jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengklaim Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Cipker) dapat membasmi budaya suap yang menggurita dalam birokrasi Indonesia. Kerumitan regulasi di Indonesia berpotensi menghambat investasi dan menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Mahfud mengakui, buruknya tata kelola birokrasi di Indonesia. Bahkan, birokrasi bisa membuat urusan penting seseorang tertahan lama, tetapi bisa cepat selesai hari ini jika memiliki rekan sejawat.
BACA JUGA: Demo Tolak RUU Omnibus Law Rusuh, Polisi Tangkap 37 Orang
“Tergantung (juga) dari punya uang berapa yang bisa dijadikan suap. Nah, itu persoalan kita. Maka, pemerintah kemudian membuat Omnibus Law (RUU Cipker) agar saat menyelesaikan sesuatu itu bisa selesai, beserta dengan pernak-pernik persoalan lainnya. Seperti yang kalian tahu, persoalan Omnibus Law ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan-perdebatan,” ucapnya dalam diskusi virtual, Sabtu (25/7).
Ia pun menyebut, Omnibus Law RUU Cipker menawarkan perampingan regulasi sebagai solusi peraturan yang tumpang tindih di berbagai sektor.
BACA JUGA: Kami Menyingkirkan Ketakutan terhadap COVID-19, Karena Omnibus Law Lebih Menyeramkan
“Menyangkut investasi masalah itu misalnya ada di (Kementerian) Perdagangan, (akhirnya) itu (bisa) diselesaikan. Ternyata terhambat (lagi) (departemen urusan) bea cukai, diselesaikan di bea cukai. (Lalu) terhambat di imigrasi, dan seterusnya. Sehingga, orang menjadi bertanda tanya, ini mau diselesaikannya dari mana, ini orang mau investasi, itu dari peraturan resminya lho,” tutur Mahfud.
Ia percaya, birokrasi berbelit bisa sebabkan investor kabur. Maka, regulasi terintegrasi bisa menjamin kepastian hukum untuk kelancaran investasi. “Artinya, di birokrasi ada sesuatu, ada aturan-aturan, ada Keppres (Keputusan Presiden), dan ada Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan), ada imigrasi memiliki aturan sendiri saat menyangkut ekspor-impor. Nah, itu yang menyebabkan investasi kita tersendat-sendat,” ujar Mahfud.
Ia pun mengingatkan, para pelaku usaha juga berpotensi melakukan praktik lacung. Sehingga, bukan hanya birokrasi, tetapi regulasi dan aparat penegak hukum juga penting dalam pembangunan hukum. Jika kepastian hukum terjamin, maka investasi dan pertumbuhan ekonomi lancar.
“Tetapi di lapangan itu terjadi ketidakpastian karena misalnya, kita terus terang saja, kolusi di tingkat bawah, kecurangan-kecurangan di dalam praktik-praktik di lapangan, baik di birokrasi pemerintahan maupun di kalangan pelaku bisnis sendiri, saya kira ini tidak bisa dipungkiri,” tutur Mahfud. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil