BOGOR---Warga Puncak kembali terkurung semalaman saat pergantian tahun 2013 ke 2014. Pasalnya, Polres Bogor bakal menutup jalur wisatawan ke Kecamatan Megamendung dan Cisarua itu.
Polres Bogor tak mentolelir siapa pun untuk merangsek naik ke Puncak, termasuk warga setempat yang hendak turun ke Kota Bogor. Karena, laju kendaraan mengarah ke Cisarua dan Megamendung akan ditutup mulai pukul 19:00 31 Desember 2013 sampai pukul 01:00 1 Januari 2014.
“Keesokan harinya kendaraan sudah mulai mengarah ke bawah,” kata Kapolres Bogor AKBP Asep Saprudin usai memimpin Upacara Pembukaan Oprasi Lilin Lodaya 2013, di Mapolres Bogor, kemarin.
Para wisatawan yang hendak merayakan tahun baru di Puncak akan diarahkan melalui jalur alternatif. Untuk pengaturan roda dua akan diarahkan melalui jalur alternatif yakni melewati Bendungan ke kanan, hingga ke Lembah Nyiur dan dari Cilember menembus Batulayang.
Sedang dari arah Puncak menuju Bogor, dapat melalui alternatif Batulayang menembus Cilember dan Lembah Nyiur menembus hingga Bendungan di Ciawi.
Dengan personel yang akan disiapkan per satu kilo meter, pada puncak malam tahun baru dan natal, pihaknya akan menertibkan motor yang sembarang terparkir. Hal itu biasa terjadi tiap tahunnya. Selain itu disedikan dua unit mobil derek yang disiagakan di Riung Gunung dan Perbatasan Cianjur.
Terkait dengan nasib warga di sekitar puncak, kata dia proses pengaman medapat dukungan dari masyarakat sekitar. “Ini merupakan kegiatan tahunan. Setiap tahunnya tidak pernah ada masalah dengan warga sekitar. Itu sama dengan warga telah memberi dukungan terhadap kegiatan pengamanan ini,” terang dia.
Sehingga, waktu-waktu yang ditetapkan oleh polisi dapat bisa diterima dan dimaklumi oleh masyarakat Cisarua. Terlebih lagi, alternatif telah disedikan dengan dilengkapi rambu-rambu petunjuk jalan yang telah terpasang sejak kemarin.
Akibat rencana penutupan itu, warga Puncak protes. Karena, hak warga merasa terampas. Seperti diungkapkan Sunyoto. Menurutnya, dari pengalaman tahun baru sebelumnya, utama memang teratasi dengan one way namun kondisi jalan alternatif amat parah sehingga wargapun terisolisir seharian.
“Jalan utama sepi tapi, jalan alternatif padat dan kacau sampai warga kesulitan. Sama saja mengorbankan warga,” terang warga Puncak Sunyoto kemarin.
Kata dia, tanpa ada pemberlakukan buka tutup masyarakat malah bisa lebih memahami. Meski kondisi jalan macet.
“Macet di wilayah puncak masih bisa dimaklumi oleh masyarakat. Tak seperti kemacetan di jalur alternatif. Rekayasa lalulintas ini sama dengan memperparah kondisi, imbasnya dirasakan oleh masyarkat,” terang dia.
Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk di dua kecamatan sebanyak 211.542 jiwa. Terdiri dari 112.655 jumlah penduduk Kecamatan Cisarua dan 98887 penduduk Kecamatan Megamendung.
Sementara itu Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Puncak, M Teguh Mulyana menegaskan penutupan akses menuju dan dari Puncak itu akan menimbulkan kerugian pada masyarkat.
BACA JUGA: UU ASN Tidak Mewajibkan Lelang Jabatan Kasek
Pasalnya, banyak para pedagang dadakan yang akan mengalami penurunan penghasilan. Selain itu, kebutuhan hak warga terhadap akses jalan juga akan terampas.
“Tak hanya pedagang kaki lima dan pedagang dadakan yang dirugikan. Warga sekitar pun akan terusik. Bisa saja warga yang melahirkan akan terhambat dengan kebijakan tersebut,” terang pria yang akarab disapa Bowi ini.
Ia menambahkan, setiap pergantian tahun ada sekitar 400 sampai 600 dadakan di wilayah Cisarua. Jika di gabung dengan Kecamatan Megamendung dan Ciawi jumlahnya lebih dari 1.500 pedagang. Sebagian besar dari mereka berjuala terompet dan jagung bakar di sepanjang jalan raya puncak hingga ke Ciawi.
Setiap pedagang, lanjut dia, bisa mengambil keuntungan antara Rp500 ribu sampai dengan Rp1,5 juta. Semua pedagang tersebut kebanyakan dari warga pribumi yang mengambil keuntungan dari moment natal dan tahun baru.
“Dengan adanya one way, diprediksi keuntungan para pedagang akan berkurang hingga 50 persen,” terang Bowi.
Selain itu, pemberlakuan one wey tak melibatkan unsur organisasi pariwisata seperti Kompepar dan organisasi pariwisata yang ada di puncak. Sehingga, sosialisi terhadap pengunjung maupun masyarakat tak akan merata.
“Seharusnya organisasi pariwisata Puncak dilibatkan. Sehingga warga tak akan merasa terisolisir karena telah terlebih dahulu kami sosialisasikan,” terang dia. (azi/d)
BACA JUGA: Yakin JLNT Bisa Urai 40 Persen Kemacetan
BACA JUGA: Usulkan Penerapan Jalur 3 in 1 di Pinggiran Jakarta
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkas Kasus Korupsi Pondok Rangon-Mahogani Dilimpahkan
Redaktur : Tim Redaksi