MAKI Dukung Penerapan Pasal Perintangan Penyidikan dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah

Kamis, 01 Februari 2024 – 11:08 WIB
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai langkah Kejagung menerapkan pasal perintangan penyidikan dalam mengusut kasus korupsi tata niaga timah sangat tepat. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menerapkan pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice) kepada pihak yang menghambat pengusutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai langkah tersebut tepat dikarenakan bisa menjadi efek kejut agar yang lain tidak melakukan hal sama.

BACA JUGA: Begini Ulah TT Merintangi Penyidikan Rasuah Tata Niaga Timah, Ada Uang Sebegini di Gudang

"Sangat tepat (penggunaan pasal perintangan penyidikan) untuk pembelajaran lain agar jangan coba-coba menghalangi penyidikan. Ibarat kata menakuti monyet dengan cara menyembelih ayam di depannya," kata Boyamin Saiman saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/2).

Selain itu, menurut Boyamin, pentingnya pengenaan pasal perintangan penyidikan juga untuk memudahkan penyidikan lebih lanjut.

BACA JUGA: Kejaksaan Tetapkan Tersangka Skandal Timah, Presiden KAI: Buru Juga 4 Smelter Lain

Dia juga menilai adanya perintangan penyidikan tersebut menunjukkan terjadi penyimpangan dalam tata niaga timah yang sedang diusut Kejagung.

"Betul, dengan adanya perintangan lebih meyakinkan penyidik bahwa ada yang tidak beres, karena ditutupi sehingga makin menaikkan adrenalin penyidik untuk lebih semangat membongkar kasus tersebut," ujarnya.

BACA JUGA: Sejumlah Mahasiswa Kembali Menggelar Aksi di Depan Gedung PT Timah, Ini Tuntutannya

Boyamin pun mendorong Kejagung mengusut tuntas kasus ini.

Pangkalnya, nilai kerugian keuangan dan perekonomian negara ditaksir lebih besar dari kasus PT Duta Palma sekitar Rp 78,8 triliun.

"Kasus ini bisa merugikan negara hingga di atas Rp 50 triliun. Bahkan, jika dihitung kerugian ekonomi, maka di atas Rp 100 triliun," sebut Boyamin. (mar1/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler