jpnn.com - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy (Romy) menyatakan bahwa Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bisa pecah.
Romy juga mengeklaim ada ajakan dari PDIP kepada PPP untuk membangun koalisi bersama.
BACA JUGA: Ketum PPP Bakal Jadikan Romahurmuziy Duta Antikorupsi, Begini Pertimbangannya
Ini perkembangan menarik, karena sejauh ini PDIP belum pernah menawarkan parpol lain untuk bergabung.
Lalu, apa yang bisa dibaca dari perkembangan ini?
BACA JUGA: Pertemuan Romy-Hasto Tak Mewakili PPP dengan PDIP
Meskipun KIB terbentuk lebih awal dibanding koalisi lain—pertengahan 2022—namun, koalisi ini masih kesulitan menentukan capres/cawapresnya sampai hari ini.
Akibat situasi ini, baik PPP, Golkar dan PAN saling mengintip peluang memajukan kepentingannya masing-masing.
BACA JUGA: Hasto PDIP: Dengan Sikap Prof Yusril tersebut, maka Makin Jelas
Terbaru, PAN secara resmi menyatakan dukungan ke Ganjar-Erick dalam Rakernas PAN di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Manuver PAN yang mengharapkan cottail effect dari Ganjar dan Erick bisa dimaklumi. Sebab, GP ialah nama terkuat di bursa capres, bersama Anies Baswedan.
Sementara, Erick terus meningkatkan elektabilitasnya di barisan cawapres.
PAN yang menghadapi “hantu” parliamentary threshold (PT) 4 persen, tentu ingin mematahkan mitos survei tersebut sesegera mungkin.
Setelah dikalkulasi oleh dapur PAN, kemunculan figur capres yang tepat berpotensi mendorong elektabilitas partai berlambang matahari tersebut.
Masalahnya, Golkar dan PPP tidak sejalan dengan manuver tersebut, karena sejauh ini Golkar masih bertahan dengan nama Airlangga Hartarto sebagai capres.
Sementara, PPP makin dekat ke Sandiaga Uno untuk mendampingi Ganjar.
Beragamnya kepentingan ketiga parpol tersebut, yang kemudian disimpulkan oleh Romy bahwa KIB jalan di tempat dan bahkan rawan pecah.
Benarkah demikian? Sejauh mana peluangnya?
Pertama, apa yang dilakukan PAN dengan meresmikan GP-Erick bukanlah kejutan berarti, karena pasangan ini sudah beredar di ruang publik sejak beberapa bulan lalu.
Justru PAN mencoba membawa KIB berjalan lebih maju, karena selama ini gamang menentukan capres / cawapres.
Kedua, Golkar diyakini tidak akan mengusung Ketumnya Airlangga Hartarto (AH) sebagai capres, karena sebagai partai yang telah malang-melintang sejak Era Orba, DNA politik Golkar selalu ingin bertarung dan menang.
Tidak ada ceritanya Golkar rela menjadi oposisi. Oleh karena itu, capres Golkar kemungkinan tetap mengarah ke GP, namun, di posisi wakil, Golkar besar kemungkinan akan menolak opsi PAN.
Golkar diyakini menyiapkan tiket khusus untuk Ridwan Kamil (RK) di posisi cawapres.
Hal itu wajar karena politikus dengan popularitas tinggi seperti RK, sangat janggal kalau hanya diberikan tugas “mengamankan suara Golkar di Jabar”.
Pasti ada agenda yang lebih besar, dan kemungkinan itu adalah cawapres.
Di sinilah situasi “rawan pecah” KIB yang disampaikan Romy memiliki justifikasi.
Ketiga, PPP juga bisa mempercepat perpecahan KIB.
Pasalnya, Romy yang saat ini kembali menjadi faktor penting di partai Kakbah tersebut, memiliki kemampuan komunikasi politik yang lebih cair ke semua kekuatan.
Terbaru, dia men-spill history hubungan mesra PDIP dan PPP, baik di Era Orba maupun Reformasi. Di Era Orba, kedua partai merupakan partai yang di luar kekuasaan.
Menjelang Presiden Soeharto jatuh, terbentuk aliasi Mega-Bintang, yang merupakan gabungan kader PPP dan loyalis Megawati.
Pasca-Reformasi, Mega bahkan berpasangan dengan Hamzah Haz sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Di era Presiden Jokowi, PPP juga masuk ke koalisi pasca-Pilpres 2014.
Pada konteks hari ini, Romy menegaskan ada ajakan dari PDIP untuk membangun koalisi bersama.
Jika ini terwujud—dengan history politik di atas—besar kemungkinan KIB akan pecah. Apalagi ada indikasi Koalisi Perubahan yang mengusung Anies juga tengah membangun komunikasi
dengan Golkar.
Belum adanya cawapres definitif yang berpasangan dengan Anies, membuka kemungkinan faksi-faksi di Golkar untuk bermain—selain opsi Ganjar.
Atau bisa saja KIB tetap bertahan dengan komposisi baru.
Namun, opsi terakhir sulit terwujud karena partai tersisa, PKB kemungkinan masih bertahan dengan Gerindra. (**)
*Penulis ialah Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC-ASIA), Dosen FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia.
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi