jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan meyakini karya jurnalistik bukan menjadi sasaran dari isi maklumat Kapolri Nomor 1/I/2021 tentang larangan penggunaan simbol Front Pembela Islam (FPI).
"Soal Maklumat Kapolri ini banyak dikritisi pekerja jurnalistik, namun saya meyakini semua karya jurnalistik tidak masuk dalam sasaran maklumat Kapolri," kata Edi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
BACA JUGA: FPI Dibubarkan, Lemkapi: Kegiatan Mereka Sudah Banyak Mengganggu Ketertiban
Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu mengatakan yang menjadi sasaran Polri adalah narasi-narasi di media sosial yang isinya membuat provokasi, menghasut, dan hoaks.
Selama ini, provokasi hasutan dan hoaks sangat meresahkan masyarakat sehingga berpotensi mengganggu kamtibmas.
BACA JUGA: Ini Respons Terbaru Bang Munarman FPI Atas Maklumat Kapolri Idham Azis
"Wartawan adalah mitra kerja Polri sehingga maklumat tidak akan pernah menyasar karya jurnalistik," katanya.
Edi juga mengatakan maklumat itu dikeluarkan untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan bagi negara dan masyarakat.
BACA JUGA: Pembubaran FPI Libatkan Tentara, Pakar Hukum: Itu Konyol, Tidak Beradab, Makin Mundur
Menurutnya, maklumat diterbitkan untuk memperkuat surat keputusan bersama (SKB) menteri tentang larangan penggunaan simbol FPI.
Dalam situasi keamanan negeri saat ini, kata Edi, Maklumat Kapolri sangat dibutuhkan dalam menjaga stabilitas kamtibmas agar selalu kondusif.
"'Solus populi suprema lex esto'. Artinya, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Itu yang paling utama," tegasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, menerbitkan Maklumat Nomor 1/I/2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut serta penghentian kegiatan FPI tertanggal 1 Januari 2020.
Salah satu isi Maklumat Kapolri itu adalah pasal 2d bahwa masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI, melalui website serta media sosial.
Sontak saja, komunitas pers sepakat meminta Kapolri mencabut Pasal 2d maklumat itu karena dapat mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.
Pasal itu juga bisa dikategorikan bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers tentang tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Selain itu, maklumat juga bertentangan dengan hak warga negara di dalam Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi. (antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha