jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjalankan sendiri tanggung jawab negara dalam menindak para pelanggar hak asasi manusia (HAM) secara adil.
"Presiden Jokowi jangan memindahkan tanggung jawab negara dan pemerintahannya kepada Komisi Nasional (Komnas) HAM. Itu membikin orang kemudian kritis dan jengkel sama pemerintahan, termasuk juga sama Presiden Jokowi," kata Azyumardi.
BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Munarman FPI, Makin Menohok
Pernyataan itu disampaikannya dalam forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berlangsung secara daring di Jakarta, Selasa (15/12).
Akademisi kelahiran Lubuk Alung, 4 Maret 1955 ini mengatakan, Komnas HAM hanya bisa meneliti dan menyelidiki laporan masyarakat soal kasus pelanggaran HAM. Sedangkan untuk menindak para pelanggar HAM, itu merupakan kewenangan pemerintah.
BACA JUGA: FPI Mengecam Pernyataan Presiden Jokowi Soal Ini
"Mana bisa Komnas HAM menyelesaikan itu, menyelidiki dan meneliti bisa. Akan tetapi, untuk menindaklanjuti, misalnya menindak para pelanggar HAM, itu tidak bisa. Itu harus pemerintah," tegasnya.
Prof Azyumardi menyatakan perbedaan isi pidato Presiden Jokowi soal penembakan di Sigi dan penembakan yang menewaskan enam orang warga negara di Tol Jakarta-Cikampek, telah menimbulkan pertanyaan publik mengenai keadilan hukum di negara ini.
"Itulah yang kemudian menyinggung rasa ketidakadilan itu. Dan itu yang kami harapkan ada perubahan. Terima kasih,' kata Azyumardi dalam forum yang membahas riset para profesor LIPI tentang Mewujudkan Harmoni dalam Kebinekaan: Masalah dan Solusinya tersebut.
Kegiatan itu dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mahfud MD.
Mahfud dalam sambutannya mengatakan bahwa negara harus menitikberatkan pada hukum dan keadilan dalam menata nilai-nilai yang berbeda yang tidak bisa dikompromikan dan menjadi urusan privasi warga negara.
"Karena ini hukum nasional, pelaksanaan harus dipaksakan atau ditegakkan oleh Negara. Anda melanggar maka negara yang turun tangan," ujar Mahfud.
Kalau negara tidak mampu menegakkan keadilan hukum, katanya, maka negara tersebut tinggal menunggu kehancurannya.
"Hancurnya bangsa-bangsa terdahulu itu, ya, karena negara tidak adil. Oleh karena itu, siapa pun pemerintahan, pemerintahan yang dahulu atau pemerintahan sekarang, atau pemerintahan akan datang, sama saja tuntutannya, yaitu menegakkan keadilan kalau keutuhan bangsa dengan segala harmoninya itu ingin dijaga. Kalau enggak, ya, tinggal tunggu waktu," tutur Mahfud.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan bahwa adanya penegakan hukum yang tidak adil, karena hukum dan adil berbeda dalam sudut pandang.
Menurut Prof Mahfud, hukum menghendaki persamaan kriteria, sedangkan adil itu menghendaki perbedaan penerapan.
"Kalau hukum menyatakan barangsiapa membunuh, maka ini ancamannya. Sama kriterianya, itu hukum. Tetapi adil itu lebih banyak berbicara ukuran, bagaimana mempertemukan rasionalitas dan tuntutan hati nurani," jelas Mahfud.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam