenai dasar hukum operasi tangkap tangan (OTT) dan dimana hal tersebut diatur dalam hukum. Lalu mengapa KPK melakukan OTT.

Atas pertanyaan itu Mahfud menjelaskan, ketentuan dan definisi 'tangkap tangan' itu diatur dengan jelas di dalam Pasal 1 Butir 19 KUHAP. Itulah yang menjadi dasar KPK melakukan OTT.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Anak Pak Jokowi Jago Bikin Film Juga

Adapun Pasal 1 Butir 19 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP berbunyi, “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya, atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.

Setelah dijelaskan seperti itu, Mahfud merasa Fahri kaget lalu malah mendebatkan bahwa di KUHAP itu yang ada tangkap tangan, bukan operasi tangkap tangan. Jadi tidak ada kata 'operasi'

"Saya kaget. Kok yang disoal istilah operasi? Bukankah yang penting unsur-unsurnya? Istilah operasi kan bisa diganti melakukan atau melaksanakan?" tutur Mahfud.

Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan itu lantas mengatakan, jauh sebelum Fahri menjadi politikus, sejak zaman Belanda, operasi (tindakan, melakukan) tangkap tangan itu sudah dilakukan, sesuai KUHAP.

Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan pun sudah pernah menulis itu dengan jelas. Bahkan dalam tulisan Adnan, disebut di banyak negara itu sudah dilakukan OTT.

Oleh sebab itu, Mahfud mengaku tak bermaksud mengejek ketika menjawab "Hahaha" ketika Fahri menyoal istilah "operasi" itu. Namun kemudian Fahri berbelok menanyakan dan meminta tanggung jawab dirinya tentang putusan MK atas Pasal 31 UU ITE.

Menurut Mahfud, itu lebih parah lagi. Dia menegaskan, perlu dibaca baik-baik mengenai vonis MK tersebut. Sepemahaman dia, putusan tersebut 'melarang' dilakukannya penyadapan tanpa pengaturan di dalam undang-undang. Itu mutlak dan harus diikuti.

"Lah, Pak Fahri menyoal @KPK_RI yang menyadap terduga. Katanya bertentangan dengan vonis MK yang melarang penyadapan. Itu letak salahnya," paparnya.

Dia menerangkan, KPK melakukan penyadapan justru sesuai dengan vonis MK, bahwa menyadap itu harus berdasar undang-undang. Dia lantas bertanya apakah Fahri sudah membaca undang-undang tersebut.

Pasal 12 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2002 mengatur bahwa dalam penyelidikan dan penyidikan, KPK berwenang melakukan penyadapan. "Jangan-jangan ini tak dibaca," kata Mahfud.

Karena itu, dia mempertanggungjawabkan secara akademis dan yuridis bahwa vonis MK sudah benar. Yakni, tak boleh menyadap tanpa pengaturan di dalam uu.

Dalam kaitannya dengan KPK melakukan penyadapan, lanjut dia, itu sudah benar karena Pasal 12 Ayat 1 UU KPK memang sudah mengaturnya. Lantas dia bertanya kepada Fahri apakah hak ini mau diperdebatkan lagi.

"Kita tak perlu berdebat, misal, bilang mengatur & berwenang itu beda. Nanti bisa ditertawai banyak orang, atau, hanya dijawab, Hahaha, hehehe," sindir Mahfud.

Sementara itu, soal pejuang reformasi yang ternyata korupsi, akan dijelaskannya dalam sebuah tulisan di koran. Menurutnya, itu makalah enam tahun lalu dan dikutip media-media.

"Sekian, ya, Pak Fahri. Saya sering bicara umum, tak nyebut orang, tapi yang tiba-tiba yang marah Pak Fahri. Kok baper-an sih? Tapi saya suka pada anda," pungkasnya. (dna/jpc)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah: Presiden Harus Tahu!


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler