Manajemen Bencana Perlu Segera Dibenahi

Kamis, 24 Juni 2010 – 13:37 WIB
JAKARTA - Kawasan DKI Jakarta khususnya, tercatat pernah beberapa kali diguncang gempa dahsyatAntara lain yaitu pada tahun 1699, 1780, 1883, serta 1903

BACA JUGA: OC Kaligis: Ariel Baik-baik Saja di Tahanan

Belakangan, intensitas gempa yang kian meningkat di zona patahan aktif sepanjang pantai barat Sumatera, memunculkan kekhawatiran bahwa potensi rambatan gempa dapat sewaktu-waktu menuju ibukota
Meskipun kekhawatiran itu tak perlu dibesar-besarkan, pemerintah harus membenahi sistem manajemen bencana yang dapat mengantisipasi situasi krisis apabila gempa itu "singgah" di Jakarta.

Sehubungan dengan itu, Kamis (24/6) pagi, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) mengundang Profesor Antony Saich dan Dr Arnold Howitt dari Sekolah Ilmu Pemerintahan John F Kennedy, Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS), untuk membagi pengalaman AS dan Cina dalam hal manajemen bencana dan pengelolaan situasi krisis

BACA JUGA: Kecaman dan Simpati untuk Ariel

Kedua pakar itu berbicara di depan petinggi lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan kebencanaan, seperti BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi dan Geofisika), Badan Geologi ESDM, Badan SAR Nasional, beserta akademisi dari perguruan tinggi dan lembaga riset, dalam sebuah sesi diskusi di Istana Presiden.

Sebagaimana disampaikan asisten Staf Khusus Presiden RI melalui rilisnya ke JPNN, acara juga dihadiri oleh SKP BSB Andi Arief, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, serta alumni Sekolah Ilmu Pemerintahan Universitas Harvard, Agus Harimurti Yudhoyono
"Cina memiliki pengalaman yang baik dalam menangani gempa dan banjir seperti kita

BACA JUGA: Tak Kooperatif, Ariel tak Akui Pemain Video Porno

Sementara AS berpengalaman mengelola situasi krisis pada saat badai topanPengalaman kedua negara sangat relevan untuk kita jadikan referensi," kata Soeyanto, kandidat PHd yang juga Asisten SKP BSB.

Menurut Soeyanto, kedua negara tersebut berhasil mengembangkan sistem manajemen bencana yang tangguh, yang bertumpu pada kepemimpinan yang efektif antar lembaga pemerintah yang terkait dengan kebencanaan, serta pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang kajian kebencanaan"Koordinasi menjadi salah kata kunci dalam mengatasi krisis pada saat bencana terjadi, karena pemerintah di pusat dan daerah memiliki bermacam-macam lembaga yang terkait dengan kebencanaanKoordinasi yang efektif itu bukan hanya soal kemampuan membangun relasi antar lembaga, tapi yang lebih mendasar adalah bagaimana kita mendesain relasi dan pembagian kerja yang tepat antar lembaga," papar Dr Arnold Howitt, pakar manajemen krisis dari Universitas Harvard.

Howitt menegaskan, apabila desain kelembagaan itu sudah tepat, maka pekerjaan rumah berikutnya adalah reformasi birokrasi dalam hal pengembangan SDMIa pun mengaku prihatin, mendengar bahwa di berbagai provinsi di Indonesia, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) banyak diisi oleh tenaga-tenaga yang tak memiliki kompetensi di bidang kebencanaan"Bahkan ada teman yang berseloroh, BPBD lebih banyak diisi sarjana agama," ungkapnya.

Oleh karena itu, menurut Howitt lagi, pengembangan SDM yang mumpuni di bidang kebencanaan merupakan pekerjaan rumah yang tak bisa ditunda-ditunda bagi pemerintah IndonesiaApalagi bila sampai (harus) menunggu Jakarta terkena gempa"Apabila diperlukan, Harvard bersedia memberikan pelatihan mengenai manajemen bencana kepada tenaga-tenaga di institusi kebencanaan di Indonesia," kata Howitt lagi(RLS/ito/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Manajer Luna Ikut Diperiksa Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler