jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik memahami munculnya reaksi dari rakyat kecil, terutama dari buruh dan pekerja menyikapi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
"Reaksi keras saya kira bisa dipahami," kata alumnus Universitas Indonesia (UI) itu saat membuka diskusi berjudul Polemik JHT, Kemana Dananya digelar Gelora TV, Rabu (23/2).
BACA JUGA: Dewas BPJamsostek Tegaskan Siap Awasi Kebijakan serta Manfaat JKP dan JHT
Sebab, kata Mahfuz, ada kekhawatiran dari buruh dan pekerja soal perekonomian negara ke depan yang belum menunjukkan perbaikan.
Hal itu yang membuat perusahaan sulit menjamin karyawannya tidak terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
BACA JUGA: Ombudsman Tekankan Pentingnya Partisipasi Pekerja dalam Penyusunan Permenaker Soal JHT
"Persoalannya ada semacam ketidakpastian dan kekhawatiran pekerjaan mereka," kata Mahfuz.
Dia mengatakan bahwa kecemasan terhadap pekerjaan tadi terakumulasi dengan munculnya aturan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sehingga reaksi terhadap ketentuan itu begitu keras.
BACA JUGA: Seusai Menghadap Presiden, Menaker Bakal Merevisi Aturan JHT, Alhamdulillah
Dalam satu pasal di Permenaker tersebut, JHT disebut baru bisa dicairkan pekerja saat 56 tahun.
"Ini menurut saya menjadi semacam kejelasan kenapa reaksi begitu luas dan kuat," tuturnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menanggapi keberatan yang disampaikan para pekerja terkait Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut kepala negara telah memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merevisi aturan itu.
Jokowi meminta agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT bisa disederhanakan dan dipermudah, sehingga dana JHT bisa diambil oleh individu pekerja yang sedang mengalami masa sulit, terutama sedang menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Jadi, bagaimana nanti pengaturannya akan diatur lebih lanjut di dalam revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau regulasi yang lainnya," kata Pratikno dalam keterangannya, Senin (21/2). (ast/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Aristo Setiawan