jpnn.com - Alhamdulillah prediksi saya bahwa neraca perdagangan (NP) di bulan Maret akan surplus menjadi kenyataan. Menurut data CEISA, posisi NP bulan Maret 2019 berada di teritori positif.
Kinerja tersebut melanjutkan tren positif bulan sebelumnya, meskipun secara year to date NP masih berstatus defisit. Prediksi surplus itu, berdasar pada pola periode-periode sebelumnya yang memperlihatkan tren ekspor kuartal pertama yang selalu mencapai puncaknya di bulan Maret.
BACA JUGA: Beri Tembakan Peringatan, Bea Cukai Dumai Sikat Selundupan Sabu - Sabu
BACA JUGA: Ekspor Pertanian Terus Melesat
Namun di tengah kabar gembira itu, muncul kekhawatiran terhadap kinerja ekspor nasional. Karena meskipun pola ekspor masih relatif serupa di kuartal 1, tetapi size ekspor bulan Maret tahun 2019 merupakan yang terendah selama 3 tahun terakhir. Bila dilihat lebih dalam, pelemahan ekspor berasal dari sektor-sektor pendorong utamanya.
Sektor manufaktur yang merupakan kontributor terbesar, mengalami tekanan sehingga tumbuh negatif. Masih lesunya harga komoditas, ditambah perlakuan tidak adil negara tujuan ekspor, berdampak negatif pada ekspor sektor pertanian dan kehutanan.
BACA JUGA: Permudah Traveler, Bea Cukai Makassar Kenalkan Electronic Customs Declaration
Sektor pertambangan pun setali tiga uang, keputusan perusahaan tambang di Papua untuk beralih dari tambang terbuka menjadi under ground, menjadi salah satu penyebab sektor ini mengalami tekanan terdalam dibanding 2 sektor sebelumnya.
Tantangan juga datang dari situasi ekonomi dunia. IMF baru-baru ini memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk yang semula 3,5 persen menjadi 3,3 persen saja. Negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia juga diprediksi melemah, seperti Amerika Serikat semula 2,5 persen menjadi 2,3 persen, pun demikian dengan Tiongkok dan Jepang yang tidak lebih baik.
BACA JUGA: Bea Cukai Riau Paparkan Keuntungan Fasilitas PDPLB
Jangan berharap pada Uni-Eropa, karena UE tengah menghadapi kemungkinan perang dagang dengan AS ditengah melemahnya ekonomi Jerman, sang mesin utamanya. Perang dagang yang disulut oleh kegeraman AS yang mengetahui UE memberikan subsidi kepada Airbus sang kompetitor Boeing.
Padahal saat ini Boeing tengah menghadapi masalah berat, yang mengharuskannya mengurangi produksi pesawat tipe tertentu, sehingga menambah tekanan pada ekonomi AS.
Apabila kembali melihat pola eksportasi, maka bulan April ini kinerja ekspor kemungkinan mengalami perlambatan secara month to month (mtm) cukup besar. Perubahan struktur ekonomi yang signifikan belum nampak hingga saat ini, padahal kebutuhan atas barang impor untuk memenuhi industri dan pasar dalam negeri (DN) masih tinggi. Akibatnya, NP bulan April diperkirakan akan (kembali) berada di posisi negatif.
Namun demikian masih ada kabar gembira yang terselip, seperti importasi bahan baku dan penolong yang masih mendominasi. Hal ini (cukup) mengindikasikan bahwa industri masih menggeliat, dan diharapkan mulai dapat mengisi kebutuhan barang konsumsi DN yang impornya mengalami tekanan terdalam. Bahkan importasi dengan tujuan ekspor (fasilitas) tumbuh positif, ditengah penurunan kinerja importasi. Indikasi ini membuka harapan bahwa ekspor Indonesia masih berpotensi untuk tumbuh, terutama disektor manufaktur.
.
Alhasil, harapan saat ini hanya pada kemampuan domestik, yang sedang mengalami pergolakan ekonomi dan politik. Pesta demokrasi tinggal hitungan hari, jangan sampai perbedaan pandangan politik menambah beban ekonomi.
Tidak bermaksud memperburuk informasi, namun hanya sekedar mengingatkan bahwa kita masih punya potensi.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bea Cukai Pekanbaru Resmikan Fasilitas Kawasan Berikat Mandiri Pertama di Sumatera
Redaktur : Tim Redaksi