Ramadan tahun ini mungkin terasa berbeda, karena diramaikan dengan fenomena takjil war di jejaring sosial, seperti di Instagram dan TikTok.
Aksi rebutan takjil antara umat Muslim dan non-Muslim mungkin sudah ada sebelumnya, tapi kali ini diunggah dalam video pendek, bahkan ada pula versi parodinya.
BACA JUGA: Bangkitkan Energi Kebersamaan, Pertamina Gelar Safari Ramadan BUMN 2024 di Kabupaten OKI
Kusmanadi, akrab disapa Adi, yang memiliki bisnis Ayam Taliwang Mbok Sutil di Bendungan Hilir, Jakarta mengatakan tahun ini cukup berbeda.
"Untuk tahun ini lebih ramai dan pengunjungnya lebih beragam," kata Adi.
BACA JUGA: Venna Melinda Bagikan Makanan Buka Puasa Gratis selama Ramadan, Sekejap Ludes
"Dari nonis juga banyak yang datang berburu takjil."
Nonis merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan warga non-Muslim.
BACA JUGA: Umrah Saat Ramadan, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah Bawa Anak-anak
Adi yang sempat berdagang di bazaar tersebut tahun lalu mengatakan tren "takjil war" telah membuat hasil penjualannya meningkat tahun ini.
"Jadi walaupun kan sebenernya momen pas Ramadan, kalau yang melaksanakan ibadah puasa tentu orang Muslim kan? Tapi untuk 'takjil war' nya nonis pun ikut heboh, ikut belanja," katanya.
"Bahkan yang nonis itu dari pagi, dari siang, sudah siap-siap, mereka heboh lah, senang ada 'takjil war'."
Secara pribadi, Adi antusias menyaksikan adanya fenomena 'takjil war' ini.
"Saya sebagai Muslim, bukan karena saya berjualan saja, tapi senang non-Muslim ikut memeriahkan … ikut senang, ikut happy," katanya.
"Malah ini lebih bagus, Indonesia banget."
Jeanne Natalie Putri dan Yoren adalah warga Indonesia non-Muslim yang turut berpartisipasi dalam tren ini.
Mereka mengatakan tahun ini merupakan pertama kalinya bagi mereka untuk berburu takjil di Bazaar Ramadan di Bendungan Hilir, Jakarta.
Ini dilakukan sesuai rencana mereka membuat konten Ramadan dalam akun Instagram kuliner mereka, bernama Source Group.
"First time sih memang, pertama kali kita ikut [beli] takjil juga," kata Jeanne kepada ABC Indonesia.
"Berhubung Source Group kan baru tahun ini juga, baru mulai membuat konten."
Di sana, mereka membeli gorengan, manisan, dan kue-kue tradisional.
Setelah membagikan video bertema "takjil war", Jeanne mengatakan mereka menerima respons positif.
"Dari event kali ini sih benar-benar rasanya kita sebagai nonis enggak merasa terkucilkan ... mereka include [menerima] kita banget," kata Jeanne.
"Dan mereka senang banget kita bantu pedagang UMKM."
Keduanya juga mengatakan telah mempelajari hal baru dari tradisi Ramadan, karena sempat berburu makanan saat sahur.
"Kalau sahur kan kita pertama kali, pergi subuh-subuh juga ... tadinya kan enggak pernah," ujar Yoren.
"Lebih ke experience [pengalaman] baru juga sih, sebenarnya kan dari dulu kita tahu kalau orang itu puasa harus ada sahur, terus nanti beli takjil, terus buka puasa. Tapi ini first-time experience [pengalaman pertama] saja."
Meski sadar ada warga non-Muslim yang tidak disenangi karena ikut tren takjil war, keduanya merasa dihargai.
"Dari komentar kita juga bisa baca, orang-orang malah senang kita membantu UMKM," kata Yoren.
"Bahwa Ramadan bisa dirasakan semua agama."
Jeanne mengatakan tren ini mencerminkan toleransi yang "semakin tinggi" di Indonesia.
"Pasti ada lah minoritas yang komentar [buruk], tapi sedikit banget," katanya.
"Mostly [kebanyakan] enggak dinyinyir, disindir, atau dikucilkan."'Suasana sekarang lebih kondusif'
Menurut Ika Idris, Associate Professor dari Monash University Indonesia, meski ramai di media sosial di tahun ini, perang takjil ini sebenarnya sudah lama.
"Saya melihatnya ini seperti Tahun Baru Imlek, sebenarnya yang nonton barongsai juga banyak Muslim dan umat agama lain yang excited."
"Biasanya ekspresi beragama itu diikat oleh aturan-aturan beragama, tapi platform media sosial menyediakan ruang untuk mengekspresikan keragaman identitas," ujar Ika, yang juga pengamat jejaring sosial.
Makanya tidak heran jika terlihat juga beberapa video, kebanyakan parodi, yang menggambarkan warga non-Muslim yang berpura-pura memakai kerudung atau menghafal rukun iman Islam demi membeli takjil.
"Apalagi Indonesia pernah terpolarisasi dalam konteks agama pada pemilu 2019, tapi pada pemilu di tahun ini polarisasi agama paling sedikit, yang paling banyak adalah polarisasi politik."
"Ekspresi yang selama ini ditahan-tahan itu akhirnya muncul, karena suasananya sekarang lebih kondusif."'Toleransi next level'
Pendeta Marcel Saerang dari Tiberias Church terkejut ketika potongan videonya yang menyebut perang takjil viral di media sosial.
"Agama kita toleran, tapi soal takjil kita duluan," canda Pdt. Marcel dalam video yang diunggah seorang jemaat di TikTok.
"Jam 03.00 mereka masih lemas, kita sudah standby."
Kepada ABC Indonesia, Pdt. Marcel mengatakan tidak menyangka konten video tersebut telah ditonton jutaan kali, hingga sekarang mencapai lebih dari 23,8 juta views.
"Puji Tuhan responsnya begitu indah, begitu manis, begitu luar biasa," katanya.
"Di mana dari jutaan komentar yang ditaruh di sana semuanya mendukung ... penuh dengan kalimat-kalimat jenaka, kalimat yang kalau bahasa sekarang penuh dengan kesejukan."
Baginya, fenomena "takjil war" ini merupakan "toleransi next level."
"Banyak orang memahami toleransi itu hanya kepada kita menghargai, kita membiarkan," katanya.
"Tetapi dengan adanya takjil war ini, ini satu next level [naik tingkat] lagi ... kita juga ikut mendukung, kita ikut menjadi bagian di dalam acara keagamaan saudara kita apapun agamanya."
Fenomena perang takjil juga telah mendorong Pdt. Marcel untuk bergaul dan bertukar pikiran dengan tokoh agama Islam yang sedang naik daun, Habib Ja'far.
Ia mengatakan sempat "berburu takjil" di masjid dan membantu memasang keran di sana dengan Habib.
"Saya merasakan sekali itulah Indonesia yang sesungguhnya," kata Pdt. Marcel.
"Saya sangat berharap ini boleh terus terjalin, kita saja dengan pemuka agama bisa begitu indah hubungannya, apalagi jemaat-jemaatnya, pasti lebih indah lagi."
Laporan tambahan oleh Erwin Renaldi
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPPB Gelar Aksi Sosial Beduk Cinta Ramadan 2024 untuk 250 Anak-anak Duafa