Mantan Dirut PLN Didakwa Rugikan Negara Rp 46,1 Miliar

Senin, 15 Agustus 2011 – 16:26 WIB
Mantan Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono Suwondho, saat mendengarkan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (15/8). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT PLN Persero, Eddie Widiono Suwondho, didakwa melakukan korupsi proyek pengadaan Outsourcing Roll Out- Customer Information System-Rencana Induk sistem Informasi (CIS-RISI) PLNDalam proyek yang diterapkan di wilayah kerja PLN Jakarta-Tangerang itu, Eddie dinilai menyalahi aturan karena melakukan penunjukan langsung dan menerima pemberian dari rekanan.

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/8), tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai Muhibuddin, menyatakan bahwa Eddie tanpa persetujuan Dewan Komisaris PT PLN telah menunjuk PT Netway Utama sebagai rekanan proyek CIS-RISI tahun 2004-2006

BACA JUGA: Demo Kasus Nazaruddin, Gedung KPK Ditaburi Bunga

JPU menguraikan, Eddie pada 14 November 2003 mengirim surat ke Dewan Komirsaris PLN
Isi suratnya, Eddie meminta persetujan proyek CIS-RISI dengan anggaran Rp 137,13 miliar.

Namun Dewan Komisaris PLN melalui surat balasan pada 21 November 2003, justru meminta Direksi PLN menekan anggaran proyek tersebut

BACA JUGA: Larang Nazaruddin Ditemui, KPK Dianggap Langgar HAM

Dewan Komisaris juga meminta Direksi PLN melakukan beberapa penghematan atas beberapa unsur biaya seperti sewa kendaraan, sewa kantor, maupun biaya komunikasi
Intinya, Dewan Komisaris PLN belum dapat memberikan persetujuan.

"Namun terdakwa (Eddie) justru mengirim surat ke General Manajer PT PLN Disjaya-Tangerang Fahmi Mochtar, dan menyatakan seolah-olah Dewan Komisaris PLN telah memberi persetujuan," papar Muhibuddin.

Eddie juga memerintahkan Fahmi Mochtar menandatangani kontrak tentang penunjukan PT Netway Utama sebagai rekanan

BACA JUGA: Polri: Makanan Nazar Bebas Racun

Akhirnya pada 29 April 2004, Fahmi dan Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani, menandatangani kontrak perjanjian kerjasama.

"Padahal sesuai dengan anggaran dasar PT PLN Tahun 1998, perjanjian kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain yang memiliki dampak keuangan bagi perseroan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun atau satu siklus usaha, hanya dapat dilakukan Direksi setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham dengan pendapat dan saran dari Dewan Komisaris," tandas Muhibuddin.

Selanjutnya atas kontrak yang ditandatangani Fahmi Mochtar dan Gani Abdul Gani, PT Newtway Utama mendapat pembayaran total Rp 92,27 miliarPadahal dari hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), proyek yang berlangsung 2004-2006 itu semestinya hanya menghabiskan anggaran Rp 46,08 miliar.

"Sehingga selisih yang ada telah memperkaya Gani Abdul Gani dan PT Netway Utama, sekaligus menimbulkan kerugian negara Rp 46,18 miliar," sebut JPU.

Tak hanya itu, dalam surat dakwaan bernomor DAK-19/24/08/2011 itu juga terungkap adanya pemberian dari PT Netway Utama ke pejabat PLNMengacu pada data business plan (rencana bisnis) PT Netway Utama tahun 2005-2007, JPU merinci bahwa pemberian ke pejabat PLN itu antara Rp 2 miliar untuk Eddie Widiono, Rp 1 miliar untuk Fahmi Mochtar, serta  Rp 1 miliar untuk Margo Santoso yang menjadi GM PLN Disjaya-Tangerang sebelum Fahmi

Atas perbuatan tersebut, Eddie dalam dakwaan primair diancam dengan pasal (2) ayat (1) juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjaraSedangkan dalam dakwaan subsidair, Eddie diancam dengan pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Saat diberi kesempatan menanggapi dakwaan JPU, Eddie justru mengaku tidak memahaminyaPria kelahiran Malang, 15 Mei 1953 itu pun merasa keberatan dengan dakwaan JPU

Eddi mempersoalkan pemberian Rp 2 miliar seperti tertuang dalam surat dakwan, yang hanya berdasar dari rencana bisnis PT Netway Utama"Ini membingungkanSelama penyidikan tidak pernah ditanyakan soal ini," ujar Eddie yang mengenakan baju koko warna krem itu.

Namun majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba, mempersilakan Eddie menuangkan keluhannya dalam nota keberatan (eksepsi)Rencananya, persidangan akan digelar pada Selasa (23/8) pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya 5 Orang yang Boleh Temui Nazar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler