jpnn.com, JAKARTA - Penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menyatakan, tidak hanya nama tokoh-tokoh dari PDI Perjuangan yang hilang dalam dakwaan kliennya.
Tapi juga sejumlah nama dari Fraksi Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Demokrat dan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR periode 2009-2014.
BACA JUGA: Aneh, Jumlah Aliran Uang di Dakwaan Setnov Bisa Berkurang
Nama-nama tersebut antara lain, Yasonna H Laoly yang kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Kemudian Ganjar Pranowo yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah, Olly Dondokambey (Gubernur Sulawesi Utara), Teguh Juwarno, Tamsil Linrung, Melchias Markus Mekeng, dan Agun Gunanjar.
BACA JUGA: Bugar saat Tiba, Papa Novanto Tampak Loyo di Kursi Terdakwa
"Itu yang saya ingat, mudah-mudahan saya tidak salah sama nama-nama itu," ujar Maqdir usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/12).
Maqdir mengakui, dari beberapa berita acara, nama-nama dimaksud membantah pernah menerima aliran dana dari hasil dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-EKTP).
BACA JUGA: Nama-Nama yang Hilang dari Dakwaan Setya Novanto
Bantahan juga dikemukakan mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang sebelumnya disebut menerima USD 5,5 juta.
"Kalau memang bantahan itu yang menjadi dasar nama-nama dimaksud tak lagi muncul dalam dakwaan Pak Novanto, harusnya juga dijelaskan oleh KPK," ucapnya.
Jaksa penuntut umum dari KPK , kata Maqdir kemudian, juga tidak pernah menyebut adanya penerimaan oleh Novanto. Baik dalam dakwaan Irman maupun Sugiharto.
"Seingat saya, dalam putusan Irman dan Sugiharto (dua terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP selain Novanto,red), tak pernah disebut Pak Novanto menerima uang. Tapi tiba-tiba dalam perkara ini disebut menerima USD 7,3 Juta. Itu yang kami bantah," katanya.
Maqdir mengaku, dari seluruh pemaparan eksepsi yang dibacakan, pihaknya ingin menunjukkan dakwaan terhadap kliennya disusun dengan tidak cermat.
"Kami tidak tahu apa niatnya dan apa maksudnya, tapi kalau dikatakan sebagai strategi dalam menyusun dakwaan, maka itu tidak benar dan tidak diperbolehkan menurut hukum," pungkas Maqdir. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hamdalah, Setya Novanto Sehat dan Kuat
Redaktur & Reporter : Ken Girsang