jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut kekuasaan pemerintah merupakan residu dari hak asasi manusia dan demokrasi.
Artinya, kemerdekaan pers di pascareformasi menurutnya memiliki landasan yang sangat kuat.
BACA JUGA: Bawaslu Inventarisasi Masalah Jelang Pemilu 2024, Hasilnya?
Dia kemudian memaparkan maksud kekuasaan pemerintah merupakan residu dari hak asasi dan demokrasi.
"Hak asasi diberikan semua, lalu pemerintah diberi sisanya, sedikit, untuk mengatur. Nah, era ini menjadi tantangan baru bagi kemerdekaan pers Tanah Air," ujar Mahfud saat berdiskusi dengan Dewan Pers secara daring, Jumat (20/8).
BACA JUGA: Mendesak! TNI AL Kerahkan KRI Semarang-594 ke Riau
Menurut Mahfud, kekuasaan hanya residu dari hak asasi setelah terjadinya reformasi yang kemudian diikuti amendemen UUD 1945.
Berbeda dengan era sebelum reformasi, yang terjadi sebaliknya, hak asasi merupakan residu dari pemerintah.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Mengaku Ada yang Membisikinya Tentang Hal ini
"Kalau dulu, wartawannya ditangkap, dulu ada istilah bredel, ada blackout, kemudian dilarang membeli kertas kepada pemerintah. Itu dulu. Di zaman reformasi berubah, mengambil semua konvensi PBB tentang hak asasi," ucapnya.
Dalam konteks saat ini, terhadap peran pers sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial, pemerintah sangat berharap pers tetap melakukan tugas itu dengan baik.
"Karena itu, pers adalah mitra strategis pemerintah. Masukan, saran, dan kritik yang disampaikan publik di media massa, adalah salah satu dasar pemerintah dalam pembuatan kebijakan," katanya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemudian menyoroti beberapa tantangan bagi pers saat ini.
Antara lain, perkembangan teknologi menjadi tantangan utama bagi pers, sehingga pers harus terus melakukan konvergensi untuk dapat bertahan hidup.
Mahfud juga berharap agar kualitas dan kompetensi para jurnalis dan pengelola media terus ditingkatkan.
"Dengan kualitas teknis dan etik yang baik, pers bisa menghindari terjadinya kesalahan kutip, judul yang tidak sesuai dengan isi berita, data tidak akurat, nara sumber yang tidak kredibel, atau mencampurkan fakta dengan opini," pungkas Mahfud MD.(Antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Ken Girsang