Pemerintah Malaysia dan Indonesia mengkhawatirkan keputusan Australia untuk memiliki kapal selam bertenaga nuklir meski tanpa dilengkapi dengan senjata nuklir.

Merujuk kepada AUKUS, pakta pertahanan tiga negara yang disetujui bulan lalu antara Australia, Amerika Serikat dan Inggris, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan negerinya dan Indonesia mengkhawatirkan dampak dari persetujuan tersebut.

BACA JUGA: Australia Berencana Memperketat Tes Karakter Bagi Warga Migran, Terpidana Kasus Tertentu Akan Dideportasi

"Kami sepakat soal isu terbaru di kawasan berkenaan dengan sebuah negara di kawasan membeli kapal selam bertenaga nuklir," kata Menlu Saifuddin dalam jumpa pers bersama setelah bertemu dengan Menlu Indonesia Retno Marsudi di Jakarta.

"Meski negara tersebut tidak memiliki kapasitas untuk membuat senjata nuklir, kami tetap prihatin dan khawatir.'

BACA JUGA: Penularan COVID-19 Meningkat di Sekolah yang Guru dan Muridnya Tidak Pakai Masker

Indonesia sebelumnya bulan lalu sudah menyatakan kekhawatirannya bahwa AUKUS akan membuat terjadinya perlombaan pengembangan senjata di kawasan. 

Pakta AUKUS itu muncul di saat semakin meningkatnya ketegangan di kawasan Laut Tiongkok Selatan dan Timur, jalur yang menjadi salah satu jalur penting perdagangan dunia, yang meliputi dari 30 persen perdagangan global.

BACA JUGA: Australia Bawa 21 Pemain untuk Menantang Indonesia U-23, 7 Pilar Berkarier di Luar Negeri

Negara ASEAN lainnya, Filipina yang menjadi sekutu pertahanan Amerika Serikat di sisi lain mendukung AUKUS dengan mengatakan hal tersebut memberikan perimbangan kekuatan terhadap Tiongkok yang bertindak semakin agresif.

Malaysia sebelumnya sudah mengatakan akan mencari pandangan mengenai hal ini dari Tiongkok dan anggota ASEAN.

Dalam pertemuan mereka, kedua Menlu juga menyampaikan kekecewaan dengan tidak banyak kemajuan yang diperlihatkan oleh junta militer di Myanmar dalam menerapkan rencana perdamaian yang sudah disepakati dengan ASEAN.

Hari Jumat lalu, ASEAN memutuskan untuk tidak mengundang pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta 1 Februari lalu untuk menghadiri pertemuan ASEAN.

Ini adalah tindakan yang jarang dilakukan ASEAN sebelumnya.

Menurut Menlu Indonesia Retno Marsudi, ASEAN akan terus menawarkan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar

Kedua Menlu juga mengatakan mereka membicarakan mengenai dimulainya kembali koridor perjalanan antara Indonesa dan Malaysia, dan sepakat untuk menyelesaikan perbatasan laut kedua negara di Selatan Malaka bagian selatan dan di Laut Sulawesi.

Reuters

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sydney Menikmati Kebebasan, Kehidupan Perlahan Kembali Normal

Berita Terkait