jpnn.com, JAKARTA - Kuasa hukum warga Kemang korban pelebaran trotoar, Kamilus Elu menilai hak kliennya telah dirampas oleh Pemprov DKI Jakarta. Pasalnya, pelebaran trotoar yang dilakukan anak buah Gubernur Anies Baswedan tidak sesuai peraturan.
Kamilus mengatakan, Permen Agraria/ATR dan UU Pengadaan Tanah yang digunakan Dinas Bina Marga DKI Jakarata sebagai landasan hukum mencaplok lahan warga, sangat tidak tepat. Pasalnya, baik konsolidasi tanah maupun pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan oleh lembaga pertanahan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.
BACA JUGA: Tolak Pelebaran Trotoar, Warga Kemang Mengaku Diteror Pemprov DKI
"Peserta konsolidasi tanah adalah para pemegang hak atas tanah baik orang perorangan maupun badan hukum. Penyelenggara konsolidasi tanah adalah Kantor Pertanahan Nasional," ujar dia.
“Harusnya kan jangan merugikan warga pemilik dan pengguna lahan di Kemang. Ini lahan milik warga, bukan milik pemerintah daerah. Posisi Pemprov DKI menempatkan aset trotoar di atas lahan warga, posisinya lemah jika suatu hari digugat warga,” ungkap Kamilus.
BACA JUGA: Anak Buah Anies Sebut Pejalan Kaki Butuh PKL di Trotoar
Apabila Pemda DKI Jakarta membutuhkan lahan untuk pelebaran trotoar, lanjut dia, maka harus mematuhi peraturan yang ada dan tidak merugikan pemilik lahan. Ganti rugi yang layak dan adil wajib diberikan.
Kamilus yang merupakan mantan staf khusus era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu melanjutkan, warga pemilik dan pengguna lahan di Kemang Raya terganggu pelebaran trotoar.
BACA JUGA: Penataan Trotoar ala Gubernur Anies Tidak Pro-Rakyat
Bahkan beberapa di antaranya mengaku kehilangan omzet besar karena sepinya pelanggan lantaran sulitnya parkir kendaraan karena terhalang proyek tersebut.
“Warga yang lahannya terkena dampak pelebaran trotoar di Kemang Raya usahanya menjadi lesu dan bisa terancam bangkrut karena sulitnya akses dan parkir kendaraan pelanggan,” ujar Kamilus.
Kamilus menyampaikan, sebelumnya sudah ada pertemuan antara warga pemilik dan pengguna lahan terdampak pelebaran trotoar di Kemang. Para warga pemilik dan pengguna lahan menolak jika lahannya dijadikan trotoar.
Selain itu, warga pemilik dan pengguna lahan di Kemang Raya juga menolak menandatangani surat perjanjian kerja sama (PKS) karena tidak jelas dasar hukumnya. Menurut Kamilus, surat PKS seharusnya terbit melalui Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pembangunan fasilitas umum di lahan milik pemerintah daerah.
Lebih jauh, Kamilus menyayangkan adanya unsur intimidasi pada warga pemilik dan pengguna lahan yang menolak menandatangani surat PKS. Dia menyampaikan, intimidasi itu dalam bentuk ancaman dipersulitnya izin usaha hingga pencabutan izin usaha yang tidak ada hubungannya dengan pelebaran trotoar.
“Warga menolak menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) pelebaran trotoar yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta. Jangan ada intimidasi dan jangan dipersulit izin usaha warga,” sambung Kamilus. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil