MAKI Desak KY Awasi Ketat Sidang Pailit Ahli Waris yang Libatkan WNA di PN Jakarta Pusat

Minggu, 30 Juni 2024 – 11:25 WIB
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengeluarkan pernyataan tegas terkait putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 226/PDT.Sus-PKPU/2023 perihal ahli waris PT Krama Yudha.

MAKI menilai putusan tersebut menimbulkan kerancuan dalam pandangan hukum yang objektif, khususnya dalam kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan yang memerlukan pembuktian sederhana tentang unsur utang piutang.

BACA JUGA: KY Terima Laporan Dugaan Kode Etik Hakim Penyidang Perkara Gazalba Saleh dari KPK

Boyamin Saiman menjelaskan bahwa dalam perkara ini terdapat janji pemberian bonus yang dicantumkan dalam akta notaris tahun 1998.

Namun, tidak ada kejelasan mengenai kapan janji tersebut berakhir dan seluruh formatnya tidak jelas.

BACA JUGA: KY Umumkan Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM, Berapa Jumlahnya?

“Seharusnya hal ini dibuktikan melalui Pengadilan Perdata Biasa (Pengadilan Negeri), bukan Pengadilan Niaga,” ujar Boyamin.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, MAKI mengajukan permohonan kepada Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk melakukan pengawalan dan pengawasan secara khusus terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 226/PDT.Sus-PKPU/2023.

BACA JUGA: Eks Ketua KY Jaja Ahmad Jayus Kena Bacok, Ini Kata Polisi soal Pelaku

Boyamin menekankan pentingnya pengawasan ini untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.

Dalam surat permohonannya, MAKI juga mencatat adanya dissenting opinion atau pendapat berbeda dari salah satu hakim dalam putusan tersebut.

Pendapat tersebut menyatakan bahwa seharusnya PKPU ini dicabut karena tidak ada dasar hukum yang jelas, terutama terkait ahli waris.

Selain itu, terdapat beberapa poin penting lainnya yang disoroti oleh MAKI, antara lain jumlah utang yang tidak pasti, ketiadaan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai pembagian laba bersih perusahaan sesuai akta tahun 1998, serta penetapan hakim pengawas yang seharusnya final namun dibatalkan dan diabaikan oleh hakim pemutus.

"Kami mencurigai adanya ketidakberesan dalam proses pengambilan putusan oleh para hakim pemutus. Hal ini menambah kecurigaan kami dan memerlukan pengawasan ketat dari Komisi Yudisial," tambah Boyamin.

Dengan harapan, MAKI meminta agar Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia menggunakan kewenangannya untuk melakukan pengawalan dan pengawasan khusus terhadap putusan ini.

"Kami memohon agar perkara ini diawasi dengan seksama untuk menghindari adanya penyimpangan dan ketidakadilan yang mungkin terjadi,” tutup Boyamin dalam pernyataannya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah memutuskan pailit dalam kasus yang melibatkan Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) antara Arsjad Rasjid cs dengan ahli waris Eka Said, Rozita, dan Ery yang berstatus warga negara Singapura.

Putusan tersebut tertanggal 31 Mei 2024, yang dikeluarkan dengan nomor perkara PKPU NO.226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST, mendapat catatan dissenting opinion dari Hakim Anggota II Darianto, yang menilai debitor tidak pantas dilibatkan dalam PKPU dan seharusnya PKPU dibatalkan bukan dipailitkan.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler