jpnn.com, BANDUNG - Badan Eksekutif mahasiswa Fakultas hukum universitas Padjadjaran Bandung menyatakan siap mengawal Amendemen UUD 1945.
Ketua BEM FH Unpad Dzubiyan Nur Rahman mengatakan kesiapan itu mempertimbangkan realitas indeks demokrasi Indonesia yang kian terkoreksi, juga menghindari ancaman executive heavy dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
BACA JUGA: LaNyalla: Amendemen Harus Jadi Momentum Penguatan DPD RI
"Kami meyakini bahwa, ancaman terhadap masa demokrasi dan akumulasi kekuasaan secara tidak proporsional dalam negara demokrasi konstitusi merupakan peristiwa kemunduran demokrasi dan kenegaraan yang ekstraordinary," ungkap dia dalam sebuah sesi Focus discussion group (FDG) yang diselenggarakan oleh BEM FH Unpad dan Dewan Perwakilan Daerah RI di Bandung pada Jum'at (24/9).
Artinya, lanjut Dzubiyan, UUD 1945 yang merupakan hasil amendemen 19 tahun lalu sudah tidak relevan dan penting untuk diperbaharui secara menyeluruh.
BACA JUGA: LaNyalla Beberkan Alasan DPD RI Mendukung Amendemen Konstitusi
Dzubiyan menilai amendemen berpotensi akan membuka kotak pandora bagi kepentingan politik tertentu.
Dia berpendapat amendemen harus diarahkan pada ikhtiar konstitusional dalam membangun bangsa, dan menyejahterakan rakyat. "Jika motifnya demikan, tentu akan didukung," katanya.
BACA JUGA: Pencetus Terbentuknya DPD Sebut Kewenangan Lembaga Ini Sekarang Dimandulkan
"Oleh karena itu, kami mengajak kepada semua BEM se Indonesia untuk tidak alergi terhadap wacana amendemen konstitusi dan turut memberikan masukan serta mengawal proses amendemen", tegasnya.
Wakil ketua DPD RI Sultan B Najamudin yang menjadi keynote speaker dalam acara itu, pihaknya mengajak akademisi dan kampus untuk terlibat aktif dalam memberikan sumbangsih pemikiran kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat RI yang di dalamnya terdapat DPR dan DPD RI.
"DPD RI berkomitmen untuk melibatkan kampus untuk berkolaborasi dalam agenda konstitusional ini. Amendemen merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan secara inklusif dan by evidence", ujar eks wakil Gubernur Bengkulu ini.
Saat ini, kata dia, sistem ketatanegaraan Indonesia cenderung executive heavy, problem yang kita hindari saat orde baru.
"Penting bagi kita untuk mengkaji kembali beban kewenangan legislasi presiden. Saya kira di sanalah letak hulu ketimpangan demokrasi yang kita alami sekarang," katanya.
Adapun Prof. Susi Dwi Harjanti, PhD. Ahli hukum tatanegara Unpad Yang hadir sebagai pembicara menyoroti tentang urgensi dan motif daripada wacana amendemen UUD 1945.
"Sejauh yang kami lihat, Tidak ada urgensi bagi bangsa ini untuk melakukan amendemen. Karena amendemen mensyaratkan adanya peristiwa bangsa yang ekstraordinary. Meskipun harus kita akui telah terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia saat ini," tegas Prof. Susi.
Professor Susi mendorong DPD RI secara kelembagaan melakukan pembenahan internal, agar bisa keberadaannya lebih bisa dirasakan oleh masyarakat.
Sementara Firman Manan, M.A, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad yang menjadi salah satu pembicara yang menyoroti wacana Amendemen UUD 1945 dari sudut pandang politik.
"DPD RI harus berperan aktif dalam proses rekruitmen calon kepemimpinan nasional," kata Firman. (jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia