jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap lima orang terkait suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara (PN) III.
Di luar lima orang itu, terdapat dua pelaku lainnya, yaitu Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan dan pemilik PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njoto Setiadi yang masih buron.
BACA JUGA: KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Sebagai Tersangka
BACA JUGA : Nurdin Basirun Terkena OTT KPK, Peta Politik Jelang Pilkada Kepri Berubah Total
Lima orang yang diamankan adalah pengelola penukaran uang di Jakarta Freddy Tandou, ajudan Pieko yaitu Ramlin, pegawai Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Corry Luca, Direktur Pemasaran PTPN III sekaligus Komisaris Utama PT KPBN I Kadek Kertha Laksana dan Direktur Utama PT KPBN Edward S Ginting.
BACA JUGA: Gelar OTT Lagi, KPK Sasar Bos BUMN Perkebunan
"KPK mendapat informasi adanya dugaan permintaan uang dari DPU (Dolly) selaku Direktur Utama PTPN III kepada PNO (Pieko) selaku pemilik PT Fajar Mulia Transindo dan perusahaan lain yang bergerak di bidang distribusi gula. Senin, 2 September 2019, diduga PNO meminta FT (Freddy), pengelola money changer untuk mencairkan sejumlah uang yang rencana untuk diberikan kepada DPU," kata Wakil Ketua Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/9).
Laode menerangkan, Pieko kemudian memerintahkan Ramlin untuk mengambil uang dari kantor money changer Freddy dan menyerahkannya kepada Coret Luca pukul 17.00 di kantor PTPN di Kuningan, Jakarta Selatan. Corry kemudian mengantarkan uang sejumlah SGD 345 ribu ke I Kadek di kantor KPBN.
BACA JUGA: OTT KPK di Dua Kasus Berbeda Diumumkan Malam Ini
BACA JUGA : Sebegini Harta Kekayaan Bupati Talaud yang Terjaring OTT KPK
Pukul 20.00 WIB, tim KPK kemudian mengamankan Corry di rumahnya. Berikutnya pukul 20.30 WIB, tim KPK mengamankan Ramlin di kantornya.
Tim kemudian bergerak ke kantor I Kadek dan Edward sekaligus melakukan penangkapan. "FT (Freddy) kemudian diamankan dikantornya pukul 09.00 pagi ini," jelas Laode.
Laode menerangkan Pieko pada awal 2019 ditunjuk menjadi pihak swasta dalam skema long term contract dengan PTPN III.
Dalam kontrak ini, pihak swasta mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak berlangsung.
"Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Pada penetapan harga gula tersebut harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, Pengusaha gula (Pieko) dan ASB selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI)," kata Laode.
Pada 31 agustus 2019 terjadi pertemuan antara Pieko, Dolly dan ASB di Hotel Shangrila. Terdapat permintaan Dolly ke Pieko tentang uang untuk kebutuhan pribadinya melalui ASB.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta I Kadek untuk menemui Pieko guna meminta uang SGD 345 ribu diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III. Di mana Dolly merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut.
"Oleh karena itu, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pemberi PNO (Pieko Nyotosetiadi) pemilik PT Fajar Mulia Transindo. Sebagai penerima DPU (Dolly Pulungan) dan IKL (I Kadek Kertha Laksana)," jelas dia.
Laode melanjutkan, Pieko dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Dolly dan I Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Oleh karena PNO (Pieko) dan DPU (Dolly) telah ditingkatkan statusnya sebagai tersangka dalam proses penyidikan ini, maka KPK mengimbau PNO dan DPU segera menyerahkan diri ke KPK," jelas dia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Jumlah Harta Kekayaan Bupati Muara Enim
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga