Maramowe Bangkitkan Budaya Papua yang Hampir Punah

Selasa, 05 Desember 2017 – 18:51 WIB
Yayasan Maramowe Weaiku Komorowe menggelar pameran seni ukiran Kamoro di Alenia Coffee & Kitchen, Kemang, Jakarta Selatan. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Maramowe Weaiku Komorowe menggelar pameran seni ukiran Kamoro di Alenia Coffee & Kitchen, Kemang, Jakarta Selatan.

Seni dari Papua yang hampir punah itu, langsung dihadiri oleh pengukir asli Suku Kamoro dari Kampung Timika Pantai dan Kampung Pulau Karaka.

BACA JUGA: Gerindra: Bukti, Warga Menginginkan Presiden Baru

Luluk Intarti selaku pendiri dan pembina Yayasan Maramowe mengatakan, pameran ini bertujuan agar masyarakat luas bisa mengenal lebih dekat dengan seni dan budaya suku Kamoro.

Termasuk bisa menikmati dan membeli hasil karya seni ukir Papua.

BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Tak Mau Kalah dari Jokowi

Terlebih, menurut Luluk, kerajinan ukir Papua tinggal tersisa dari tiga suku saja.

Yaitu suku Asmat yang sudah dikenal banyak orang, suku Kamoro dan suku Sempan.

BACA JUGA: Sebut Kaum Intoleransi, Metro TV Dilaporkan ke KPI

Ketiga suku itu berasal dari pesisir Selatan Papua, sedangkan di bagian lain Papua, seperti di pesisir Utara Papua, budaya ukir sudah punah sejak menguatnya pengaruh agama.

“Untuk seni ukir Kamoro saja sempat menurun produksinya di bawah tahun 50-an. Belum punah, tapi hampir mati. Sehingga kami harus lestarikan agar jangan sampai hilang budaya ini, seperti yang terjadi di pesisir Utara,” kata Luluk dalam keterangan yang diterima, Selasa (5/12).

Untuk terus menyemangati para pengukir Kamoro dalam berkarya, yayasan yang dibina PT Freeport Indonesia itu membantu melakukan pembinaan terhadap para pengukir.

Ini agar mereka senantiasa bisa meningkatkan kualitas ukirannya dan membuka akses pasar agar kerajian ukiran ini bisa memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat suku Kamoro.

Luluk mengaku, pihaknya turun langsung ke daerah pesisir Selatan Papua untuk mencari ukiran-ukiran terbaik yang bisa dipasarkan.
Program promosi dan pelestarian budaya Kamoro ini diprakarsai oleh Dr Kal Muller, pendahulu Yayasan Maramowe sejak 1996 dengan dukungan Freeport Indonesia.

"Perusahaan ini juga ikut mendukung penyelenggaraan Festival budaya Suku Kamoro yang pertama pada 1997 hingga seterusnya. Festival ini didatangi para kolektor dan pembeli ukiran kayu mereka yang unik. Freeport juga aktif mendukung keikutsertaan seniman-seniman Kamoro dalam pameran-pameran yang diselengarakan baik di dalam maupun luar negeri," kata Luluk.

Sementara itu, Riza Pratama selaku Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia mengatakan, pihaknya memiliki komitmen kuat untuk membantu kelangsungan pelestarian budaya kerajinan ukir suku Kamoro.

Tentunya, hasil penjualan dari kegiatan pameran juga bisa meningkatkan kesejahteraan para pengukir, sehingga kegiatan budaya tersebut juga terus berlanjut.

"Keuntungan penjualan barang kerajinan ukir di pameran juga kembali ke para pengukir," kata Riza.

Pameran ini menghadirkan empat pengukir asli Suku Kamoro, dari Kampung Timika Pantai dan Kampung Pulau Karaka.

Mereka adalah Herman Kiripi (38), Kornelis Kiripi (40), Klemens Nawatipia (43) dan Daniel Matameka (26).

Mereka melakukan demonstrasi langsung mengukir di tempat setiap harinya selama pameran berlangsung.

Klemens Nawatipia menuturkan, dunia saat ini telah berkembang banyak. Namun, dia mengharapkan, jangan sampai anak-anak lupa akan budaya asli warisan leluhur.

"Saya senang dengan acara ini dan dukungan Freeport hingga kami bisa hadir di sini dan kami tidak lupa akan budaya," kata Klemens.

Dalam pameran ini, Klemens banyak mengukir motif khas Kamoro pesisir yaitu, motif perahu, udang dan ikan. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Dapat Dukungan jadi Ketua DPR


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler